Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kasus Dugaan Korupsi Bansos Covid-19, Mungkinkah Diterapkan Pidana Mati?

Kompas.com - 06/12/2020, 22:19 WIB
Rakhmat Nur Hakim,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan mendalami soal tuntutan pidana mati dalam kasus dugaan korupsi terkait penyaluran Bantuan Sosial (bansos) Covid-19 yang menjerat Menteri Sosial Juliari Batubara.

Juliari ditetapkan sebagai tersangka atas kasus dugaan suap bansos penanganan pandemi Covid-19 untuk wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek). Ia diduga menerima suap sebesar Rp 17 miliar dari perusahaan rekanan yang menggarap proyek pengadaan dan penyaluran bansos.

Ketua KPK Firli Bahuri mengatakan pihaknya akan mendalami soal penerapan pidana mati dalam kasus tersebut.

Baca juga: Kasus Dugaan Korupsi Bansos Covid-19, Mensos Juliari Batubara Ditahan KPK

"Kita juga paham pandemi Covid-19 ini telah dinyatakan oleh pemerintah sebagai bencana nonalam. Sehingga kami tidak berhenti sampai di sini," ujar Firli dalam konferensi pers secara daring pada Minggu (6/12/2020).

"Tentu kami akan bekerja berdasarkan saksi dan bukti-bukti apakah bisa masuk Pasal 2 UU Nomor 31 Tahun 1999 tersebut," tutur dia.

Pasal 2 Ayat 2 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi mengatur soal kemungkinan penerapan pidana mati terhadap kasus korupsi dalam keadaan tertentu.

Frasa keadaan tertentu dalam pasal tersebut dimaksudkan sebagai pemberatan bagi pelaku korupsi yang dilakukan dalam keadaan bahaya sesuai undang-undang yang berlaku, saat bencana alam nasional dan sebagai pengulangan tindak pidana korupsi.

Kemudian, korupsi yang dilakukan saat negara dalam keadaan krisis ekonomi dan moneter.

Adapun, Presiden Joko Widodo telah menetapkan masa pandemi Covid-19 sebagai bencana nasional nonalam melalui penerbitan Keppres Nomor 12 tahun 2020.

Baca juga: Korupsi Bansos Covid-19: Mensos Juliari Diduga Terima Rp 17 Miliar hingga Bukti Uang dalam Koper

Terkait pidana mati, Firli pernah mengingatkan bahwa pejabat yang mengkorupsi anggaran bencana dapat dikenakan ancamanhukuman mati.

Peringatan itu ia lontarkan dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, pada 29 April.

"Bagi yang melakukan korupsi dalam suasana bencana tidak ada pilihan lain, yaitu menegakkan hukum tuntutan pidana mati," kata Firli.

Firli menuturkan, keselamatan rakyat merupakan hukum tertinggi. Jenderal polisi bintang tiga itu menyatakan, KPK akan bertindak tegas dan keras terhadap pelaku tindak pidana korupsi, khususnya dalam situasi wabah Covid-19.

Baca juga: Diduga Terima Suap Bansos Covid-19 Rp 17 Miliar, Ini Harta Kekayaan Mensos Juliari Batubara

"KPK tetap akan bertindak tegas dan sangat keras kepada para pelaku korupsi, terutama dalam keadaan penggunaan anggaran penanganan bencana," ucapnya.

"Kenapa? Karena salus populi suprema lex esto, keselamatan masyarakat merupakan hukum tertinggi," ujar Firli.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Canda Hasto Merespons Rencana Pertemuan Jokowi-Megawati: Tunggu Kereta Cepat lewat Teuku Umar

Canda Hasto Merespons Rencana Pertemuan Jokowi-Megawati: Tunggu Kereta Cepat lewat Teuku Umar

Nasional
Pemerintah Bakal Bentuk Satgas Pemberantasan Judi 'Online' Pekan Depan

Pemerintah Bakal Bentuk Satgas Pemberantasan Judi "Online" Pekan Depan

Nasional
Ketua KPU Diadukan Lagi ke DKPP, Diduga Goda Anggota PPLN

Ketua KPU Diadukan Lagi ke DKPP, Diduga Goda Anggota PPLN

Nasional
KPK Duga Anggota DPR Ihsan Yunus Terlibat Pengadaan APD Covid-19

KPK Duga Anggota DPR Ihsan Yunus Terlibat Pengadaan APD Covid-19

Nasional
Projo Sebut Kemungkinan Prabowo Jadi Jembatan untuk Pertemuan Jokowi-Megawati

Projo Sebut Kemungkinan Prabowo Jadi Jembatan untuk Pertemuan Jokowi-Megawati

Nasional
Pakar Sebut Hakim MK Mesti Pertimbangkan Amicus Curiae Meski Bukan Alat Bukti

Pakar Sebut Hakim MK Mesti Pertimbangkan Amicus Curiae Meski Bukan Alat Bukti

Nasional
Bareskrim: 2 Oknum Karyawan Lion Air Akui Selundupkan Narkoba 6 Kali, Diupah Rp 10 Juta Per 1 Kg

Bareskrim: 2 Oknum Karyawan Lion Air Akui Selundupkan Narkoba 6 Kali, Diupah Rp 10 Juta Per 1 Kg

Nasional
Sekjen PDI-P: Otto Hasibuan Mungkin Lupa Pernah Meminta Megawati Hadir di Sidang MK

Sekjen PDI-P: Otto Hasibuan Mungkin Lupa Pernah Meminta Megawati Hadir di Sidang MK

Nasional
Peduli Kesejahteraan Masyarakat, PT Bukit Asam Salurkan Bantuan Rp 1 Miliar ke Masjid hingga Panti Asuhan di Lampung

Peduli Kesejahteraan Masyarakat, PT Bukit Asam Salurkan Bantuan Rp 1 Miliar ke Masjid hingga Panti Asuhan di Lampung

Nasional
Di Universität Hamburg Jerman, Risma Ceritakan Kepemimpinannya Sebagai Walkot dan Mensos

Di Universität Hamburg Jerman, Risma Ceritakan Kepemimpinannya Sebagai Walkot dan Mensos

Nasional
Kubu Prabowo Anggap 'Amicus Curiae' Sengketa Pilpres sebagai Bentuk Intervensi kepada MK

Kubu Prabowo Anggap "Amicus Curiae" Sengketa Pilpres sebagai Bentuk Intervensi kepada MK

Nasional
Sidang Kasus Dana PEN, Eks Bupati Muna Dituntut 3 Tahun 5 Bulan Penjara

Sidang Kasus Dana PEN, Eks Bupati Muna Dituntut 3 Tahun 5 Bulan Penjara

Nasional
Ajukan 'Amicus Curiae', Arief Poyuono Harap MK Tolak Sengketa Pilpres

Ajukan "Amicus Curiae", Arief Poyuono Harap MK Tolak Sengketa Pilpres

Nasional
Optimistis Pertemuan Prabowo-Megawati Berlangsung, Gerindra Komunikasi Intens dengan PDI-P

Optimistis Pertemuan Prabowo-Megawati Berlangsung, Gerindra Komunikasi Intens dengan PDI-P

Nasional
Dibantu Tony Blair Institute, Indonesia Percepat Transformasi Layanan Digital Pemerintah

Dibantu Tony Blair Institute, Indonesia Percepat Transformasi Layanan Digital Pemerintah

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com