JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Sub Divisi Paguyuban Korban UU ITE SAFEnet Muhammad Arsyad menaruh harapan kepada Komisi Nasional Hak Asasi Manusia ( Komnas HAM) untuk bergerak melawan kejanggalan yang ada di Undang-Undang (UU) Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Arsyad melihat Komnas HAM bisa menjadi organ penyaring dalam peningkatan proses penyelidikan ke penyidikan di kepolisian pada setiap kasus berkaitan dengan UU ITE.
"Kenapa? Karena kami melihat Komnas HAM adalah satu lembaga yang punya kewenangan untuk melihat apakah orang-orang yang diduga melakukan tindak pidana UU ITE menggunakan haknya sebagai warga negara untuk berpendapat dan berekspresi," kata Arsyad dalam Webinar Kebijakan Pidana di Ruang Siber bertajuk "Membaca Putusan Jerinx: Bahaya UU ITE Berlanjut" Jumat (4/12/2020).
Baca juga: SAFEnet: Pasal Karet UU ITE Mengintai 99 Persen Pengguna Internet
Menurut dia, hal ini perlu dilakukan Komnas HAM karena selama ini, UU ITE dinilai mengancam kebebasan berpendapat yang ada di dalam HAM.
Ia mengambil contoh kasus yang menjerat I Gede Ari Astina alias Jerinx terkait "IDI Kacung WHO". Jelas Arsyad, Jerinx menjadi salah satu dari sekian banyak korban UU ITE yang menurut dirampas kebebasan berpendapatnya.
Padahal, ia melihat bahwa pasal yang dikenakan terhadap Jerinx yaitu ujaran kebencian, tidak tergambarkan dalam postingan tersebut.
"Tetapi pendapat terkait apa yang dilakukan atau apa kebijakan yang dilakukan pemerintah. Pendapat masyarakat terkait kebijakan pemerintah atau kritikan masyarakat terhadap kebijakan. Malah dianggap sebagai ujaran kebencian kepada profesi dokter," terang dia.
Untuk itu, ia berharap agar Komnas HAM dapat bertugas untuk menyaring peningkatan proses penyelidikan ke penyidikan.
Selain itu, Arsyad juga berharap agar pemerintah dan DPR mencabut pengaturan pidana pasal karet dalam UU ITE.
Baca juga: SAFEnet: Putusan Kasus Jerinx Tidak Dapat Diterima, Hakim Keliru Tafsirkan Ujaran Kebencian
"Mengapa harus dicabut? Karena semua pasal-pasal pidana di UU ITE sudah ada di KUHP. Pornografi sudah ada di UU Pornografi, pencemaran nama baik sudah ada di KUHP, ujaran kebencian sudah ada di KUHP. Kenapa lantas lebih marak dilakukan di UU ITE? Karena proses meningkatkan status lidik ke sidik itu sangat mudah," tuturnya.
Tulis komentar dengan menyertakan tagar #JernihBerkomentar dan #MelihatHarapan di kolom komentar artikel Kompas.com. Menangkan E-Voucher senilai Jutaan Rupiah dan 1 unit Smartphone.
Syarat & Ketentuan