Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KawalCovid19: Mengherankan, Pandemi Sudah 9 Bulan tapi Pendataan Kasus Masih Terkendala Sistem

Kompas.com - 04/12/2020, 12:05 WIB
Nicholas Ryan Aditya,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Co-founder KawalCovid19 Elina Ciptadi memberikan beragam pertanyaan atas pengakuan pemerintah dalam hal ini Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 terkait perbedaan data harian Covid-19 antara pusat dan pemerintah daerah (pemda).

Menurut dia, perbedaan data menunjukkan pemerintah belum serius dalam memberikan informasi seputar kasus Covid-19 kepada masyarakat.

"Kita jadi bertanya-tanya, sistemnya ini bagaimana? Setelah 9 bulan pandemi ini, kok soal sistem masih jadi kendala?" kata Elina saat dihubungi Kompas.com, Jumat (4/12/2020).

Ia mengaku heran dengan kondisi Covid-19 yang dialami Indonesia saat ini setelah ditemukannya perbedaan data kasus harian pusat dengan daerah.

Baca juga: Soal Data Covid-19 Tak Sinkron, KawalCovid19: Sudah Sejak 30 Juni Kami Temukan

Jika hal ini terus dilakukan, Elina khawatir masyarakat tidak akan bisa mengambil keputusan yang tepat di tengah pandemi, baik keputusan bepergian, atau bisnis sekalipun.

"Ketika ada data-data delay seperti ini, artinya kita tidak memberikan masyarakat informasi yang terkini untuk membantu mereka mengambil keputusan. Masyarakat akan merasa, daerah ini aman tidak ya, dan ketika ada lonjakan kasus di daerah baru semua panik," jelasnya.

Padahal, lanjutnya, kasus wabah di Indonesia tidak hanya soal Covid-19 saja melainkan masih ada TBC dan penyakit lainnya.

Oleh karena itu, Elina kembali mempertanyakan soal sistem yang dimiliki Indonesia untuk memberikan informasi atau data kepada masyarakat atas wabah atau bencana.

Baca juga: Data Kasus Covid-19 Tak Pernah Real Time Hampir 10 Bulan, Epidemiolog: Tidak Bisa Terus Dibiarkan

Bahkan, ia menduga bahwa sistem yang dijalankan masih secara manual sehingga muncul keterlambatan data yang berakibat data tidak sinkron antara pusat dan pemda.

"Apakah masih manual? Apakah tidak ada kewajiban memasukkan data misalnya dari Kabupaten ke Provinsi harus setiap hari setiap jam berapa. Lalu provinsi ke pusat harus jam berapa masuknya. Ini yang jadi pertanyaan," ucap Elina.

Sebelumnya, Juru Bicara Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito mengakui adanya perbedaan data harian Covid-19 antara pusat dengan pemda.

Selain itu, jika berbicara tentang laporan kasus baru di Papua yang menunjukkan lonjakan 1.755 kasus.

Baca juga: Satgas Sebut Pemerintah Pusat Keliru Sampaikan Data Covid-19 di Papua karena Masalah Sistem

Wiku menyatakan bahwa laporan itu merupakan akumulasi dari jumlah kasus pada hari-hari sebelumnya.

"Akumulasi dari jumlah kasus konfirmasi positif Covid-19 sejak 19 November 2020 hingga hari ini," ujar Wiku dalam konferensi pers yang digelar daring pada Kamis (3/12/2020).

Ia melanjutkan, hal ini terjadi karena masalah pencatatan yang belum optimal.

"Angka (penambahan kasus baru) yang sangat tinggi ini salah satunya disebabkan karena sistem yang belum optimal untuk mengakomodasi pencatatan pelaporan dan validasi data dari provinsi secara real time," papar Wiku. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

Nasional
Terseretnya Nama Jokowi di Pusaran Sengketa Pilpres 2024 di MK...

Terseretnya Nama Jokowi di Pusaran Sengketa Pilpres 2024 di MK...

Nasional
Serangan Balik KPU dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK...

Serangan Balik KPU dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK...

Nasional
Soal Flu Singapura, Menkes: Ada Varian Baru Tapi Tidak Mematikan Seperti Flu Burung

Soal Flu Singapura, Menkes: Ada Varian Baru Tapi Tidak Mematikan Seperti Flu Burung

Nasional
Kasus yang Jerat Suami Sandra Dewi Timbulkan Kerugian Rp 271 Triliun, Bagaimana Hitungannya?

Kasus yang Jerat Suami Sandra Dewi Timbulkan Kerugian Rp 271 Triliun, Bagaimana Hitungannya?

Nasional
Menkes Minta Warga Tak Panik DBD Meningkat, Kapasitas RS Masih Cukup

Menkes Minta Warga Tak Panik DBD Meningkat, Kapasitas RS Masih Cukup

Nasional
Kursi Demokrat di DPR Turun, AHY: Situasi di Pemilu 2024 Tidak Mudah

Kursi Demokrat di DPR Turun, AHY: Situasi di Pemilu 2024 Tidak Mudah

Nasional
Serba-serbi Pembelaan Kubu Prabowo-Gibran dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Serba-serbi Pembelaan Kubu Prabowo-Gibran dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Nasional
Kecerdasan Buatan Jadi Teman dan Musuh bagi Industri Media

Kecerdasan Buatan Jadi Teman dan Musuh bagi Industri Media

Nasional
Saat Sengketa Pilpres di MK Jadi Panggung bagi Anak Yusril, Otto, Maqdir, dan Henry Yoso...

Saat Sengketa Pilpres di MK Jadi Panggung bagi Anak Yusril, Otto, Maqdir, dan Henry Yoso...

Nasional
Pemerintah Kembali Banding di WTO, Jokowi: Saya Yakin Kita Mungkin Kalah Lagi, tapi...

Pemerintah Kembali Banding di WTO, Jokowi: Saya Yakin Kita Mungkin Kalah Lagi, tapi...

Nasional
Menteri ESDM Pastikan Divestasi Saham PT Freeport Akan Sepaket dengan Perpanjangan Kontrak Hingga 2061

Menteri ESDM Pastikan Divestasi Saham PT Freeport Akan Sepaket dengan Perpanjangan Kontrak Hingga 2061

Nasional
Kata Bahlil Usai Terseret dalam Sidang MK Imbas Dampingi Gibran Kampanye di Papua

Kata Bahlil Usai Terseret dalam Sidang MK Imbas Dampingi Gibran Kampanye di Papua

Nasional
[POPULER NASIONAL] Gugatan Anies dan Ganjar Tak Mustahil Dikabulkan | Harvey Moeis Tersangka Korupsi

[POPULER NASIONAL] Gugatan Anies dan Ganjar Tak Mustahil Dikabulkan | Harvey Moeis Tersangka Korupsi

Nasional
Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar

Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com