Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dugaan Kekerasan Aparat Saat Demo UU Cipta Kerja, Polri: Tidak Ada Laporan

Kompas.com - 04/12/2020, 10:38 WIB
Devina Halim,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Polri mengklaim telah bekerja secara profesional dan proporsional dalam pengamanan aksi unjuk rasa menolak Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja beberapa waktu lalu.

Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen (Pol) Awi Setiyono menyebut tidak ada laporan terkait dugaan kekerasan yang dilakukan oleh polisi saat mengamankan unjuk rasa.

Sedangkan, Amnesty International Indonesia menemukan ada 43 insiden kekerasan yang dilakukan oleh aparat dalam demonstrasi di berbagai daerah pada 6 Oktober hingga 10 November 2020.

Baca juga: Amnesty: Ada 43 Insiden Kekerasan oleh Polisi dalam Aksi Penolakan UU Cipta Kerja

"Saya sudah crosscheck ke Polda Metro Jaya, ke polda-polda jajaran dan Divisi Propam Polri di bagian Yanduan, sampai detik ini tidak ada laporan kekerasan yang dilakukan oleh Polri," ungkap Awi di Gedung Bareskrim, Jakarta Selatan, Kamis (3/12/2020).

Menurut Awi, selalu berpedoman pada peraturan yang berlaku dalam melaksanakan pengamanan. Salah satunya, Perkap Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian.

Dalam Pasal 5 Perkap tersebut terdapat enam tahap penggunaan kekuatan oleh polisi. Tahap pertama adalah pencegahan, yakni dengan kehadiran polisi, menyiagakan pasukan hingga mobil water cannon. Tahap kedua adalah imbauan secara lisan.

Tahap ketiga yaitu kendali tangan kosong. Tahap berikutnya disebut kendali tangan keras, di mana aparat kepolisian mulai memegang tameng dan tongkat.

Baca juga: Diduga Ada Kekerasan, Amnesty Sebut Polisi Gunakan Tongkat Hingga Kayu Saat Amankan Unjuk Rasa UU Cipta Kerja

Apabila ada eskalasi massa yang mulai melakukan pelemparan dan pembakaran, polisi menjalankan tahap kelima yaitu kendali senjata tumpul, gas air mata, pepper spray, atau alat lain sesuai standar Polri.

Terakhir, tahap keenam adalah penggunaan senjata api atau alat lain yang dapat menghentikan tindakan pelaku kejahatan.

"Selama ini yang kita kerjakan penanganan demo yang kemarin anarkistis itu, kita masih menggunakan tahap 5. Padahal yang (tahap) 6 itu ada, kita diperbolehkan di sini menggunakan senjata api, tapi kita tidak gunakan," ucapnya.

Jika dibandingkan dengan negara lain, Awi mengklaim, anggota Polri tergolong sabar dalam menghadapi pedemo selama ini.

Baca juga: Kontras Sebut Video Kompilasi Dugaan Kekerasan Aparat Bukan Provokasi, tetapi Kenyataan

Sebelumnya, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid mengatakan, temuan 43 insiden kekerasan yang dilakukan oleh aparat merupakan hasil verifikasi dari 51 video aksi kekerasan. Verifikasi dilakukan bersama Crisis Evidence Lab dan Digital Verification Corps Amnesty International.

“Ada sekitar 51 video yang memang kami verifikasi dan menggambarkan setidaknya 43 insiden kekerasan yang secara terpisah dilakukan oleh polisi,” kata Usman, dalam konferensi pers secara daring, Rabu (2/12/2020).

Dari 51 video yang diverifikasi, setengahnya berisi bukti penggunaan tongkat polisi, potongan bambu dan kayu dan bentuk pemukulan lainnya yang melanggar hukum.

Usman mengatakan, hasil verifikasi menunjukkan polisi di berbagai wilayah terbukti telah melakukan pelanggaran HAM. Respons polisi terhadap pengunjuk rasa juga dinilai telah melecehkan kebebasan berpendapat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sejauh Mana 'Amicus Curiae' Berpengaruh pada Putusan? Ini Kata MK

Sejauh Mana "Amicus Curiae" Berpengaruh pada Putusan? Ini Kata MK

Nasional
Alasan Prabowo Larang Pendukungnya Aksi Damai di Depan MK

Alasan Prabowo Larang Pendukungnya Aksi Damai di Depan MK

Nasional
TKN Prabowo Sosialisasikan Pembatalan Aksi di MK, Klaim 75.000 Pendukung Sudah Konfirmasi Hadir

TKN Prabowo Sosialisasikan Pembatalan Aksi di MK, Klaim 75.000 Pendukung Sudah Konfirmasi Hadir

Nasional
Tak Berniat Percepat, MK Putus Sengketa Pilpres 22 April

Tak Berniat Percepat, MK Putus Sengketa Pilpres 22 April

Nasional
Prabowo Klaim Perolehan Suaranya yang Capai 58,6 Persen Buah dari Proses Demokrasi

Prabowo Klaim Perolehan Suaranya yang Capai 58,6 Persen Buah dari Proses Demokrasi

Nasional
Hakim MK Hanya Dalami 14 dari 33 'Amicus Curiae'

Hakim MK Hanya Dalami 14 dari 33 "Amicus Curiae"

Nasional
Dituduh Pakai Bansos dan Aparat untuk Menangkan Pemilu, Prabowo: Sangat Kejam!

Dituduh Pakai Bansos dan Aparat untuk Menangkan Pemilu, Prabowo: Sangat Kejam!

Nasional
Sebut Pemilih 02 Terganggu dengan Tuduhan Curang, Prabowo: Jangan Terprovokasi

Sebut Pemilih 02 Terganggu dengan Tuduhan Curang, Prabowo: Jangan Terprovokasi

Nasional
[POPULER NASIONAL] Anggaran Kementan untuk Bayar Dokter Kecantikan Anak SYL | 'Amicus Curiae' Pendukung Prabowo

[POPULER NASIONAL] Anggaran Kementan untuk Bayar Dokter Kecantikan Anak SYL | "Amicus Curiae" Pendukung Prabowo

Nasional
Tanggal 21 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 21 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Minta Pendukung Batalkan Aksi di MK

Prabowo Minta Pendukung Batalkan Aksi di MK

Nasional
Gagal ke DPR, PPP Curigai Sirekap KPU yang Tiba-tiba Mati Saat Suara Capai 4 Persen

Gagal ke DPR, PPP Curigai Sirekap KPU yang Tiba-tiba Mati Saat Suara Capai 4 Persen

Nasional
Respons PDI-P soal Gibran Berharap Jokowi dan Megawati Bisa Bertemu

Respons PDI-P soal Gibran Berharap Jokowi dan Megawati Bisa Bertemu

Nasional
GASPOL! Hari Ini: Keyakinan Yusril, Tinta Merah Megawati Tak Pengaruhi MK

GASPOL! Hari Ini: Keyakinan Yusril, Tinta Merah Megawati Tak Pengaruhi MK

Nasional
Tak Banyak Terima Permintaan Wawancara Khusus, AHY: 100 Hari Pertama Fokus Kerja

Tak Banyak Terima Permintaan Wawancara Khusus, AHY: 100 Hari Pertama Fokus Kerja

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com