Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Deklarasi Negara Papua Barat, Tuduhan Makar dan Ilusi untuk Benny Wenda

Kompas.com - 04/12/2020, 06:47 WIB
Achmad Nasrudin Yahya,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pengumuman negara Papua Barat yang dideklarasikan Ketua United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) Benny Wenda memancing reaksi keras dari pemerintah dan MPR RI.

Tindakan Benny Wenda yang mengklaim kemerdekaan Papua Barat dinilai sebagai perbuatan makar.

"Sesungguhnya apa yang dilakukan oleh ULMWP dengan mendeklarasikan kesatuan republikan dengan menjadikannya Benny Wenda sebagai presiden Papua Barat, sudah sangat jelas merupakan perbuatan makar terhadap NKRI," ujar Ketua MPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) dalam konferensi pers di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Kamis (3/12/2020).

Bamsoet mengungkapkan, dunia internasional selama ini telah mengakui keberadaan Papua sebagai bagian wilayah Indonesia.

Baca juga: Benny Wenda Deklarasikan Pemerintahan Sementara Papua Barat, Mahfud: Makar

Dengan adanya deklarasi ini, otomatis ULMWP telah merongrong kedaulatan NKRI melalui gerakan makar.

Menurutnya, tindakan Benny Wenda sangat menganggu. Karena itu, pemerintah wajib mengambil tindakan tegas dan terukur dengan mengerahkan aparat penegak hukum.

Selain itu, pemerintah juga perlu membuka jalur diplomasi dalam rangka menjaga marwah kedaulatan NKRI.

Bamsoet menambahkan, pemerintah melalui Kementerian Luar Negeri juga perlu memanggil Dubes Inggris guna menjelaskan mengenai aktivitas Benny Wenda.

Mengingat, Benny Wenda saat ini telah mendapat suaka politik di Inggris sejak kabur dari Indonesia sejak 2003.

"Kemudian menyampaikan nota diplomatik posisi Indonesia yang tegas soal Papua, baik pada Pemerintah Inggris maupun negara Pasifik yang mendukung gerakan separatis tersebut," kata dia.

Baca juga: Wakil Ketua DPR Minta Kepolisian Tindak Tegas Deklarasi Pemerintahan Sementara Papua Barat

Dilansir BBC, Benny Wenda mendeklarasikan diri menjadi presiden sementara Papua Barat mulai 1 Desember 2020, seraya menolak segala aturan dan kebijakan dari pemerintah Indonesia.

"Pengumuman ini menandai perlawanan intensif terhadap koloni Indonesia di Papua Barat sejak 1963," kata Benny Wenda dalam siaran persnya, Selasa (1/12/2020).

Negara ilusi

Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyebut langkah Benny Wenda mendeklarasikan negara Papua Barat tak ubahnya tengah membangun negara ilusi.

"Menurut kami, Benny Wenda ini membuat negara ilusi. Negara yang tidak ada dalam faktanya," kata Mahfud.

Menurut Mahfud, deklarasi berdirinya negara yang diprakarsai Benny Wenda tak memenuhi syarat.

Baca juga: KSP: Deklarasi Benny Wenda Dapat Dianggap Melawan Hukum Nasional

Adapun syarat yang harus dipenuhi dalam pendirian sebuah negara dalah keberadaan rakyat, wilayah, dan pemerintah. Hal itu berdasarkan Traktat Montevideo 1933.

"Rakyatnya siapa? Dia memberontak. Wilayahnya kita menguasai. Pemerintahan siapa yang mengakui dia pemerintah, orang Papua sendiri tidak juga mengakui," kata dia.

Di samping itu, Mahfud mengatakan, Benny Wenda kabur ke luar negeri akibat perbuatannya melawan hukum.

Sejak meninggalkan Indonesia, lanjut Mahfud, Benny Wenda sudah tidak memiliki lagi kewarganergaraan.

"Di Inggris dia tamu, di Indonesia dia sudah dicabut kewarganegaraan," kata Mahfud.

"Lalu bagaimana dia memimpin negaranya? Itu yang saya katakan negara ilusi yang dia bangun. Oleh sebab itu, rakyat tidak perlu terlalu takut. Itu kan ilusi saja," sambung dia.

Baca juga: Polri Nilai Deklarasi Benny Wenda Bentuk Provokasi dan Propaganda

Tokoh separatis Papua, Benny Wenda, yang kini berada di Oxford, Inggris.

Reuters/Tom Miles Tokoh separatis Papua, Benny Wenda, yang kini berada di Oxford, Inggris.

Sah dan final

Selain itu, Mahfud mengatakan, keterikatan Papua dengan Indonesia selama ini sah dan sudah final.

Hal itu terjadi sejak diselenggarakannya Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) Papua pada 1969, yang disusul keputusan Majelis Umum PBB dengan mengesahkan Papua menjadi bagian kedaulatan Indonesia.

Apalagi, kata Mahfud, Papua selama ini tidak pernah terdaftar dalam Komite Dekolonisasi PBB atau Komite 24 PBB. Di mana Komite 24 PBB ini merupakan daftar negara-negara yang berpeluang merdeka.

"Kalau Timor-Timur memang ada, tetapi Papua tidak ada. Sejak '69 tidak masuk di Komite 24 itu," ungkap Mahfud.

Tindak tegas

Tindakan Benny Wenda ini tak luput dari perhatian Polri.

Wakil Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Wakapolri) Komjen Pol Gatot Eddy Pramono menegaskan akan menindak tegas terhadap siapapun yang ingin mengikuti Benny Wenda memisahkan Papua Barat dengan Indonesia.

"Siapapun, kelompok manapun, yang mengikuti daripada Benny Wenda yang ingin memisahkan dari Negara Kesatuan Republik Indonesia kita akan melakukan tindakan tegas," ucap Gatot.

Baca juga: Moeldoko: Sebelum Bertemu Jokowi, Benny Wenda Bertemu Saya Dulu

Ia menyatakan, pihaknya tidak pandang bulu dalam menegakan hukum terhadap semua pihak yang ingin memisahkan Papua Barat.

"Siapapun dia, kelompok apapun dia, kita tidak pandang bulu. Kita ingin menunjukkan bahwa negara kita ini adalah negara hukum dan Papua adalah Indonesia," tegas dia.

Tak berdasar

Pakar Hukum Internasional Hikmahanto Juwana menilai deklarasi negara Papua Barat tidak berdasar dalam hukum internasional.

Sebab, pemeritahan sementara tersebut tanpa kejelasan negara mana yang berdiri, di mana lokasi dan kapan waktu deklarasi negara tersebut.

"Dalam hukum internasional yang dikenal adalah pendirian sebuah negara, harus ada negara dahulu baru ada pemerintahan. Aneh bila yang dideklarasikan adalah pemerintahan sementara tanpa jelas negara mana yang diakui oleh masyarakat internasional," kata Hikmahanto melalui pesan singkat yang diterima di Jakarta, Rabu (2/12/2020) dilansir Antara.

Di samping itu, lanjut Hikmahanto, meski negara-negara Pasifik selama ini menunjukan dukungannya terhadap Papua Barat, namun dukungan tidak dapat menjadi tolok ukur karena negara-negara tersebut tidak signifikan dalam pengakuan suatu negara.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Gibran Bertemu Ma'ruf Amin, Saat Wapres Termuda Sowan ke yang Paling Tua

Gibran Bertemu Ma'ruf Amin, Saat Wapres Termuda Sowan ke yang Paling Tua

Nasional
Anies Dinilai Masih Berpeluang Maju Pilkada Jakarta, Mungkin Diusung Nasdem dan PKB

Anies Dinilai Masih Berpeluang Maju Pilkada Jakarta, Mungkin Diusung Nasdem dan PKB

Nasional
Petuah Jokowi-Ma'ruf ke Prabowo-Gibran, Minta Langsung Kerja Usai Dilantik

Petuah Jokowi-Ma'ruf ke Prabowo-Gibran, Minta Langsung Kerja Usai Dilantik

Nasional
Kejagung Periksa 3 Saksi Terkait Kasus Korupsi Timah, Salah Satunya Pihak ESDM

Kejagung Periksa 3 Saksi Terkait Kasus Korupsi Timah, Salah Satunya Pihak ESDM

Nasional
Tak Dukung Anies Maju Pilkada Jakarta, PKS Dinilai Ogah Jadi “Ban Serep” Lagi

Tak Dukung Anies Maju Pilkada Jakarta, PKS Dinilai Ogah Jadi “Ban Serep” Lagi

Nasional
2 Prajurit Tersambar Petir di Mabes TNI, 1 Meninggal Dunia

2 Prajurit Tersambar Petir di Mabes TNI, 1 Meninggal Dunia

Nasional
Usung Perubahan Saat Pilpres, PKB-Nasdem-PKS Kini Beri Sinyal Bakal Gabung Koalisi Prabowo

Usung Perubahan Saat Pilpres, PKB-Nasdem-PKS Kini Beri Sinyal Bakal Gabung Koalisi Prabowo

Nasional
[POPULER NASIONAL] Anies-Muhaimin Hadir Penetapan Presiden-Wapres Terpilih Prabowo-Gibran | Mooryati Soedibjo Tutup Usia

[POPULER NASIONAL] Anies-Muhaimin Hadir Penetapan Presiden-Wapres Terpilih Prabowo-Gibran | Mooryati Soedibjo Tutup Usia

Nasional
Sejarah Hari Posyandu Nasional 29 April

Sejarah Hari Posyandu Nasional 29 April

Nasional
Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Nasional
Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Nasional
Temui Jokowi, Prabowo dan Gibran Tinggalkan Istana Setelah 2 Jam

Temui Jokowi, Prabowo dan Gibran Tinggalkan Istana Setelah 2 Jam

Nasional
AJI Nilai Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

AJI Nilai Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

Nasional
Ketua KPK Sebut Langkah Nurul Ghufron Laporkan Anggota Dewas Sikap Pribadi

Ketua KPK Sebut Langkah Nurul Ghufron Laporkan Anggota Dewas Sikap Pribadi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com