Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sejumlah Unit Kerja dan Lembaga di Istana Dinilai Tak Bermanfaat dan Boros Anggaran

Kompas.com - 02/12/2020, 11:00 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat kebijakan publik Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah menilai, sejumlah unit kerja di Istana Kepresidenan tak jelas fungsi dan tugasnya.

Beberapa unit kerja itu dinilai hanya menghabiskan anggaran negara sehinggga ada baiknya dibubarkan.

Hal ini Trubus sampaikan merespons dibubarkannya 10 lembaga nonstruktural oleh Presiden Joko Widodo beberapa hari lalu, melalui Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2020.

"Kalau mau membubarkan, banyak lembaga-lembaga di Istana enggak punya manfaat," kata Trubus kepada Kompas.com, Selasa (1/12/2020).

Beberapa yang dinilai Trubus tak jelas fungsinya di antaranya Staf Khusus Milenilai Presiden. Keberadaan stafus milenial dianggap memboroskan anggaran karena setiap stafsus digaji Rp 51 juta setiap bulan.

Baca juga: Dinilai Minim Kontribusi, Presiden Diminta Bubarkan Staf Khusus Milenial

Di awal periode kedua, Jokowi memang menunjuk tujuh orang stafsus milenial. Namun, Trubus menilai para stafsus ini tak tampak kinerjanya.

Lembaga lain yang dinilai tak banyak bermanfaat yakni Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP).

Lembaga ini dinilai menjadi tempat yang sengaja disediakan Jokowi untuk memberikan kursi kepada figur tertentu seperti Megawati Soekarnoputri yang menjabat Ketua Dewan Pengarah BPIP.

"Hasil output-nya ke masyarakat apa? Apakah pendidikan Pancasila lebih baik? Enggak," ujar Trubus.

Baca juga: Refly Harun Minta Jokowi Bubarkan BPIP karena Dinilai Lembaga Tidak Jelas

Selain itu, Trubus menilai, Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) juga tak jelas fungsi dan tugasnya.

"Menghabis-habiskan anggaran doang itu," kata dia.

Oleh karenanya, menurut Trubus, dibubarkannya 10 lembaga nonstruktural oleh Jokowi tak berpengaruh banyak terhadap efisiensi penyelenggaraan pemerintahan ataupun anggaran.

Sebab, lembaga yang dibubarkan tak bersifat strategis dan anggarannya tidak terlalu besar.

Baca juga: Jokowi Bubarkan 10 Lembaga Nonstruktural, Ini Rinciannya

Presiden Joko Widodo saat menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN-Selandia Baru yang digelar secara virtual melalui konferensi video dari Istana Kepresidenan Bogor, Sabtu (14/11/2020).Dokumentasi/Biro Pers Media dan Informasi Sekretariat Presiden Presiden Joko Widodo saat menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN-Selandia Baru yang digelar secara virtual melalui konferensi video dari Istana Kepresidenan Bogor, Sabtu (14/11/2020).

Menurut Trubus, efisiensi akan tercapai jika lembaga yang dibubarkan adalah yang kinerjanya tak efektif dan memakan anggaran besar.

"Jadi enggak berpengaruh banyak. Karena apa, karena lembaga-lembaga yang dibubarkan itu sifatnya hanya komisi, lembaga enggak strategis dan anggarannya enggak terlalu besar pula," kata dia.

Bersamaan dengan itu, pembubaran sejumlah lembaga diikuti dengan rencana pemerintah menambah sejumlah lembaga lainnya.

Baca juga: Pembubaran 10 Lembaga oleh Jokowi Dinilai Tak Berdampak Banyak pada Efisiensi

Sebagai contoh, ke depan akan dibentuk Lembaga Pengelola Investasi (LPI). Keberadaan lembaga ini diatur dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang terbit pada November lalu.

Trubus menilai lembaga ini bakal tak efektif dan tumpang tindih lantaran Indonesia sebenarnya sudah punya Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).

Selain itu, lanjut Trubus, pemerintah juga akan membentuk Badan Pengelola Jabodetabekpunjur di waktu mendatang. Hal ini diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 60 Tahun 2020 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, dan Cianjur.

"Kalau alasannya pemerintah efisiensi, publik mempertanyakan efisiensi di mana? Karena kenyataannya kita banyak sekali lembaga-lembaga," kata dia.

Baca juga: Usai Bubarkan 10 Lembaga, Menpan RB: Tak Tutup Kemungkinan Institusi Lain Dibubarkan Juga

Tak hanya anggaran

Adapun, 10 lembaga yang dibubarkan itu yakni Dewan Riset Nasional, Dewan Ketahanan Pangan, Badan Pengembangan Wilayah Surabaya-Madura, Badan Standardisasi dan Akreditasi Nasional Keolahragaan, lalu Komisi Pengawas Haji Indonesia.

Kemudian, Komite Ekonomi dan Industri Nasional, Badan Pertimbangan Telekomunikasi, Komisi Nasional Lanjut Usia, Badan Olahraga Profesional Indonesia, serta Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia.

Menurut Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN RB) Tjahjo Kumolo, pembubaran lembaga tersebut selain untuk efisiensi juga bertujuan untuk membangun birokrasi profesional.

Baca juga: Menpan RB Tjahjo Kumolo Ungkap Alasan Pembubaran Lembaga Nonstruktural

Setidaknya, kata Tjahjo, ada tiga alasan sebuah LNS perlu dibubarkan. Pertama, keberadaannya menjadikan kerja birokrasi tidak efisien dan efektif.

Kedua, duplikasi dengan fungsi jabatan JPT Madya di kementerian sehingga menjadikan unit kerja di kementerian tersebut disfungsi alias tumpul.

Ketiga, kinerja LNS tidak berkontribusi signifikan pada pencapaian kinerja pemerintahan atau kementerian induknya.

Dengan demikian, menurut Tjahjo, kinerja pemerintah juga menjadi pertimbangan pembubaran sebuah lembaga.

"Tidak semata-mata pertimbangan pemborosan, namun merupakan konsekuensi dari kebijakan debirokratisasi dan deregulasi. Makin banyak lembaga tidak diikuti dengan makin baiknya kinerja pemerintah," ucap dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Nurul Ghufron Laporkan Albertina Ho, Jelang Disidang Dewas KPK Karena Masalah Etik

Nurul Ghufron Laporkan Albertina Ho, Jelang Disidang Dewas KPK Karena Masalah Etik

Nasional
Kejagung Diminta Segera Tuntaskan Dugaan Korupsi Komoditi Emas 2010-2022

Kejagung Diminta Segera Tuntaskan Dugaan Korupsi Komoditi Emas 2010-2022

Nasional
PKB-Nasdem-PKS Isyaratkan Gabung Prabowo, Pengamat: Kini Parpol Selamatkan Diri Masing-masing

PKB-Nasdem-PKS Isyaratkan Gabung Prabowo, Pengamat: Kini Parpol Selamatkan Diri Masing-masing

Nasional
Saksi Sebut Dokumen Pemeriksaan Saat Penyelidikan di KPK Bocor ke SYL

Saksi Sebut Dokumen Pemeriksaan Saat Penyelidikan di KPK Bocor ke SYL

Nasional
Laporkan Albertina ke Dewas KPK, Nurul Ghufron Dinilai Sedang Menghambat Proses Hukum

Laporkan Albertina ke Dewas KPK, Nurul Ghufron Dinilai Sedang Menghambat Proses Hukum

Nasional
TKN Sebut Pemerintahan Prabowo Tetap Butuh Oposisi: Katanya PDI-P 'Happy' di Zaman SBY...

TKN Sebut Pemerintahan Prabowo Tetap Butuh Oposisi: Katanya PDI-P "Happy" di Zaman SBY...

Nasional
KPK Belum Terima Salinan Resmi Putusan Kasasi yang Menang Lawan Eltinus Omaleng

KPK Belum Terima Salinan Resmi Putusan Kasasi yang Menang Lawan Eltinus Omaleng

Nasional
'Groundbreaking' IKN Tahap Keenam: Al Azhar, Sekolah Bina Bangsa, dan Pusat Riset Standford

"Groundbreaking" IKN Tahap Keenam: Al Azhar, Sekolah Bina Bangsa, dan Pusat Riset Standford

Nasional
Karpet Merah Parpol Pengusung Anies untuk Prabowo...

Karpet Merah Parpol Pengusung Anies untuk Prabowo...

Nasional
Cinta Lama Gerindra-PKB yang Bersemi Kembali

Cinta Lama Gerindra-PKB yang Bersemi Kembali

Nasional
PKB Beri Sinyal Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin Dinilai Ingin Amankan Kursi Ketum

PKB Beri Sinyal Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin Dinilai Ingin Amankan Kursi Ketum

Nasional
Jokowi Teken Keppres, Tunjuk Bahlil Jadi Ketua Satgas Percepatan Swasembada Gula

Jokowi Teken Keppres, Tunjuk Bahlil Jadi Ketua Satgas Percepatan Swasembada Gula

Nasional
Anak Buah SYL Disebut Temui Ahmad Ali Saat Penyelidikan Kasus Kementan di KPK

Anak Buah SYL Disebut Temui Ahmad Ali Saat Penyelidikan Kasus Kementan di KPK

Nasional
Halalbihalal Merawat Negeri

Halalbihalal Merawat Negeri

Nasional
Tak Ada Tim Transisi pada Pergantian Pemerintahan dari Jokowi ke Prabowo

Tak Ada Tim Transisi pada Pergantian Pemerintahan dari Jokowi ke Prabowo

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com