JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat kebijakan publik Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah menilai, sejumlah unit kerja di Istana Kepresidenan tak jelas fungsi dan tugasnya.
Beberapa unit kerja itu dinilai hanya menghabiskan anggaran negara sehinggga ada baiknya dibubarkan.
Hal ini Trubus sampaikan merespons dibubarkannya 10 lembaga nonstruktural oleh Presiden Joko Widodo beberapa hari lalu, melalui Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2020.
"Kalau mau membubarkan, banyak lembaga-lembaga di Istana enggak punya manfaat," kata Trubus kepada Kompas.com, Selasa (1/12/2020).
Beberapa yang dinilai Trubus tak jelas fungsinya di antaranya Staf Khusus Milenilai Presiden. Keberadaan stafus milenial dianggap memboroskan anggaran karena setiap stafsus digaji Rp 51 juta setiap bulan.
Baca juga: Dinilai Minim Kontribusi, Presiden Diminta Bubarkan Staf Khusus Milenial
Di awal periode kedua, Jokowi memang menunjuk tujuh orang stafsus milenial. Namun, Trubus menilai para stafsus ini tak tampak kinerjanya.
Lembaga lain yang dinilai tak banyak bermanfaat yakni Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP).
Lembaga ini dinilai menjadi tempat yang sengaja disediakan Jokowi untuk memberikan kursi kepada figur tertentu seperti Megawati Soekarnoputri yang menjabat Ketua Dewan Pengarah BPIP.
"Hasil output-nya ke masyarakat apa? Apakah pendidikan Pancasila lebih baik? Enggak," ujar Trubus.
Baca juga: Refly Harun Minta Jokowi Bubarkan BPIP karena Dinilai Lembaga Tidak Jelas
Selain itu, Trubus menilai, Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) juga tak jelas fungsi dan tugasnya.
"Menghabis-habiskan anggaran doang itu," kata dia.
Oleh karenanya, menurut Trubus, dibubarkannya 10 lembaga nonstruktural oleh Jokowi tak berpengaruh banyak terhadap efisiensi penyelenggaraan pemerintahan ataupun anggaran.
Sebab, lembaga yang dibubarkan tak bersifat strategis dan anggarannya tidak terlalu besar.
Baca juga: Jokowi Bubarkan 10 Lembaga Nonstruktural, Ini Rinciannya
Menurut Trubus, efisiensi akan tercapai jika lembaga yang dibubarkan adalah yang kinerjanya tak efektif dan memakan anggaran besar.
"Jadi enggak berpengaruh banyak. Karena apa, karena lembaga-lembaga yang dibubarkan itu sifatnya hanya komisi, lembaga enggak strategis dan anggarannya enggak terlalu besar pula," kata dia.
Bersamaan dengan itu, pembubaran sejumlah lembaga diikuti dengan rencana pemerintah menambah sejumlah lembaga lainnya.
Baca juga: Pembubaran 10 Lembaga oleh Jokowi Dinilai Tak Berdampak Banyak pada Efisiensi
Sebagai contoh, ke depan akan dibentuk Lembaga Pengelola Investasi (LPI). Keberadaan lembaga ini diatur dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang terbit pada November lalu.
Trubus menilai lembaga ini bakal tak efektif dan tumpang tindih lantaran Indonesia sebenarnya sudah punya Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).
Selain itu, lanjut Trubus, pemerintah juga akan membentuk Badan Pengelola Jabodetabekpunjur di waktu mendatang. Hal ini diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 60 Tahun 2020 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, dan Cianjur.
"Kalau alasannya pemerintah efisiensi, publik mempertanyakan efisiensi di mana? Karena kenyataannya kita banyak sekali lembaga-lembaga," kata dia.
Baca juga: Usai Bubarkan 10 Lembaga, Menpan RB: Tak Tutup Kemungkinan Institusi Lain Dibubarkan Juga
Adapun, 10 lembaga yang dibubarkan itu yakni Dewan Riset Nasional, Dewan Ketahanan Pangan, Badan Pengembangan Wilayah Surabaya-Madura, Badan Standardisasi dan Akreditasi Nasional Keolahragaan, lalu Komisi Pengawas Haji Indonesia.
Kemudian, Komite Ekonomi dan Industri Nasional, Badan Pertimbangan Telekomunikasi, Komisi Nasional Lanjut Usia, Badan Olahraga Profesional Indonesia, serta Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia.
Menurut Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN RB) Tjahjo Kumolo, pembubaran lembaga tersebut selain untuk efisiensi juga bertujuan untuk membangun birokrasi profesional.
Baca juga: Menpan RB Tjahjo Kumolo Ungkap Alasan Pembubaran Lembaga Nonstruktural
Setidaknya, kata Tjahjo, ada tiga alasan sebuah LNS perlu dibubarkan. Pertama, keberadaannya menjadikan kerja birokrasi tidak efisien dan efektif.
Kedua, duplikasi dengan fungsi jabatan JPT Madya di kementerian sehingga menjadikan unit kerja di kementerian tersebut disfungsi alias tumpul.
Ketiga, kinerja LNS tidak berkontribusi signifikan pada pencapaian kinerja pemerintahan atau kementerian induknya.
Dengan demikian, menurut Tjahjo, kinerja pemerintah juga menjadi pertimbangan pembubaran sebuah lembaga.
"Tidak semata-mata pertimbangan pemborosan, namun merupakan konsekuensi dari kebijakan debirokratisasi dan deregulasi. Makin banyak lembaga tidak diikuti dengan makin baiknya kinerja pemerintah," ucap dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.