Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
KILAS

“Asia Climate Rally”, Nasib yang Sama dan Tuntutan Anak Muda Asia

Kompas.com - 28/11/2020, 21:44 WIB
Inang Sh ,
Mikhael Gewati

Tim Redaksi

KOMPAS.com – Sebuah kolektif anak muda lintas komunitas menggelar pawai iklim serentak di empat kota, yaitu Jakarta, Serang, Bandung, dan Makassar, dalam rangka aksi “Asia Climate Rally”, Jumat (27/11/2020).

Juru bicara Pawai Iklim Salsabila mengatakan, aksi ini digelar mengingat banyak negara Asia yang bernasib sama, terutama dalam hal ekologi di mana pemerintah belum berusaha mengatasi krisis iklim dengan serius.

Dia mencontohkan, Filipina baru saja memiliki Undang-Undang (UU) Antiteror yang berpotensi mengkriminalisasi pejuang lingkungan, Indonesia baru disahkan omnibus law yang kontroversial, dan banyak kebijakan serupa di negara-negara Asia lainnya.

“Jadi itu yang mendorong pemuda-pemudi di Asia membentuk acara “Asia Climate Rally”,” ungkapnya kepada Kompas.com melalui sambungan telepon, Jumat (27/11/2020).

Baca juga: Gerakan Climate Action Now Kembali Minta Pemerintah Deklarasikan Indonesia Darurat Iklim

Pada saat yang sama, aksi serupa pun digelar anak muda dari Malaysia, Filipina, India, Nepal, Pakistan, Indonesia, Korea Selatan, Hong Kong, dan Singapura.

Salsabila menambahkan, aksi di Indonesia juga dilatari atas langkah pemerintah yang meloloskan banyak kebijakan atau UU yang tidak berpihak kepada masyarakat dan lingkungan, misalnya UU Minerba dan UU Ciptakerja.

“Itu dilakukan secara diam-diam dan tidak dilakukan konsultasi dulu kepada masyarakat. Kami sebagai rakyat merasa dikhianati karena istilahnya kita dibunuh dalam tidur,” tegasnya.

Oleh sebab itu, kolektif ini menggelar aksi meski di tengah pandemi. Walau begitu, Salsabila menegaskan aksi ini digelar dengan protokol kesehatan yang ketat.

Lebih lanjut, Salsabila menjelaskan, aksi ini memiliki enam tuntutan utama. Pertama, menuntut pemerintah untuk mendeklarasikan darurat iklim.

Baca juga: Hutan Amazon Terancam Jadi Sabana Kering karena Krisis Iklim

“Kita tidak bisa mengatasi krisis tersebut tanpa mengenali krisis tersebut adalah krisis yang darurat, yang harus segera diatasi. Kita belum panik ini, kita masih biasa-biasa aja, padahal krisis sudah terjadi di depan mata,” jelasnya.

Kedua, aksi ini meminta pemerintah meningkatkan ambisi Nationally Determined Contribution (NDC) dengan mengambil langkah nyata untuk mencapai tujuan Perjanjian Paris.

“Kemudian, kami meminta pemerintah untuk menghentikan investasi di sektor industri energi kotor, misalnya batu bara,” tuturnya.

Salsabila mengatakan, Indonesia adalah salah satu negara yang menggunakan batu bara terbesar. Padahal, negara lain, seperti China atau Filipina memiliki sumber batu bara besar tapi tidak mengeksploitasinya besar-besaran.

Keempat, aksi ini menuntut pemerintah menerapkan investasi berkelanjutan untuk pertumbuhan ekonomi sehat pasca pandemi Covid-19.

Perempuan yang bergiat di komunitas Jaga Rimba ini menerangkan, salah satu investasi di sektor ekonomi berkelanjutan adalah dengan memastikan keadilan untuk seluruh masyarakat.

Halaman:


Terkini Lainnya

Soal Flu Singapura, Menkes: Ada Varian Baru Tapi Tidak Mematikan Seperti Flu Burung

Soal Flu Singapura, Menkes: Ada Varian Baru Tapi Tidak Mematikan Seperti Flu Burung

Nasional
Kasus yang Jerat Suami Sandra Dewi Timbulkan Kerugian Rp 271 Triliun, Bagaimana Hitungannya?

Kasus yang Jerat Suami Sandra Dewi Timbulkan Kerugian Rp 271 Triliun, Bagaimana Hitungannya?

Nasional
Menkes Minta Warga Tak Panik DBD Meningkat, Kapasitas RS Masih Cukup

Menkes Minta Warga Tak Panik DBD Meningkat, Kapasitas RS Masih Cukup

Nasional
Kursi Demokrat di DPR Turun, AHY: Situasi di Pemilu 2024 Tidak Mudah

Kursi Demokrat di DPR Turun, AHY: Situasi di Pemilu 2024 Tidak Mudah

Nasional
Serba-serbi Pembelaan Kubu Prabowo-Gibran dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Serba-serbi Pembelaan Kubu Prabowo-Gibran dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Nasional
Kecerdasan Buatan Jadi Teman dan Musuh bagi Industri Media

Kecerdasan Buatan Jadi Teman dan Musuh bagi Industri Media

Nasional
Saat Sengketa Pilpres di MK Jadi Panggung bagi Anak Yusril, Otto, Maqdir, dan Henry Yoso...

Saat Sengketa Pilpres di MK Jadi Panggung bagi Anak Yusril, Otto, Maqdir, dan Henry Yoso...

Nasional
Pemerintah Kembali Banding di WTO, Jokowi: Saya Yakin Kita Mungkin Kalah Lagi, tapi...

Pemerintah Kembali Banding di WTO, Jokowi: Saya Yakin Kita Mungkin Kalah Lagi, tapi...

Nasional
Menteri ESDM Pastikan Divestasi Saham PT Freeport Akan Sepaket dengan Perpanjangan Kontrak Hingga 2061

Menteri ESDM Pastikan Divestasi Saham PT Freeport Akan Sepaket dengan Perpanjangan Kontrak Hingga 2061

Nasional
Kata Bahlil Usai Terseret dalam Sidang MK Imbas Dampingi Gibran Kampanye di Papua

Kata Bahlil Usai Terseret dalam Sidang MK Imbas Dampingi Gibran Kampanye di Papua

Nasional
[POPULER NASIONAL] Gugatan Anies dan Ganjar Tak Mustahil Dikabulkan | Harvey Moeis Tersangka Korupsi

[POPULER NASIONAL] Gugatan Anies dan Ganjar Tak Mustahil Dikabulkan | Harvey Moeis Tersangka Korupsi

Nasional
Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar

Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar

Nasional
Soal Perpanjangan Kontrak Shin Tae-yong, Menpora: Prinsipnya Kami Ikuti PSSI

Soal Perpanjangan Kontrak Shin Tae-yong, Menpora: Prinsipnya Kami Ikuti PSSI

Nasional
Soal Potensi Jadi Ketum Golkar, Bahlil: Belum, Kita Lihat Saja Prosesnya

Soal Potensi Jadi Ketum Golkar, Bahlil: Belum, Kita Lihat Saja Prosesnya

Nasional
Tanggal 31 Maret Memperingati Hari Apa?

Tanggal 31 Maret Memperingati Hari Apa?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com