JAKARTA, KOMPAS.com - Rapat pengambilan keputusan Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2020 pada pekan ini terus ditunda.
Setelah rapat pada Rabu (25/11/2020) yang tak membuahkan hasil, rapat berikutnya direncanakan pada Kamis (26/11/2020). Namun, rapat pada Kamis diundur ke Jumat (27/11/2020) yang akhirnya juga kembali ditunda.
Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Supratman Andi Agtas tidak menyebutkan alasannya, tapi dia mengatakan jadwal rapat tengah dibicarakan dengan pemerintah dan DPD.
"Masih dikomunikasikan," kata Supratman saat dihubungi, Jumat.
Dalam rapat pada Rabu malam, ada 36 RUU yang awalnya diusulkan menjadi prioritas. Namun, persetujuan terhadap penyusunan Prolegnas Prioritas 2021 ditunda karena ada tiga usul RUU yang menimbulkan perdebatan dan ditolak mayoritas fraksi DPR.
Baca juga: Rapat Pengambilan Keputusan Prolegnas Prioritas 2021 Kembali Ditunda
Ketiga RUU itu adalah RUU Ketahanan Keluarga, RUU Haluan Ideologi Pancasila (HIP), dan RUU Bank Indonesia.
RUU HIP ditolak tujuh fraksi, sementara satu fraksi yaitu PPP meminta agar ada kajian mendalam terkait surat presiden (surpres) yang materinya berbeda dengan draf RUU. Satu-satunya fraksi yang mendukung RUU HIP adalah PDI Perjuangan.
Kemudian, RUU Ketahanan Keluarga ditolak enam fraksi dan RUU BI ditolak tujuh fraksi.
Desakan terhadap RUU Penghapusan Kekerasan Seksual
Dalam daftar 36 RUU yang diusulkan menjadi prioritas di 2021, salah satunya ada RUU Penghapusan Kekerasan Seksual. RUU PKS sebelumnya sempat dikeluarkan dari Prolegnas Prioritas 2020 saat rapat evaluasi pada Juli.
Amnesty Internasional Indonesia telah mengumpulkan 3.352 surat yang berasal dari masyarakat yang tersebar di seluruh Indonesia.
Baca juga: Komnas Perempuan Desak DPR Masukan RUU PKS ke Prolegnas 2021
Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Usman Hamid mengatakan, surat-surat tersebut berisi desakan kepada DPR RI untuk segera mengesahkan RUU PKS.
"Surat ini adalah wujud keikutsertaan mereka sebagai warga bangsa mewujudkan keadilan dan juga membangun kehormatan terhadap martabat manusia, ikut sertaan mereka sangat lah penting," kata Usman dalam acara Audiensi Virtual, pada Kamis (26/11/2020).
Dalam audiensi virtual tersebut, terdapat satu surat yang ditujukan untuk Ketua DPR RI Puan Maharani. Surat tersebut ditulis dan dibacakan Maria Risya Maharani yang merupakan seorang mahasiswi.
Maria meminta, Puan memperhatikan kasus-kasus kekerasan seksual di Indonesia dengan menyediakan payung hukum yang jelas.
Maria sempat menyinggung kasus kekerasan seksual yang dialami Yuyun yang masih berusia 14 tahun dan kekerasan terhadap mahasiswi di salah satu perguruan tinggi swasta di Yogyakarta.
Ia mengatakan, banyak korban kekerasan seksual tidak mendapatkan perlindungan yang layak dan justru disalahkan.
"Kami meminta payung hukum yang jelas, kami merasa aman dan terlindungi. Kami hanya meminta untuk bisa memperhatikan kekerasan seksual yang masih dianggap hal yang tabu," kata Maria membacakan suratnya.
Baca juga: Lewat Surat, Ketua DPR Didesak Sahkan RUU PKS
Selain itu, Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mendesak DPR agar tetap memasukkan RUU PKS dalam Prolegnas Prioritas 2021.
Desakan ini muncul salah satunya karena masih ada kekerasan yang dialami masyarakat Indonesia khususnya para Perempuan Pembela Hak Asasi Manusia (PPHAM).
Komisioner Komnas Perempuan Retty Ratnawati juga meminta Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak untuk membuat protokol perlindungan pendamping pengadaan layanan atau Perempuan Pembela HAM.
"Segera menjadikan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual yang menjadi payung hukum bagi korban kekerasan seksual agar masuk dalam Prolegnas 2021," ujar Retty dalam konferensi pers, Jumat (27/11/2020).
Utamakan RUU yang mendesak
DPR diminta mempertimbangkan dengan matang daftar RUU Prolegnas Prioritas 2021.
Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen (Formappi) Lucius Karus mengatakan, jangan sampai penyusunan Prolegnas Prioritas hanya formalitas belaka dan dilakukan asal-asalan.
Lucius berharap DPR menimbang urgensi pembentukan suatu RUU yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Baca juga: Tiga RUU Belum Disepakati, Prolegnas Prioritas 2021 Diputuskan Hari Ini
"Badan Legislasi harus mampu memfilter usulan RUU-RUU yang urgensinya sulit dijelaskan dan dipertanggungjawabkan," kata Lucius, Kamis (19/11/2020).
Selain itu, peneliti PSHK Indonesia Nur Sholikin mengingatkan DPR dan pemerintah realistis menyusun Prolegnas Prioritas 2021.
Nur menuturkan, DPR dan pemerintah perlu memilah RUU yang betul-betul memiliki nilai urgensi dan menjawab kebutuhan hukum publik.
DPR dan pemerintah juga harus mempertimbangkan situasi pandemi Covid-19 di Tanah Air saat ini. Menurutnya, RUU yang berpotensi menimbulkan kontroversi sebaiknya ditunda dahulu.
"Dalam menentukan prioritas tahun 2021, DPR dan pemerintah hendaknya juga mempertimbangkan situasi pandemi yang saat ini masih berlangsung," ujar Nur.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.