JAKARTA, KOMPAS.com - Majelis Ulama Indonesia (MUI) membahas lima fatwa dalam Musyawarah Nasional X pada Kamis (26/11/2020).
Terdapat empat fatwa bahasan sekaligus tentang haji dan satu fatwa terkait human deploit cell.
"Ada empat fatwa sekaligus yang terkait dengan haji," kata Pimpinan Sidang Komisi C Munas X MUI 2020 Sholahuddin Al Aiyub dilansir dari rilis resmi di laman www.mui.or.id, Jumat (27/11/2020).
Baca juga: Tutup Munas ke-10 MUI, Wapres: Pemerintah dan Masyarakat Miliki Harapan Besar
Solahuddin mengatakan, empat fatwa terkait haji itu terdiri dari fatwa masker bagi yang sedang Ihram, fatwa pendaftaran haji saat usia dini.
Kemudian, fatwa pembayaran setoran awal haji dengan utang dan pembiayaan serta fatwa penundaan pendaftaran haji bagi yang sudah mampu.
Solahuddin mengungkapkan beberapa alasan pembahasan fatwa terkait haji di Munas X tersebut.
Terkait fatwa pertama, penggunaan masker saat ihram, ia mengatakan, dalam tata cara manasik haji di kondisi Covid-19 kerap menimbulkan pertanyaan.
Ketika haji akan terjadi kerumunan, bagaimana bisa menjaga protokol kesehatan perlu dipastikan, seperti penggunaan masker.
Padahal, kata dia, dalam kondisi sedang berihram, hukum menutup wajah tidak diperbolehkan.
"Begitu juga untuk perempuan, dia itu syaratnya harus membuka penutup mukanya, dalam konteks seperti ini (pandemi Covid-19), dalam hal pelaksanaan aturan terkait manasik," ujar dia.
Baca juga: Kemenag Usul Vaksin Covid-19 untuk Jemaah Haji Sesuai Rekomendasi Arab Saudi
Terkait fatwa kedua rencana pendaftaran haji oleh haji muda yang merupakan salah satu cara bagaimana agar dengan antrean haji yang semakin lama bisa diantisipasi dengan pendaftaran di usia dini.
Dengan demikian, semua umat Islam memiliki kesempatan untuk pergi haji dalam kondisi sehat.
"Ditambah lagi dengan problem semakin panjangnya antrean sehingga waktu berangkat kondisinya sudah sepuh. Bagaimana agar pendaftarannya dimulai sejak usia kecil?" ujar dia.
Kemudian, fatwa ketiga terkait pembayaran setoran awal haji dengan utang dan pembiayaan. Ini muncul karena banyaknya umat Islam yang tidak memiliki dana likuid berlebih.
Ia mengatakan, dana likuid itu dibutuhkan untuk pendaftaran haji, sedangkan masyarakat umumnya cenderung memiliki aset dalam bentuk tanah maupun sejenisnya.
"Boleh atau tidak menggunakan dana talangan haji. Ini diungkit kembali dana talangan haji. Kebijakan Kementerian Agama dalam hal ini tidak membolehkan, ini mustafti (pemohon pertanyaan fatwa) nya adalah BPKH," tutur dia.
Baca juga: Munas Ke-9, Wapres Minta MUI Adaptasi dengan Tantangan Zaman
Solahuddin menyampaikan, pada awalnya, Komisi Fatwa mendaftar sembilan masalah. Namun, masalah itu mengerucut menjadi lima setelah melalui diskusi dan pembobotan.
"Ada proses yang kemudian direspons, kemudian disaring, kemudian dlihat bobot masalahnya. Saat ini setidaknya ada lima masalah sebagaimana saya sebutkan tadi," ucap dia.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.