Munafrizal berpendapat, penugasan kepada TNI hanya dapat dilakukan ketika Polri sudah menyatakan tidak sanggup menangani terorisme.
Baca juga: Komnas HAM: Pelibatan TNI Atasi Terorisme Harus Bersifat Ad Hoc, Tidak Permanen
Oleh sebab itu, ia mengusulkan agar dalam perpres diatur norma yang menyatakan urgensi-urgensi dan alasan mengapa TNI dilibatkan.
"Misalnya, karena ini sudah berskala tinggi. Sehingga kita bisa dapatkan kepastian bahwa pelibatan TNI ini sifatnya ad hoc dan perbantuan, bukan day to day dan bukan juga permanen," jelasnya.
Risiko tumpang tindih
Secara terpisah, Komisioner Komnas HAM Choirul Anam menyarankan pelibatan TNI dalam mengatasi terorisme hanya dalam tahap penindakan.
"Pelibatan TNI dibolehkan untuk penindakan saja, tidak boleh yang lain, hanya penindakan saja, tidak boleh penangkalan, pemulihan, dan sebagainya," ujar Anam dalam diskusi virtual, Selasa (17/11/2020).
Berdasarkan Pasal 2 rancangan perpres, TNI mempunyai tiga fungsi dalam mengatasi terorisme, yakni penangkalan, penindakan, dan pemulihan.
Baca juga: Komnas HAM Sarankan Pelibatan TNI Atasi Terorisme Hanya pada Tahap Penindakan
Anam beralasan, penindakan ini hanya bisa dijalankan TNI karena fungsi penangkalan dan pemulihan dikhawatirkan akan terjadi tumpang-tindih. Tumpang tindih itu, misalnya dengan kewenangan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).
Menurut Anam, tumpang tindih kewenangan tersebut justru akan menyebabkan pelibatan TNI tidak efektif.
"Kalau penangkalan yang di sini itu akan menimbulkan banyak hal, tumpang tindih kewenangan dengan BNPT," kata Anam.
"Kalau penangkalan berupa memata-matai akan bertabrakan dengan BIN, pasti tindakan akan tidak efektif," tutur dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.