JAKARTA, KOMPAS.com - Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) menolak uji materi Undang-undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (UU PPMI) diapresiasi sejumlah pihak, di antaranya Migrant Care dan Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI).
Melalui putusannya, MK dinilai telah menghadang niat jahat Asosiasi Penempatan Tenaga Kerja Indonesia (ASPATAKI) dalam bisnis penempatan pekerja migran. Adapun ASPATAKI merupakan pemohon dalam uji materi ini.
"Putusan MK ini menghadang upaya jahat atau niat jahat ASPATAKI untuk kita kembali kepada masa jahiliyah, di mana regulasi tentang perlindungan pekerja migran itu dikendalikan oleh perusahaan pengirim dan mereka punya ruang keleluasaan yang luar biasa dalam menjalankan bisnis," kata Direktur Eksekutif Migrant Care Anis Hidayah dalam konferensi pers daring, Kamis (26/11/2020).
Baca juga: Mantan Buruh Migran Minta MK Batalkan Gugatan Asosiasi Perusahaan TKI
Anis mengatakan, proses penempatan pekerja migran di luar negeri kerap kali memunculkan bisnis terselubung berupa perdagangan orang. Diajukannya uji materi UU PPMI ke MK diduga bertujuan untuk melanggengkan bisnis ini.
Sejak zaman orde baru, kata Anis, perusahaan penempatan pekerja migran mendapat tempat yang strategis dalam tata kelola migrasi.
Keberadaan sejumlah pasal dalam UU PPMI hasil revisi atau Undang-undang Nomor 18 Tahun 2017 pun dinilai mampu melindungi pekerja migran. Sehingga, ada pihak yang mencoba menggugurkan aturan-aturan tersebut.
Bahkan, kata Anis, dalam persidangan, sejumlah pihak sempat memberikan informasi palsu dengan menyebut bahwa tak pernah ada persoalan terkait penempatan pekerja migran di luar negeri.
Baca juga: Polisi Gagalkan Pengiriman Buruh Migran Ilegal di Cianjur
"Bahkan kesaksian itu diberikan secara resmi dalam kesaksian yang disumpah di depan semua Hakim MK mengatakan mustahil banget perusahaan penempatan pekerja migran itu menempatkan pekerja migran dan kemudian bermasalah," ujar Anis.
Namun demikian, Anis bersyukur Hakim MK tak menutup mata dalam perkara ini. Anis menyebut, ditolaknya permohonan uji materi UU PPMI merupakan momen penting bagi perlindungan pekerja migran.
"Putusan MK ini menurut kami adalah sangat penting dan monumental bagi perjalanan perlindungan pekerja migran di Indonesia mengingat posisi perusahaan penempatan pekerja migran selama ini di circle politik itu mereka punya pengaruh di kekuasaan," kata dia.
Selamatkan buruh migran
Hal serupa juga disampaikan oleh Koordinator Departemen Komunikasi dan Media SBMI, Figo Kurniawan.
Figo mengatakan, 3 pasal UU PPMI yang digugat ke MK justru merupakan jantung perlindungan pekerja migran.
Baca juga: Mengenal Sistem Kafala di Arab Saudi: Buruh Migran Kerja 24 Jam, Ada yang Ingin Bunuh Diri
Dengan menolak permohonan uji materi UU tersebut, SBMI menilai MK telah menyelamatkan buruh migran dari praktik perdagangan orang melalui modus pengiriman pekerja migran.
Seandainya MK mengabulkan permohonan pemohon untuk menghapus pasal-pasal itu, kata Figo, MK sama saja membuka keran perdagangan orang.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.