JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait izin ekspor benih lobster. Edhy ditetapkan sebagai tersangka setelah terjaring operasi tangkap tangan di Bandara Soekarno Hatta, Rabu (25/11/2020) dini hari.
"KPK menyimpulkan adanya dugaan tindak pidana korupsi berupa penerimaan hadiah atau janji oleh Penyelenggara Negara terkait dengan perizinan tambak, usaha dan atau pengelolaan perikanan atau komoditas perairan sejenis lainnya tahun 2020," kata Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango dalam konferensi pers, Rabu malam.
Baca juga: KPK Tetapkan Menteri Edhy Prabowo sebagai Tersangka
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra tersebut ditangkap KPK di Bandara Soekarno-Hatta setibanya dari kunjungan kerja di Honolulu, Hawaii, Amerika Serikat.
Ada 17 orang yang diamankan KPK dalam rangkaian OTT yang juga berlangsung di Jakarta, Depok, dan Bekasi tersebut. Setelah melakukan pemeriksaan intensif, KPK menetapkan tujuh orang tersangka dalam kasus tersebut.
Selain Edhy, enam tersangka lainnya adalah staf khusus Menteri Kelautan dan Perikanan Safri dan Andreau Pribadi Misata, pengurus PT Aero Citra Kargo Siswadi, staf istri Menteri Kelautan dan Perikanan Ainul Faqih, Direktur PT Dua Putra Perkasa Suharjito, serta seorang pihak swasta bernama Amiril Mukminin.
Baca juga: Selain Menteri Edhy Prabowo, KPK Tetapkan 6 Tersangka Lainnya
Edhy, Safri, Siswadi, Ainul dan Suharjito langsung ditahan KPK setelah ditetapkan sebagai tersangka, sedangkan Andreau dan Amiril tidak terjaring dalam operasi tangkap tangan.
"KPK mengimbau kepada dua tersangka yaitu APM dan AM untuk dapat segera menyerahkan diri ke KPK," ujar Nawawi.
Diduga terima Rp 3,4 Miliar
Kasus ini bermula pada Mei 2014 ketika Edhy menerbitkan Surat Keputusan Nomor 53/KEP MEN-KP/2020 tentang Tim Uji Tuntas Perizinan Usaha Perikanan Budidaya Lobster.
Dalam surat itu, Edhy menunjuk dua staf khususnya, Andreau pribadi Misata dan Safri sebagai Ketua Pelaksana dan Wakil Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas.
"Salah satu tugas dari Tim ini adalah memeriksa kelengkapan administrasi dokumen yang diajukan oleh calon eksportir benur," kata Nawawi.
Baca juga: Ditetapkan sebagai Tersangka, Edhy Prabowo Ditahan KPK
Selanjutnya, pada awal Oktober 2020, Direktur PT Dua Putra Perkasa (PT DPP) Suharjito menemui Safri di Kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
"Dalam pertemuan tersebut, diketahui bahwa untuk melakukan ekspor benih lobster hanya dapat melalui forwarder PT ACK (Aero Citra Kargo) dengan biaya angkut Rp 1.800 per ekor yang merupakan kesepakatan antara AM (Amiril Mukminin) dengan APS (Andreau) dan SWD (Siswadi, pengurus PT ACK)," kata Nawawi.
Atas kegiatan ekspor benih lobster itu, PTT PP mengirim uang sejumlah Rp 731.573.564 ke rekening PT ACK.
Hal itu pun membuahkan hasil, atas arahan Edhy melalui Tim Uji Tuntas, PT DPP memperoleh penetapan kegiatan ekspor benih lobster dan telah melakukan 10 kali pengiriman menggunakan perusahaan.
Baca juga: Ditetapkan sebagai Tersangka, Edhy Prabowo Minta Maaf ke Jokowi dan Prabowo