JAKARTA, KOMPAS.com – Koordinator Nasional Perhimpunan Guru/P2G Satriwan Salim mengatakan, pandemi Covid-19 membuat guru melakukan perubahan-perubahan secara cepat.
Perubahan itu, kata dia, juga termasuk pola interaksi ke murid, ke sesama guru hingga ke orangtua murid.
"Biasanya guru merasa sekolah sebagai rumah kedua, bahkan bisa sampai malam di sekolah. Sekarang dengan pandemi ini, kami dipaksa oleh keadaan untuk mencoba dengan adaptasi-adaptasi baru," kata Satriwan dalam diskusi di Graha BNPB, Rabu (25/11/2020).
"Begitu juga dalam mengajar, kita dipaksa juga oleh pandemi untuk memahami dan bereksperimen dengan teknologi digital," tuturnya.
Baca juga: Sekolah Tatap Muka Dibolehkan Mulai Januari 2021, Ini Teknis Pelaksanaan dan Imbauan Pemerintah
Satriwan menuturkan, adaptasi dengan teknologi hanya dilakukan oleh guru di daerah, kota/kabupaten yang memiliki internet dan jaringan serta memiliki gawai atau laptop.
"Tapi bagi kawan-kawan kita, guru yang jaringan internetnya masih susah, tidak punya gawai apalagi laptop mereka ini tantangannya lebih berat," kata Satriwan.
"Dan pengorbanannya juga saya rasa lebih-lebih dari kami-kami yang daring ini, mereka kawan-kawan guru kita pergi ke rumah-rumah murid untuk mengajar dengan protokol kesehatan," ucapnya.
Lebih jauh dari itu, Satriwan mengatakan, bahkan ada anggota perhimpunan guru yang sampai menyewa motor trail dari Perhutani.
"Kok harus sewa motor? Ya karena rumah anak-anak muridnya itu jauh dan harus melewati perkebunan," kata dia.
Baca juga: Kisah Guru di Sumenep: Jika Hujan, Hanya Bisa Jangkau 4 dari 19 Murid karena Akses Sulit
Kendati demikian, Satriwan menilai tidak hanya guru yang merasakan paksaan dari adanya pandemi Covid-19, tetapi juga dirasakan oleh murid.
Ia mengatakan, awal-awal pandemi adalah bagian terberat dalam perubahan proses belajar mengajar. Menurutnya, banyak yang memindahkan kondisi belajar dari sekolah ke rumah.
Guru bahkan harus memberikan penugasan setiap hari dengan waktu mengajar tujuh hingga delapan jam per hari.
"Tetapi guru-guru, sekolah, melakukan evaluasi, serta minta pendapat ke orangtua, akhirnya berubah polanya, yang tadinya memindahkan belajar normal ke online sekarang di fase ke dua, ini setelah tahun ajaran baru, diubah menjadi hanya tiga sampai empat jam," kata Satriwan.
"Untuk juga jaga kesehatan mata, supaya enggak pusing melihat layar, dan sakit pinggang," tutur dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.