Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Mustakim
Jurnalis

Eksekutif Produser program talkshow Satu Meja The Forum dan Dua Arah Kompas TV

Jokowi dan Masa Depan Demokrasi

Kompas.com - 25/11/2020, 11:02 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

AKANKAH demokrasi bisa mati di negeri ini?

Pertanyaan itu tiba-tiba menyeruak dan menjadi topik diskusi usai buku How Democracies Die viral. Buku karya Steven Levitsky dan Daniel Ziblatt ini ramai diperbincangkan usai Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengunggah foto sedang membaca buku tersebut pada Minggu (22/11).

Buku yang edisi Indonesianya berjudul Bagaimana Demokrasi Mati ini itu berisi hasil penelitian dan pengamatan Levitsky dan Ziblatt terhadap kematian demokrasi di sejumlah negara.

Baca juga: Anies Unggah Foto Sedang Baca Buku How Democracies Die

 

Dalam buku itu, Levitsky-Ziblatt membeberkan catatan sejarah soal kematian demokrasi yang tak selalu dimulai oleh jenderal militer lewat kudeta. Kisah kematian demokrasi yang monumental justru datang dari proses paling demokratis.

Mengebiri demokrasi

Dua guru besar dari Harvard ini menjadikan karier politik Adolf Hitler, Benito Mussolini, dan Chavez sebagai contoh. Ketiganya gagal meraih tampuk kekuasaan lewat kudeta, namun berhasil menjadi diktator melalui proses yang demokratis.

Menurut Levitsky dan Ziblatt, kematian demokrasi lewat jalur elektoral yang demokratis membuat warga tidak sadar. Banyak orang yang percaya mereka masih hidup dalam demokrasi meski tanda-tanda kediktatoran sudah di depan mata.

Dalam kudeta klasik, kata Levitsky-Ziblatt, kematian demokrasi tampak jelas. Istana dibakar dan presiden terbunuh, dipenjara, atau diasingkan.

Namun hal itu tak terjadi dalam kematian demokrasi lewat pemilu. Pasalnya, konstitusi dan lembaga berlabel demokratis lainnya tetap ada.

Media massa masih bisa terbit, namun "dibeli" penguasa atau ditekan sehingga menyensor diri. Rakyat juga masih bisa mengkritik pemerintah tapi mereka akan menghadapi masalah hukum atau masalah lainnya.

Buku ini menyebut, diktator bisa lahir saat partai politik mulai melemah dan tergiur sosok kharismatik di luar parpol yang punya banyak pendukung.

Ada 4 ciri diktator yang disebut dalam buku ini yakni, menolak aturan main demokrasi, menyangkal legitimasi lawan, menoleransi atau menyerukan kekerasan, dan menunjukkan kesediaan membatasi kebebasan sipil lawan, termasuk media massa.

Potret demokrasi Indonesia

Sejumlah kalangan menyebut, saat ini demokrasi di Indonesia mengalami kemunduran. Hal itu ditandai dengan semakin minimnya partisipasi publik dalam proses pengambilan kebijakan, menyusutnya kebebasan berekspresi serta kriminalisasi aktivis dan tokoh oposisi.

Mengutip Kompas.com, Peneliti Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) Wijayanto menilai, kondisi demokrasi Indonesia saat ini mengalami kemunduran. Kemunduran tersebut disebabkan kebijakan-kebijakan yang diambil pemerintahan Jokowi hanya fokus pada beberapa sektor.

Baca juga: Peneliti LP3ES: Kebijakan Pemerintahan Jokowi Berdampak Kemunduran Demokrasi

Kebijakan pemerintahan Jokowi yang berdampak pada iklim demokrasi itu terlihat dalam riset yang berjudul Jokowi and The New Developmentalism yang dilakukan The Australian National University.

Riset tersebut menyebutkan bahwa Presiden Jokowi mengambil kebijakan yang fokus pada sektor pembangunan infrastruktur. Namun, pemerintah mengabaikan persoalan lain di Indonesia seperti perlindungan hak asasi manusia dan pemberantasan korupsi.

Kemunduran demokrasi juga terlihat dari kengototan pemerintah dalam proses pembentukan dan pengesahan omnibus law UU Cipta Kerja.

Menurut Wijayanto, pemerintah tetap melanjutkan pembahasan RUU Cipta Kerja meski menuai banyak kritik dan penolakan. Teror terhadap orang-orang yang mengkritisi beleid ini termasuk teguran terhadap akademisi juga bentuk kemunduran demokrasi.

Sebelumnya, hasil survei yang dilakukan Indikator Politik Indonesia juga menunjukkan, sebagian besar masyarakat menilai bahwa Indonesia makin tidak demokratis. Persepsi publik terhadap tingkat demokratisasi di Indonesia semakin menurun.

Warga semakin takut menyatakan pendapat dan berdemonstrasi. Upaya mengkritisi dan mengoreksi kebijakan pemerintah ditekan. Caranya beragam mulai dari pembatasan akses, kriminalisasi hingga peretasan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 28 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 28 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
'Checks and Balances' terhadap Pemerintahan Dinilai Lemah jika PDI-P Gabung Koalisi Prabowo

"Checks and Balances" terhadap Pemerintahan Dinilai Lemah jika PDI-P Gabung Koalisi Prabowo

Nasional
Nasdem Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran, Berikut Daftar Koalisi Terbaru Indonesia Maju

Nasdem Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran, Berikut Daftar Koalisi Terbaru Indonesia Maju

Nasional
PKS Temui PKB Bahas Potensi Kerja Sama untuk Pilkada 2024, Jateng dan Jatim Disebut

PKS Temui PKB Bahas Potensi Kerja Sama untuk Pilkada 2024, Jateng dan Jatim Disebut

Nasional
Dilaporkan ke Dewas, Wakil Ketua KPK Bantah Tekan Pihak Kementan untuk Mutasi Pegawai

Dilaporkan ke Dewas, Wakil Ketua KPK Bantah Tekan Pihak Kementan untuk Mutasi Pegawai

Nasional
Lantik Sekjen Wantannas, Menko Polhukam Hadi Ingatkan Situasi Keamanan Dunia yang Tidak Pasti

Lantik Sekjen Wantannas, Menko Polhukam Hadi Ingatkan Situasi Keamanan Dunia yang Tidak Pasti

Nasional
Dudung Abdurahman Datangi Rumah Prabowo Malam-malam, Mengaku Hanya Makan Bareng

Dudung Abdurahman Datangi Rumah Prabowo Malam-malam, Mengaku Hanya Makan Bareng

Nasional
Idrus Marham Sebut Jokowi-Gibran ke Golkar Tinggal Tunggu Peresmian

Idrus Marham Sebut Jokowi-Gibran ke Golkar Tinggal Tunggu Peresmian

Nasional
Logo dan Tema Hardiknas 2024

Logo dan Tema Hardiknas 2024

Nasional
Nasdem Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran, Nasib Koalisi Perubahan di Ujung Tanduk

Nasdem Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran, Nasib Koalisi Perubahan di Ujung Tanduk

Nasional
PKS Undang Prabowo ke Markasnya, Siap Beri Karpet Merah

PKS Undang Prabowo ke Markasnya, Siap Beri Karpet Merah

Nasional
Selain Nasdem, PKB Juga Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Selain Nasdem, PKB Juga Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
BRIN Bahas Pengembangan Satelit untuk Waspadai Permasalahan Keamanan Antariksa

BRIN Bahas Pengembangan Satelit untuk Waspadai Permasalahan Keamanan Antariksa

Nasional
Nasdem dukung Prabowo-Gibran, Golkar Tak Khawatir Jatah Menteri Berkurang

Nasdem dukung Prabowo-Gibran, Golkar Tak Khawatir Jatah Menteri Berkurang

Nasional
GASPOL! Hari Ini: Hasto Kristiyanto dan Hadirnya Negara Kekuasaan

GASPOL! Hari Ini: Hasto Kristiyanto dan Hadirnya Negara Kekuasaan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com