Bukan tanpa sebab, menurut dia, ada kepentingan politik yang menjadi latar belakang rencana revisi UU BPK tersebut.
"Kenapa kita sangat khawatir kalau itu harus dilakukan sekarang? Kita tahu ada hubungan kekerabatan misalnya antara anggota BPK misalnya pimpinan fraksi di DPR. Itu yang kemudian membuat kita sangat khawatir usulan ini kemudian didorong orang per orang di BPK dan lalu disambut oleh DPR," kata Lucius.
Sepanjang 2020, Formappi mencatat, DPR baru mengesahkan 3 RUU dari total target 37 RUU.
Ketiga RUU ini di antaranya RUU tentang Mineral dan Batu Bara (Minerba), Omnibus Law RUU Cipta Kerja (Ciptaker) dan RUU tentang Kerja Sama Indonesia dengan Swedia di Bidang Pertahanan.
Baca juga: Terkait Putusan Kasus Jerinx, Anggota Komisi III: UU ITE Perlu Direvisi
Di samping itu, Lucius mengatakan, DPR perlu mengkaji beberapa aturan yang ada agar tidak terjadi tumpang tindih regulasi.
Menurut dia, masih banyak produk legislasi yang dikeluarkan oleh DPR terlihat tumpang tindih dengan aturan lain.
Pada Senin (23/11/2020) telah diselenggarakan Rapat Kerja pertama antara Badan Legislasi (Baleg) DPR, Menteri Hukum dan HAM, dan Panitia Perancangan Undang-Undang (PPUU) DPD.
Sepanjang minggu ini akan dijadwalkan rapat-rapat Panitia Kerja (Panja) Penyusunan Prolegnas Prioritas 2021.
Targetnya, Kamis (26/11/2020) dapat ditetapkan Prolegnas Prioritas 2021 dalam Rapat Kerja Baleg, Menkumham, dan PPUU.
Tulis komentar dengan menyertakan tagar #JernihBerkomentar dan #MelihatHarapan di kolom komentar artikel Kompas.com. Menangkan E-Voucher senilai Jutaan Rupiah dan 1 unit Smartphone.
Syarat & Ketentuan