Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

20 Tahun UU Pengadilan HAM, Bagaimana Agenda Penuntasan Kasus Pelanggaran HAM Berat?

Kompas.com - 24/11/2020, 09:14 WIB
Nicholas Ryan Aditya,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM telah berusia 20 tahun. Namun, masih banyak kasus pelanggaran HAM berat yang belum juga terselesaikan.

Padahal, banyak pihak berharap UU Pengadilan HAM dapat menjadi pijakan bagi pemerintah dalam menuntaskan kasus.

Baca juga: Komnas HAM: Penegakan HAM Seharusnya Tidak Jadi Perkara yang Sulit bagi Pemerintah

Staf Divisi Advokasi Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Tioria Pretty mengatakan, sampai saat ini ada 12 kasus pelanggaran HAM berat di Indonesia yang belum dituntaskan.

Dua belas kasus tersebut kini masih dalam tahap penyelidikan oleh Komnas HAM. Sementara tiga pelanggaran HAM berat lainnya sudah dituntaskan.

"Kita bisa lihat ada 15 kasus sejauh ini yang sedang dan telah diperiksa oleh Indonesia berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000. Sejauh ini ada 12 kasus yang masih di tahap penyelidikan, dan tiga yang sudah diadili," kata Tioria dalam webinar bertajuk Melawan Impunitas: Catatan Kritis 20 Tahun UU Pengadilan HAM, Senin (23/11/2020).

Baca juga: Mantan Jaksa Agung Ini: 3 Hal Ini Akan Terjadi jika Kasus HAM Berat Masa Lalu Tak Diselesaikan

Trioria menuturkan, dua belas kasus pelanggaran HAM berat yang belum dituntaskan yakni Peristiwa Tragedi Kemanusiaan 1965-1966, Penembakan Misterius 1982-1985, Peristiwa Talangsari Lampung 1998, Peristiwa Trisakti, Semanggi I dan Semanggi II.

Kemudian, Peristiwa Penghilangan Orang Secara Paksa 1997-1998, Kerusuhan Mei 1998, Peristiwa Simpang KKA Aceh 3 Mei 1999, Peristiwa Jambu Keupok Aceh 2003, Peristiwa Pembunuhan Dukun Santet 1998-1999, Peristiwa Rumah geudong Aceh 1998, Peristiwa Paniai 2014, Peristiwa Wasior dan Wamena 2001.

Sementara kasus pelanggaran HAM berat yang sudah diadili yakni Peristiwa Tanjung Priok, Peristiwa Timor Timur dan Peristiwa Abepura.

Belum efektif

Trioria berpendapat, banyaknya kasus yang belum dituntaskan menunjukkan bahwa UU Pengadilan HAM belum efektif memberikan akses atas keadilan bagi korban dan keluarga korban.

"Ini bukan hanya kesimpulan, tapi juga pengalaman yang kita semua bisa saksikan kejadiannya saat ini," ujar Tioria.

Baca juga: Utang yang Tak Kunjung Lunas: Pelanggaran HAM Berat pada Masa Lalu

Menurut Trioria, ada dua faktor yang membuat UU Pengadilan HAM menjadi tidak efektif. Pertama, minimnya minimnya political will atau kemauan politik negara dalam menuntaskan kasus.

Sementara, banyak mekanisme penuntasan kasus dalam UU Pengadilan HAM yang melibatkan proses politik. Ia mencontohkan adanya mekanisme pembentukan pengadilan HAM yang memerlukan rekomendasi DPR.

"Terakhirnya pembentukan pengadilan HAM itu ada di tangan presiden. Jadi kita lihat di sini ada banyak aspek politik yang bermain," ungkapnya.

Baca juga: Kontras Nilai UU Pengadilan HAM Belum Efektif Beri Akses Keadilan

Pokok permasalahan kedua, kata Trioria, adanya celah normatif yang memungkinkan penundaan proses terkait penyelidikan, penyidikan, dan pengadilan secara terus-menerus.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Fahira Idris: Pendekatan Holistik dan Berkelanjutan Diperlukan dalam Pengelolaan Kawasan Aglomerasi Jabodetabekjur

Fahira Idris: Pendekatan Holistik dan Berkelanjutan Diperlukan dalam Pengelolaan Kawasan Aglomerasi Jabodetabekjur

Nasional
KPK: Baru 29 Persen Anggota Legislatif yang Sudah Serahkan LHKPN

KPK: Baru 29 Persen Anggota Legislatif yang Sudah Serahkan LHKPN

Nasional
Dewas Sudah Teruskan Aduan Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar ke Deputi Pimpinan

Dewas Sudah Teruskan Aduan Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar ke Deputi Pimpinan

Nasional
Rekening Jaksa KPK yang Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar Diperiksa

Rekening Jaksa KPK yang Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar Diperiksa

Nasional
Kasus Kredit Ekspor LPEI, KPK Buka Peluang Tetapkan Tersangka Korporasi

Kasus Kredit Ekspor LPEI, KPK Buka Peluang Tetapkan Tersangka Korporasi

Nasional
Pakar Hukum Dorong Percepatan 'Recovery Asset' dalam Kasus Korupsi Timah yang Libatkan Harvey Moeis

Pakar Hukum Dorong Percepatan "Recovery Asset" dalam Kasus Korupsi Timah yang Libatkan Harvey Moeis

Nasional
Sidak ke Kalteng, Satgas Pangan Polri Minta Pasar Murah Diintensifkan Jelang Lebaran

Sidak ke Kalteng, Satgas Pangan Polri Minta Pasar Murah Diintensifkan Jelang Lebaran

Nasional
Puspen TNI Sebut Denpom Jaya Dalami Dugaan Prajurit Aniaya Warga di Jakpus

Puspen TNI Sebut Denpom Jaya Dalami Dugaan Prajurit Aniaya Warga di Jakpus

Nasional
Bea Cukai dan Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Gagalkan Peredaran Serbuk MDMA dan Kokain Cair

Bea Cukai dan Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Gagalkan Peredaran Serbuk MDMA dan Kokain Cair

Nasional
TNI Kirim Payung Udara, Bisa Angkut 14 Ton Bantuan untuk Warga Gaza Via Udara

TNI Kirim Payung Udara, Bisa Angkut 14 Ton Bantuan untuk Warga Gaza Via Udara

Nasional
Tersangka Kasus Korupsi Timah Diyakini Bisa Bertambah 2-3 Kali Lipat jika Diusut Lewat TPPU

Tersangka Kasus Korupsi Timah Diyakini Bisa Bertambah 2-3 Kali Lipat jika Diusut Lewat TPPU

Nasional
Pakar Hukum Duga Ada 'Orang Kuat' Lindungi Kasus Korupsi Timah yang Jerat Harvey Moeis

Pakar Hukum Duga Ada "Orang Kuat" Lindungi Kasus Korupsi Timah yang Jerat Harvey Moeis

Nasional
Gerindra: Prabowo Tidak Cuma Janji Kata-kata, Dia 'The New Soekarno'

Gerindra: Prabowo Tidak Cuma Janji Kata-kata, Dia "The New Soekarno"

Nasional
TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

Nasional
Terseretnya Nama Jokowi dalam Pusaran Sengketa Pilpres 2024 di MK...

Terseretnya Nama Jokowi dalam Pusaran Sengketa Pilpres 2024 di MK...

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com