JAKARTA, KOMPAS.com - Narapidana kasus korupsi hak tagih (cessie) Bank Bali, Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra, disebut pernah terendus di Taiwan dan Korea Selatan sebelum ditangkap pada Juli 2020.
Hal itu diungkapkan Komjen (Purn) Setyo Wasisto saat menjadi saksi dalam kasus dugaan korupsi terkait penghapusan red notice Djoko Tjandra dengan terdakwa Brigjen (Pol) Prasetijo Utomo di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (23/11/2020).
Sekretaris National Central Bureau (NCB) Interpol Indonesia pada Divisi Hubungan Internasional Polri periode 2013-2015 itu mengaku pernah bersurat dengan NCB Interpol Taiwan lantaran ada informasi keberadaan Djoko Tjandra.
Baca juga: Dituduh Terima Uang dari Djoko Tjandra, Irjen Napoleon Tunggu Pembuktian Tommy Sumardi
“Kami minta kerja sama NCB Interpol Taiwan memberikan atensi dan apabila masuk ke (Taiwan) agar bisa ditangkap dan ditahan," kata Setyo saat sidang, seperti dikutip dari Tribunnews.com.
Selain itu, Setyo menuturkan, pihaknya juga pernah bersurat dengan pihak Interpol di Korea Selatan.
Menurutnya, hal itu dilakukan setelah pihaknya mendapat informasi bahwa anak Djoko Tjandra akan menikah di Negara Ginseng tersebut.
“Kami dapat informasi saya lupa putra atau putri Djoko Tjandra menikah di Korea sehingga, kami berharap ada kerja sama Interpol Korea menangkap yang bersangkutan apabila masuk Korea," tuturnya.
Baca juga: Mantan Sekretaris NCB Interpol Indonesia Ungkap Red Notice Djoko Tjandra Alami Beberapa Penambahan
Setyo yang juga pernah menjabat sebagai Kadiv Humas Polri itu mengaku tak ingat secara pasti kejadian tersebut.
Namun, menurutnya, hal itu terjadi saat ia masih menjabat sebagai Sekretaris NCB Interpol Indonesia.
“Taiwan 2014, Korea 2015 kalau tidak salah," ucap dia.
Adapun total terdapat empat terdakwa dalam kasus red notice ini.
Djoko Tjandra didakwa menyuap dua jenderal polisi yakni Irjen Napoleon Bonaparte dan Brigjen (Pol) Prasetijo Utomo.
Sementara itu, Tommy Sumardi didakwa menjadi perantara suap dari Djoko Tjandra kepada dua jenderal polisi tersebut.
Baca juga: Saksi Ungkap Informasi Surat Palsu Pemberitahuan Terhapusnya Red Notice Djoko Tjandra
Untuk Irjen Napoleon, ia didakwa menerima uang dari Djoko Tjandra sebesar 200.000 dollar Singapura dan 270.000 dollar Amerika Serikat atau Rp 6,1 miliar.
JPU mendakwa Prasetijo menerima uang sebesar 150.000 dollar AS atau sekitar Rp 2,2 miliar dalam kasus tersebut.
Menurut JPU, atas berbagai surat yang diterbitkan atas perintah Napoleon, pihak Imigrasi menghapus nama Djoko Tjandra dari daftar pencarian orang (DPO).
Djoko Tjandra yang merupakan narapidana kasus Bank Bali itu pun bisa masuk ke Indonesia dan mengajukan PK ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Juni 2020 meski diburu kejaksaan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.