JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Utama PT Bio Farma Honesti Basyir mengatakan, pihaknya segera memberikan sejumlah data kelengkapan bakal vaksin Sinovac kepada Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Data-data tersebut digunakan untuk mendukung penerbitan izin penggunaan vaksin dalam kondisi darurat Emergency Use Authorization (EUA) pada 2021.
"Memang ada beberapa data atau pendukung lain yang harus kami berikan ke BPOM agar BPOM bisa mengevaluasi dan mengeluarkan EUA di pekan pekan ketiga atau pekan keempat Januari 2021," ujar Honesti dalam konferensi pers secara daring, Kamis (19/11/2020).
Baca juga: BPOM: Izin Darurat Vaksin Covid-19 Harus Sesuai WHO, Tak Bisa Dikarang
Beberapa data yang dimaksud antara lain, hasil uji klinis satu dan dua bakal vaksin Sinovac yang sudah dilakukan China.
Kemudian, interim report terhadap uji klinis tahap tiga bakal vaksin Sinovac di Brazil dan interim report uji klinis di bakal vaksin Sinovac di Bandung.
"Kami harap ini bisa kita manage dengan baik. Sehingga mempermudah BPOM dan hasilnya nanti bisa untuk pekan keempat 2021," tegas Honesti.
Lebih lanjut dia menjelaskan, proses uji klinis bakal vaksin Sinovac di Bandung berjalan lancar. Hingga saat ini, kata Honesti, belum ada kejadian khusus setelah vaksin disuntkkan kepada para relawan.
"Harapan kami, uji klinis ini bisa berikan suatu hasil yang bagus yang tentunya bisa memberikan harapan besar bagi masyarakat Indonesia," ucap Honesti.
Baca juga: BPOM Bisa Keluarkan Izin Penggunaan Darurat Vaksin Covid-19 Januari 2021, Apa Alasannya?
Sebelumnya, Kepala BPOM Penny Lukito mengatakan, izin penggunaan vaksin dalam kondisi darurat atau Emergency Use Authorization (EUA) untuk vaksin Covid-19 tidak bisa dikeluarkan begitu saja.
Untuk mendapatkan EUA, ada ketentuan dari Badan Kesehatan Dunia ( WHO) yang harus diikuti.
Prosedur EUA ini mengacu pada pedoman persetujuan kedaruratan dari WHO (WHO Emergency Listing), US Food and Drug Administration (EUA), dan European Medicines Agency/EMA (Conditional Approval).
"Untuk mendapatkan EUA, sudah ada juga kesepakatan yang diberikan oleh WHO. Sehingga EUA (untuk Covid-19) tidak dikarang sendiri," ujar Penny dalam konferensi pers daring pada Kamis (19/11/2020).
Baca juga: Pastikan Vaksin Covid-19 Aman dan Halal, Satgas: Kami Minta Masyarakat Tak Takut
Menurutnya, jika sudah ada ketentuan dari WHO, maka seluruh negara harus mengikuti standar itu.
Penny lantas menjelaskan sejumlah syarat pemberian EUA, antara lain vaksin harus sudah memiliki data uji klinis fase satu dan uji klinis fase dua secara lengkap. Kemudian data analisis interim uji klinis fase tiga untuk menunjukkan khasiat dan keamanannya.
Dalam konteks uji bakal vaksin Sinovac di Bandung, Penny menyebut pihaknya masih menunggu kelengkapan data-data yang dibutuhkan.
"Jadi (untuk Sinovac) tidak begitu saja kami keluarkan. EUA ini menunggu sampai data lengkap," katanya.
Baca juga: Satgas Covid-19: Tak Ditemukan Gejala Berbahaya pada Uji Klinis Vaksin Sinovac di Indonesia
Penny menuturkan, setelah vaksin mendapat persetujuan penggunaan, pengawalan mutu vaksin di sepanjang jalur distribusi nantinya akan menjadi tanggung jawab dari industri farmasi dan distributor yang ditunjuk.
Dalam proses penyaluran di sarana pemerintah diperlukan peran aktif berbagai pihak sesuai kewenangan masing-masing.
"BPOM akan melakukan pengawasan dan pendampingan dalam penerapan cara distribusi obat yang baik. Sebab, vaksin merupakan produk rantai dingin (cold chain product) yang sensitif terhadap perubahan suhu," tutur Penny.
"Sehingga upaya dan kontrol yang ketat di sepanjang jalur distribusi sangat diperlukan agar mutu dan stabilitas vaksin tetap terjaga sampai kemudian digunakan oleh end user (pasien)," lanjutnya.
Baca juga: Survei Vaksin Covid-19: Mayoritas Penduduk Indonesia Bersedia Divaksinasi
Adapun uji klinik bakal vaksin Sinovac di Indonesia merupakan uji klinik fase tiga yang dilaksanakan oleh Tim Peneliti Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran melalui kerja sama PT. Bio Farma dengan Sinovac Biotech Cina.
Hingga saat ini, sebanyak 1.620 subjek uji klinik telah menerima suntikan pertama vaksin (hari ke-0). Dari jumlah itu, sebanyak 1.603 subjek telah menerima suntikan kedua (hari ke-14).
Proses selanjutnya adalah pengamatan terhadap khasiat dan keamanan vaksin pada semua subjek mulai dari setelah pemberian suntikan pertama hingga enam bulan sesudah pemberian suntikan kedua.
"Sekaligus pengamatan terhadap kemungkinan terjadinya kejadian tidak diinginkan pasca-imunisasi," tambah Penny.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.