Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Koalisi Selamatkan Konstitusi Minta Hakim Nyatakan UU MK Hasil Revisi Cacat Formil

Kompas.com - 19/11/2020, 20:55 WIB
Sania Mashabi,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Koalisi Selamatkan Konstitusi meminta Mahkamah Konstitusi menyatakan pembentukan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2020 tentang Mahkamah Konstitusi atau UU MK hasil revisi cacat formil dan bertentangan dengan UUD 1945, serta tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat.

Hal itu disampaikan dalam petitum permohonan yang disampaikan salah satu perwakilan koalisi dalam sidang pengujian atau judicial review UU MK yang disiarkan secara daring, Kamis (19/11/2020).

Kemudian, Koalisi juga meminta MK menyatakan UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 8 Tahun 2011 tentang perubahan atas UU Nomor 24 tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi berlaku kembali.

Baca juga: Sidang Uji Materi UU MK, Ini Pasal-pasal yang Dipermasalahkan Pemohon

Terkait uji materiil, koalisi meminta majelis mengabulkan permohonan seluruhnya terkait beberapa pasal yang dimohonkan untuk diuji, yakni:

1. Menyatakan Pasal 15 ayat 2 huruf D UU Nomor 7 Tahun 2020 tentang Mahkamah Konstitusi, bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

Serta memberlakukan kembali pasal 15 ayat 2 huruf D undang-undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang perubahan atas UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi.

2. Menyatakan pasal 15 ayat 2 huruf H UU Nomor 7 Tahun 2020 tentang Mahkamah Konstitusi, sepanjang frasa dan atau untuk calon hakim yang berasal dari lingkungan Mahkamah Agung sedang menjabat sebagai hakim tinggi atau sebagai hakim agung bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

3. Menyatakan Pasal 18 ayat 1 UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, sepanjang frasa diajukan masing-masing tiga orang oleh hakim agung, tiga orang oleh DPR, tiga orang oleh presiden bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai:

  • Calon hakim konstitusi yang diusulkan bukan merupakan representasi atau perwakilan dari lembaga dan profesi dari masing-masing lembaga. Akan tetapi merupakan representasi dari publik secara luas.
  • Mahkamah Agung, DPR dan presiden sebatas pengusul dari hakim konstitusi.

4. Menyatakan penjelasan Pasal 19 UU 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, sepanjang frasa calon hakim konstitusi, bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai:

  • Pengumuman pendaftaran calon hakim konstitusi, nama-nama bakal calon hakim konstitusi, dan nama-nama calon hakim konstitusi.

5. Menyatakan Pasal 20 ayat 1 UU Nomor 7 Tahun 2020 tentang Mahkamah Konstitusi, sepanjang frasa diatur oleh masing-masing lembaga yang berwenang bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai:

  • Diatur oleh masing-masing lembaga yang berwenang dengan tata cara seleksi, pemilihan dan pengajuan hakim konstitusi dengan prosedur dan standar yang sama.

Baca juga: Sidang Pengujian UU MK, Pemohon Ungkap Dugaan Pelanggaran Konstitusional

6. Menyatakan Pasal 20 ayat 2 UU Nomor 7 Tahun 2020 tentang Mahkamah Konstitusi, sepanjang kata objektif, akuntabel, transparan dan terbuka, bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai:

  • A. Objektif adalah lembaga pengusul membentuk panitia seleksi untuk melakukan fit and proper test dan penilaian terhadap calon hakim konstitusi berdasarkan kriteria konstitusional dalam Pasal 24C ayat 5 UUD 1945.

    Panitia seleksi terdiri atas unsur lembaga pengusul, unsur akademisi atau pakar hukum, unsur mantan hakim konstitusi, unsur tokoh masyarakat dan unsur Komisi Yudisial. Kandidat yang terpilih untuk diusulkan menjadi hakim konstitusi ialah yang memperoleh penilaian tertinggi dari panitia seleksi.

  • B. Akuntabel adalah lembaga pengusul bekerjasama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi, pusat pelaporan dan analisis transaksi keuangan dan Komisi Yudisial untuk memeriksakan calon hakim konstitusi yang akan digunakan sebagai pertimbangan penilaian calon hakim konstitusi oleh panitia seleksi.

  • C. Transparan adalah proses seleksi calon hakim konstitusi oleh panitia seleksi dari setiap lembaga pengusul dilakukan secara terbuka dan dapat disaksikan oleh publik secara luas.

    Setelah terpilih lembaga pengusung dan panitia seleksi menjelaskan secara terbuka kepada publik tentang penilaian dan alasan pemilihan hakim konstitusi terpilih.

  • D. Terbuka adalah seluruh proses rekrutmen calon hakim konstitusi bersifat partisipatif dan terbuka bagi seluruh masyarakat.

    Sehingga masyarakat memiliki hak untuk mengawasi dan memberikan saran dan masukan kepada panitia seleksi dan kepada lembaga pengusul tentang proses rekrutmen dan tentang calon hakim konstitusi yang akan menjadi pertimbangan dalam penilaian panitia seleksi.

Baca juga: Ramai-ramai Gugat UU MK: dari Soal Usia Hakim, Masa Jabatan, hingga Halangi Jadi Ketua MK

7. Menyatakan Pasal 23 ayat 1 huruf C UU 7 Tahun 2020 tentang Mahkamah Konstitusi, bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang tidak dimakan telah berusia 70 tahun dan atau telah menjabat selama 11 tahun.

8. Menyatakan Pasal 59 ayat 2 UU 7 tahun 2020 tentang Mahkamah Konstitusi, bertentangan dengan UUD 1945, dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai:

  •  DPR, presiden, lembaga negara dan pihak lain yang terkait dengan perubahan terhadap undang-undang yang telah diuji segera menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi sebagaimana dimaksud pada ayat 1, sesuai dengan peraturan perundang-undangan

9. Menyatakan Pasal 87 huruf A UU Nomor 7 tahun 2020 tentang Mahkamah Konstitusi, sepanjang frasa berdasarkan ketentuan undang-undang ini, bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai:

  • Berdasarkan ketentuan undang-undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana telah diubah beberapa kali dengan undang-undang nomor 8 tahun 2011.

10. Menyatakan pasal 87 huruf B UU Nomor 7 Tahun 2020 tentang Mahkamah Konstitusi, bertentangan dengan UUD 1945, sepanjang tidak dimaknai:

  • Hakim konstitusi yang sedang menjabat pada saat undang-undang ini diundangkan, tetap menjabat sebagai hakim konstitusi sampai dengan masa jabatannya berakhir berdasarkan ketentuan UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, sebagaimana telah diubah beberapa kali dengan UU Nomor 8 Tahun 2011.

"Memerintahkan putusan ini dimuat dalam berita negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya, atau apabila majelis hakim konstitusi memiliki pendapat lain mohon diputus yang seadil-adilnya," ujar perwakilan koalisi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Serangan Balik KPU dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK...

Serangan Balik KPU dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK...

Nasional
Soal Flu Singapura, Menkes: Ada Varian Baru Tapi Tidak Mematikan Seperti Flu Burung

Soal Flu Singapura, Menkes: Ada Varian Baru Tapi Tidak Mematikan Seperti Flu Burung

Nasional
Kasus yang Jerat Suami Sandra Dewi Timbulkan Kerugian Rp 271 Triliun, Bagaimana Hitungannya?

Kasus yang Jerat Suami Sandra Dewi Timbulkan Kerugian Rp 271 Triliun, Bagaimana Hitungannya?

Nasional
Menkes Minta Warga Tak Panik DBD Meningkat, Kapasitas RS Masih Cukup

Menkes Minta Warga Tak Panik DBD Meningkat, Kapasitas RS Masih Cukup

Nasional
Kursi Demokrat di DPR Turun, AHY: Situasi di Pemilu 2024 Tidak Mudah

Kursi Demokrat di DPR Turun, AHY: Situasi di Pemilu 2024 Tidak Mudah

Nasional
Serba-serbi Pembelaan Kubu Prabowo-Gibran dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Serba-serbi Pembelaan Kubu Prabowo-Gibran dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Nasional
Kecerdasan Buatan Jadi Teman dan Musuh bagi Industri Media

Kecerdasan Buatan Jadi Teman dan Musuh bagi Industri Media

Nasional
Saat Sengketa Pilpres di MK Jadi Panggung bagi Anak Yusril, Otto, Maqdir, dan Henry Yoso...

Saat Sengketa Pilpres di MK Jadi Panggung bagi Anak Yusril, Otto, Maqdir, dan Henry Yoso...

Nasional
Pemerintah Kembali Banding di WTO, Jokowi: Saya Yakin Kita Mungkin Kalah Lagi, tapi...

Pemerintah Kembali Banding di WTO, Jokowi: Saya Yakin Kita Mungkin Kalah Lagi, tapi...

Nasional
Menteri ESDM Pastikan Divestasi Saham PT Freeport Akan Sepaket dengan Perpanjangan Kontrak Hingga 2061

Menteri ESDM Pastikan Divestasi Saham PT Freeport Akan Sepaket dengan Perpanjangan Kontrak Hingga 2061

Nasional
Kata Bahlil Usai Terseret dalam Sidang MK Imbas Dampingi Gibran Kampanye di Papua

Kata Bahlil Usai Terseret dalam Sidang MK Imbas Dampingi Gibran Kampanye di Papua

Nasional
[POPULER NASIONAL] Gugatan Anies dan Ganjar Tak Mustahil Dikabulkan | Harvey Moeis Tersangka Korupsi

[POPULER NASIONAL] Gugatan Anies dan Ganjar Tak Mustahil Dikabulkan | Harvey Moeis Tersangka Korupsi

Nasional
Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar

Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar

Nasional
Soal Perpanjangan Kontrak Shin Tae-yong, Menpora: Prinsipnya Kami Ikuti PSSI

Soal Perpanjangan Kontrak Shin Tae-yong, Menpora: Prinsipnya Kami Ikuti PSSI

Nasional
Soal Potensi Jadi Ketum Golkar, Bahlil: Belum, Kita Lihat Saja Prosesnya

Soal Potensi Jadi Ketum Golkar, Bahlil: Belum, Kita Lihat Saja Prosesnya

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com