JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny Kusumastuti Lukito mengatakan, izin penggunaan vaksin dalam kondisi darurat atau Emergency Use Authorization (EUA) untuk vaksin Covid-19 tidak bisa dikeluarkan begitu saja.
Untuk mendapatkan EUA, ada ketentuan dari Badan Kesehatan Dunia ( WHO) yang harus diikuti.
Prosedur EUA ini mengacu pada pedoman persetujuan kedaruratan dari WHO (WHO Emergency Listing), US Food and Drug Administration (EUA), dan European Medicines Agency/EMA (Conditional Approval).
Baca juga: BPOM Belum Keluarkan Izin Edar Vaksin Covid-19 di Indonesia, Apa Alasannya?
"Untuk mendapatkan EUA, sudah ada juga kesepakatan yang diberikan oleh WHO. Sehingga EUA (untuk Covid-19) tidak dikarang sendiri," ujar Penny dalam konferensi pers daring pada Kamis (19/11/2020).
Menurutnya, jika sudah ada ketentuan dari WHO, maka seluruh negara harus mengikuti standar itu.
Penny lantas menjelaskan sejumlah syarat pemberian EUA, antara lain vaksin harus sudah memiliki data uji klinis fase satu dan uji klinis fase dua secara lengkap. Kemudian data analisis interim uji klinis fase tiga untuk menunjukkan khasiat dan keamanannya.
Dalam konteks uji bakal vaksin Sinovac di Bandung, Penny menyebut pihaknya masih menunggu kelengkapan data-data yang dibutuhkan.
"Jadi (untuk Sinovac) tidak begitu saja kami keluarkan. EUA ini menunggu sampai data lengkap," katanya.
Baca juga: Menkes: Kita Konsultasi dengan WHO soal Vaksin Covid-19 yang Rasional Dibeli
Penny menuturkan, setelah vaksin mendapat persetujuan penggunaan, pengawalan mutu vaksin di sepanjang jalur distribusi nantinya akan menjadi tanggung jawab dari industri farmasi dan distributor yang ditunjuk.
Dalam proses penyaluran di sarana pemerintah diperlukan peran aktif berbagai pihak sesuai kewenangan masing-masing.
Tulis komentar dengan menyertakan tagar #JernihBerkomentar dan #MelihatHarapan di kolom komentar artikel Kompas.com. Menangkan E-Voucher senilai Jutaan Rupiah dan 1 unit Smartphone.
Syarat & Ketentuan