Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mendagri Singgung Sanksi Pemberhentian Kepala Daerah Terkait Protokol Kesehatan, Pakar: Tidak Bisa Serta Merta

Kompas.com - 18/11/2020, 17:51 WIB
Ardito Ramadhan,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com- Pakar hukum tata negara pada Universitas Andalas Feri Amsari menytakan, pemberhentian seorang kepala daerah tidak dapat dilakukan sepihak oleh pemerintah pusat.

Hal ini disampaikan Feri menanggapi pernyataan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian yang menyinggung sanksi pemberhentian bagi kepala daerah yang tidak menegakkan protokol kesehatan Covid-19.

"Tidak bisa serta merta, tidak ada yang seperti era Orde Baru ya mau main berhentikan, semua ada proses hukumnya dan itu pasti berlarut-larut dan lama, tidak sesederhana yang disampaikan oleh beberapa pihak," kata Feri saat dihubungi, Rabu (18/11/2020).

Feri menjelaskan, seorang kepala daerah memang dapat diberhentikan apabila melanggar undang-undang, dalam hal ini Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.

Pasal 78 UU Nomor 23 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menyatakan, kepala daerah dapat diberhentikan karena tidak melaksanakan kewajiban, salah satunya menaati seluruh ketentuan peraturan perundang-undangan.

Baca juga: Bakal Terbitkan Instruksi Protokol Kesehatan Covid-19, Mendagri Singgung Sanksi Pemberhentian Kepala Daerah

Akan tetapi, kata Feri, proses pemberhentian seorang kepala daerah tidak bisa serta-merta dilakukan karena ada sejumlah proses yang harus dilewati.

Pertama, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dapat mengajukan hak interpelasi, dilanjutkan dengan hak menyatakan pendapat untuk menyatakan seorang kepala daerah melanggar Undang-Undang.

Namun, keputusan DPRD itu tidak menjamin seorang kepala daerah langsung diberhentikan karena keputusan itu akan dibawa ke Mahkamah Agung terlebih dahulu.

"Mahkamah Agung bilang ya atau tidak itu telah terjadi pelanggaran undang-undang, baru berujung berhentinya kepala daerah kalau Mahkamah Agung bilang iya telah terjadi," kata Feri.

Di sisi lain, Menteri Dalam Negeri juga dapat mengajukan usul pemberhentian kepala daerah namun tetap harus melalui sidang Mahkamah Agung.

"Menteri Dalam Negeri dalam titik tertentu bisa saja kemudian melaporkan karena pelanggaran undang-undang tertentu untuk impeach tetapi dia tidak bisa juga langsung mengatakan berhenti," ujar Feri.

Feri pun berpendapat, sanksi pemberhentian bagi kepala daerah yang tidak menegakkan protokol kesehatan juga terlalu berlebihan.

Sebab, menurut Feri, para kepala daerah telah berupaya menegakkan protokol daerah meski implementasinya tidak berjalan baik.

Baca juga: Polri Buka Kemungkinan Panggil Gubernur Jabar terkait Kerumunan Massa Acara Rizieq Shihab

"Kalau konsekuensinya pemberhentian terlalu jauh, kecuali ada kepela daerah yang terang-terangan menolak misalnya untuk menjalankan protokol kesehatan, kan tidak ada juga," kata dia.

Diberitakan, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengaku telah mengeluarkan isntruksi Mendagri tentang penegakan protokol kesehatan.

Tito meminta kepala daerah untuk menjadi teladan dalam mematuhi protokol kesehatan Covid-19 termasuk tidak ikut dalam kerumunan massa.

Tito mengingatkan, kepada daerah wajib mematuhi aturan perundangan-undangan, sesuai UU Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Menakar Nasib Ketua KPU Usai Diadukan Lagi ke DKPP Terkait Dugaan Asusila

Menakar Nasib Ketua KPU Usai Diadukan Lagi ke DKPP Terkait Dugaan Asusila

Nasional
Tak Lagi Solid, Koalisi Perubahan Kini dalam Bayang-bayang Perpecahan

Tak Lagi Solid, Koalisi Perubahan Kini dalam Bayang-bayang Perpecahan

Nasional
TPN Ganjar-Mahfud Sebut 'Amicus Curiae' Bukan untuk Intervensi MK

TPN Ganjar-Mahfud Sebut "Amicus Curiae" Bukan untuk Intervensi MK

Nasional
Percepat Kinerja Pembangunan Infrastruktur, Menpan-RB Setujui 26.319 Formasi ASN Kementerian PUPR

Percepat Kinerja Pembangunan Infrastruktur, Menpan-RB Setujui 26.319 Formasi ASN Kementerian PUPR

Nasional
Kubu Prabowo Siapkan Satgas untuk Cegah Pendukung Gelar Aksi Saat MK Baca Putusan Sengketa Pilpres

Kubu Prabowo Siapkan Satgas untuk Cegah Pendukung Gelar Aksi Saat MK Baca Putusan Sengketa Pilpres

Nasional
TKN Prabowo-Gibran Akan Gelar Nobar Sederhana untuk Pantau Putusan MK

TKN Prabowo-Gibran Akan Gelar Nobar Sederhana untuk Pantau Putusan MK

Nasional
Jelang Putusan Sengketa Pilpres: MK Bantah Bocoran Putusan, Dapat Karangan Bunga

Jelang Putusan Sengketa Pilpres: MK Bantah Bocoran Putusan, Dapat Karangan Bunga

Nasional
Skenario Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Sengketa Pilpres 2024

Skenario Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Kejagung Terus Telusuri Aset Mewah Harvey Moeis, Jet Pribadi Kini dalam Bidikan

Kejagung Terus Telusuri Aset Mewah Harvey Moeis, Jet Pribadi Kini dalam Bidikan

Nasional
Yusril Tegaskan Pencalonan Gibran Sah dan Optimistis dengan Putusan MK

Yusril Tegaskan Pencalonan Gibran Sah dan Optimistis dengan Putusan MK

Nasional
Soal Tawaran Masuk Parpol, Sudirman Said: Belum Ada karena Saya Bukan Anak Presiden

Soal Tawaran Masuk Parpol, Sudirman Said: Belum Ada karena Saya Bukan Anak Presiden

Nasional
Sudirman Said Beberkan Alasan Tokoh Pengusung Anies Tak Ajukan 'Amicus Curiae' seperti Megawati

Sudirman Said Beberkan Alasan Tokoh Pengusung Anies Tak Ajukan "Amicus Curiae" seperti Megawati

Nasional
Soal Peluang Anies Maju Pilkada DKI, Sudirman Said: Prabowo Kalah 'Nyapres' Tidak Jadi Gubernur Jabar

Soal Peluang Anies Maju Pilkada DKI, Sudirman Said: Prabowo Kalah "Nyapres" Tidak Jadi Gubernur Jabar

Nasional
Beda Sikap PSI: Dulu Tolak Proporsional Tertutup, Kini Harap Berlaku di Pemilu 2029

Beda Sikap PSI: Dulu Tolak Proporsional Tertutup, Kini Harap Berlaku di Pemilu 2029

Nasional
Banjir “Amicus Curiae”, Akankah Lahir “Pahlawan” Pengadilan?

Banjir “Amicus Curiae”, Akankah Lahir “Pahlawan” Pengadilan?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com