JAKARTA, KOMPAS.com - Rancangan Undang-undang Larangan Minuman Beralkohol belum mencapai kesepakatan di Badan Legislasi (Baleg) DPR.
Dalam rapat harmonisasi yang digelar Selasa (17/11/2020), fraksi-fraksi belum bersepakat membawa RUU Larangan Minol ke rapat paripurna untuk disahkan sebagai RUU usul inisatif DPR.
Berbagai pandangan fraksi yang disampaikan dalam rapat kemarin jadi masukan untuk pengharmonisasian dan pembulatan RUU Larangan Minuman Beralkohol.
"Kalau soal keputusan nanti pada saatnya," kata Wakil Ketua Baleg Achmad Baidowi.
Fraksi yang menolak RUU Larangan Minol di antaranya PDI Perjuangan dan Golkar. Anggota Fraksi PDI-P Hendrawan Supratikno menilai RUU Larangan Minol tak mendesak dan tak memiliki signifikansi.
"Kalau relevansi it's okay. Relevan membicarakan RUU ini. Tapi kalau kita timbang dari dua parameter yang lain, yaitu urgensi dan signifikansi, sebagai Baleg yang mempunyai tugas membuat begitu banyak UU, melihat konteks dan momentumnya, saya kok melihat belum masuk saat ini," kata Hendrawan.
Baca juga: Dukung RUU Minol, Ketua Umum PAN Akan Safari ke Ormas Islam
Hendrawan pun meminta para pengusul mempelajari isu pembahasan pada periode lalu yang membuat RUU Larangan Minuman Beralkohol terhambat dan tak selesai.
Menurutnya, persoalan yang saat ini diperdebatkan masih sama seperti pembahasan pada periode lalu, misalnya tentang nomenklatur "larangan" pada judul RUU. Selain itu, pengaturan ketentuan pidana juga harus dipertimbangkan dengan jelas dan objektif.
"Saya berharap tim pengusul menarik wisdom dari pengalaman masa lalu untuk diinkorporasi dalam apa yang akan kita lakukan di masa depan," ujarnya.
Hal senada disampaikan anggota Fraksi Golkar John Kenedy Azis. John memandang RUU Larangan Minuman Beralkohol bertentangan dengan semangat Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang baru saja disahkan.
Baca juga: Pembahasan RUU Larangan Minuman Beralkohol Belum Disepakati Seluruh Fraksi
Menurut dia, RUU Larangan Minuman Beralkohol berpotensi mematikan UMKM yang memproduksi minuman beralkohol.
"Bahwa ternyata memang industri minuman ini banyak dikuasai oleh industri dari UMKM. Oleh karena itu, RUU ini tidak sejalan dengan UU Cipta Kerja yang baru saja ditandatangani oleh presiden," kata John.
"Karena itu, kami Fraksi Golkar belum bersepakat untuk melanjutkan RUU ini sesuai ketentuan selanjutnya," imbuh dia.
Salah satu pengusul, anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Nasir Djamil mengatakan, kehadiran undang-undang yang mengatur tentang minuman beralkohol penting untuk menjamin keamanan dan ketertiban masyarakat.
Sebab, minuman beralkohol dianggap berdampak negatif terhadap kesehatan jasmani dan rohani hingga menimbulkan gangguan di muka umum.