JAKARTA, KOMPAS.com - Harmonisasi Rancangan Undang-Undang Ketahanan Keluarga di Badan Legislasi (Baleg) DPR RI berjalan dengan alot sejak Senin (16/11/2020) hingga Selasa (17/11/2020).
Sejumlah fraksi di DPR menilai ketentuan yang diatur dalam RUU Ketahanan Keluarga tidak mendesak. Bahkan, substansi RUU Ketahanan Keluarga dinilai sudah diatur dalam undang-undang yang lain yang berkaitan dengan keluarga.
Meski para pengusul RUU ini yaitu anggota Baleg DPR Netty Prasetiyani (PKS), Ledia Hanifah (PKS), Ali Taher (PAN) dan Sodik Mudjahid (Partai Gerindra) sudah melakukan perbaikan terhadap isi RUU tersebut, namun sejumlah fraksi menilai RUU tersebut masih mengintervensi kehidupan pribadi masyarakat.
Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR dari Fraksi Golkar Nurul Arifin mengatakan, aturan yang dimuat di dalam RUU Ketahanan Keluarga belum urgen dibutuhkan masyarakat.
Sebab, sejumlah aturan yang dimuat di dalam RUU Ketahanan Keluarga sudah disinggung dalam Undang-Undang lain seperti UU Perkawinan dan UU Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera.
Baca juga: Rapat Baleg DPR, Nurul Arifin: RUU Ketahanan Keluarga Belum Diperlukan
Nurul Arifin saat menjadi Calon Wali Kota Bandung, Senin (2/4/2018).
Nurul juga mengatakan, RUU Ketahanan Keluarga terlalu masuk dalam ranah privat warga negara dengan memperkuat Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN).
Ia mengakui, upaya untuk memperkuat BKKBN adalah langkah yang baik. Namun, Nurul mengajak seluruh koleganya di Baleg untuk mempertimbangkan ulang ketentuan tersebut.
Tak menjawab
Sementara itu, Anggota Baleg Fraksi PKB Neng Eem Marhamah Zulfa Hiz menilai, RUU Ketahanan Keluarga belum menjawab permasalahan keluarga.
Ia mencontohkan, salah satu permasalahan dalam keluarga adalah adanya kekerasan seksual yang dialami anak-anak dan remaja.
"Saya lihat kalau RUU ini misalnya disahkan, tidak bisa menyelesaikan masalah tadi yang saya ungkap. Padahal, itu benar-benar kasus seperti itu banyak terjadi di seluruh Indonesia," kata Eem dalam rapat Baleg terkait harmonisasi RUU Ketahanan Keluarga secara virtual, Selasa.
Berdasarkan hal tersebut, Eem berpandangan, RUU yang lebih mendesak untuk segera dibahas di DPR adalah RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) karena RUU tersebut memiliki aturan yang dapat menyelesaikan masalah dalam kasus yang dicontohkannya.
Anggota Badan Legislasi (Baleg) dari Fraksi PDI-P Putra Nababan menilai, sistem informasi yang diatur dalam Pasal 55 RUU Ketahanan Keluarga akan menimbulkan kegelisahan di masyarakat.
Sebab, dalam Pasal 55 tersebut menyatakan bahwa pemerintah pusat dan daerah memiliki kewenangan memonitoring data keluarga dan mengakses informasi apapun yang mereka perlukan.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.