Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kasus Suap Pengurusan DAK, Saat Kepala Daerah Membeli Uang

Kompas.com - 18/11/2020, 07:29 WIB
Ardito Ramadhan,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih terus mengusut kasus dugaan pengurusan dana alokasi khusus (DAK) di sejumlah daerah.

Sejauh ini sudah tiga kepala daerah yang ditetapkan sebagai tersangka yakni Wali Kota Tasikmalaya Budi Budiman, Bupati Labuhanbatu Utara Khairuddin Syah Sitorus, dan Wali Kota Dumai Zulkifli Adnan Singkah.

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan, bila melihat proses penyidikan dan proses persidangan, pengurusan DAK tersebut sudah praktik korupsi yang sistemik.

Baca juga: Fakta Dugaan Suap Bupati Malang Non-aktif Rendra Kresna, Dokumen Semasa Menjabat Disita hingga Penelusuran DAK

"Sepertinya ini sudah sistemik. Bahkan ada salah satu kepala daerah yang pernah menyampaikan, 'kita ini untuk mendapatkan uang itu harus dengan uang juga', jadi membeli uang dengan uang," kata Alex dalam konferensi pers, Selasa (17/11/2020).

Alex menuturkan, niat para kepala daerah agar daerahnya memperoleh nilai DAK yang besar bukan merupakan kesalahan selama digunakan untuk pembangunan daerah.

Namun, upaya menambah anggaran DAK dengan cara menyuap untuk mengurus penambahan dana tersebut yang tidak dapat dibenarkan.

Dalam kasus tiga kepala daerah di atas, mereka diduga menyuap eks pejabat Kementerian Keuangan Yaya Purnomo demi mengurus dana alokasi khusus untuk daerah mereka masing-masing.

Yaya sendiri telah dinyatakan bersalah dalam kasus ini dan dijatuhi hukuman 6,5 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider 1 bulan 15 hari penjara dalam kasus ini.

Baca juga: Bupati Labuhanbatu Utara dan Eks Wabendum PPP Jadi Tersangka Suap DAK

Menurut JPU KPK, Yaya dinilai terbukti menerima gratifikasi untuk mengurus DAK sejumlah daerah, selain tiga daerah di atas, Yaya juga mengurus DAK Kabupaten Halmahera Timur, Kabupaten Kampar, Kota Balikpapan, Kabupaten Karimun, Kabupaten Tabanan, dan Kabupaten Seram Bagian Timur.

Alex mengatakan, KPK akan mendalami dugaan keterlibatan kepala daerah lain dalam pusaran kasus suap pengurusan DAK ini.

"Apakah ada kemungkinan kepala daerah yang lain itu juga melakukan hal yang sama? Tentu ini akan didalami sepanjang ada alat bukti yang cukup," kata Alex.

Transparansi

Alex berpendapat, transparansi terkait pengalokasian dana alokasi khusus dapat menjadi solusi untuk mencegahan terjadinya suap-menyuap pengurusan DAK.

Menurut Alex, apabila alokasi DAK sudah transparan, para kepala daerah tidak perlu lagi memberi suap agar daerahnya memperoleh DAK.

Baca juga: Suap Kepengurusan DAK, Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan Dituntut 8 Tahun Penjara

"Kalau misalnya dana alokasi khusus itu dari awal sudah transparan, kira-kira daerah dengan kriteria apa saja yang berhak, tentu kepala-kepala daerah itu tidak akan mengurus," kata Alex.

Alex mengatakan, selain penindakan yang dilakukan KPK, KPK juga melakukan pencegahan dengan mendorong Kementerian Keuangan terkait transparansi DAK tersebut.

"Transparansi dalam pengalokasian dana alokasi khusus itu dikedepankan supaya tidak ada lagi daerah-daerah yang mencoba-coba atau menebak-nebak kira-kira daerah saya dapat atau tidak," ujar Alex.

Ia menambahkan, praktik suap pengurusan DAK juga dapat terjadi karena ada oknum-oknum di Kementerian Keuangan yang menjual informasi seolah-olah dapat mengurus DAK.

Adapun kasus suap pengurusan DAK ini berawal dari operasi tangkap tangan yang dilakukan KPK pada 4 Mei 2019 lalu.

Setelah melalui pengembangan perkara, KPK telah menetapkan 12 tersangka dalam kasus ini di mana 6 di antaranya telah dinyatakan bersalah.

Baca juga: KPK Tetapkan Kepala Bappenda Labuhanbatu Utara sebagai Tersangka Kasus Suap DAK

Para tersangka yang telah dinyatakan bersalah adalah mantan anggota Komisi XI DPR Amin Santono, pihak swasta bernama Eka Kamaludin, mantan Kasie Pengembangan Pendanaan Kawasan Perumahan dan Permukiman pada Ditjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan Yaya Purnomo.

Kemudian pihak swasta bernama Ahmad Ghiast, mangan anggota DPR Sukiman, dan mantan Pj Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Pegunungan Arfak Natan Pasomba.

Sedangkan enam tersangka lainnya adalah Wali Kota Tasikmalaya Budi Budiman, Bupati Labuhanbatu Utara Khairuddin Syah Siregar, mantan Wakil Bendahara Umum PPP Puji Suhartono, mantan anggota DPR Irgan Chairul Mahfiz, Kepala Bappenda Labuhanbatu Utara Agusman Sinaga, dan Wali Kota Dumai Zulkifli Adnan Singkah.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Golkar Ungkap Faktor Keadilan Jadi Rumusan Prabowo Bentuk Komposisi Kabinet

Golkar Ungkap Faktor Keadilan Jadi Rumusan Prabowo Bentuk Komposisi Kabinet

Nasional
Soal Gugatan PDI-P ke PTUN, Pakar Angkat Contoh Kasus Mulan Jameela

Soal Gugatan PDI-P ke PTUN, Pakar Angkat Contoh Kasus Mulan Jameela

Nasional
Prabowo: Kami Akan Komunikasi dengan Semua Unsur untuk Bangun Koalisi Kuat

Prabowo: Kami Akan Komunikasi dengan Semua Unsur untuk Bangun Koalisi Kuat

Nasional
PDI-P Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda, KPU: Pasca-MK Tak Ada Pengadilan Lagi

PDI-P Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda, KPU: Pasca-MK Tak Ada Pengadilan Lagi

Nasional
Sedang di Yogyakarta, Ganjar Belum Terima Undangan Penetapan Prabowo-Gibran dari KPU

Sedang di Yogyakarta, Ganjar Belum Terima Undangan Penetapan Prabowo-Gibran dari KPU

Nasional
Pakar Nilai Gugatan PDI-P ke PTUN Sulit Dikabulkan, Ini Alasannya

Pakar Nilai Gugatan PDI-P ke PTUN Sulit Dikabulkan, Ini Alasannya

Nasional
Airlangga Klaim Pasar Respons Positif Putusan MK, Investor Dapat Kepastian

Airlangga Klaim Pasar Respons Positif Putusan MK, Investor Dapat Kepastian

Nasional
PDI-P Sebut Proses di PTUN Berjalan, Airlangga Ingatkan Putusan MK Final dan Mengikat

PDI-P Sebut Proses di PTUN Berjalan, Airlangga Ingatkan Putusan MK Final dan Mengikat

Nasional
Golkar Belum Mau Bahas Jatah Menteri, Airlangga: Tunggu Penetapan KPU

Golkar Belum Mau Bahas Jatah Menteri, Airlangga: Tunggu Penetapan KPU

Nasional
Prabowo: Kami Berhasil di MK, Sekarang Saatnya Kita Bersatu Kembali

Prabowo: Kami Berhasil di MK, Sekarang Saatnya Kita Bersatu Kembali

Nasional
Kepala BNPT: Waspada Perkembangan Ideologi di Bawah Permukaan

Kepala BNPT: Waspada Perkembangan Ideologi di Bawah Permukaan

Nasional
KPK Dalami 2 LHKPN yang Laporkan Kepemilikan Aset Kripto, Nilainya Miliaran Rupiah

KPK Dalami 2 LHKPN yang Laporkan Kepemilikan Aset Kripto, Nilainya Miliaran Rupiah

Nasional
Pertamina dan Polri Jalin Kerja Sama dalam Publikasi untuk Edukasi Masyarakat

Pertamina dan Polri Jalin Kerja Sama dalam Publikasi untuk Edukasi Masyarakat

Nasional
Satkar Ulama Dukung Airlangga Jadi Ketum Golkar Lagi, Doakan Menang Aklamasi

Satkar Ulama Dukung Airlangga Jadi Ketum Golkar Lagi, Doakan Menang Aklamasi

Nasional
Gibran Temui Prabowo di Kertanegara Jelang Penetapan Presiden-Wapres Terpilih

Gibran Temui Prabowo di Kertanegara Jelang Penetapan Presiden-Wapres Terpilih

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com