Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Risma Dilaporkan soal Dugaan Pelanggaran Pilkada, Kemendagri Tunggu Rekomendasi Bawaslu

Kompas.com - 17/11/2020, 17:43 WIB
Dian Erika Nugraheny,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Jenderal Bina Administrasi Kewilayahan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Safrizal ZA mengatakan, pihaknya menunggu rekomendasi dari Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) terkait kasus dugaan pelanggaran etik profesi yang dilakukan Wali Kota Jawa Timur Tri Rismaharini dalam Pilkada Surabaya 2020.

Menurut dia, apabila tidak ada rekomendasi dari Bawaslu, pihaknya tidak bisa menindaklanjuti laporan yang ada.

"Kami kalau ada rekomendasi resmi dari Bawaslu yang harus ditindaklanjuti oleh Kemendagri, akan ditindaklanjuti. Kami enggak bisa dari berita saja, dari penyampaian saja," ujar Safrizal dalam konferensi pers di Kantor Kemendagri, Selasa (17/11/2020).

Baca juga: Diduga Lakukan Pelanggaran di Pilkada Surabaya, Tri Rismaharini Dilaporkan ke Kemendagri

Menurut dia, pada masa kampanye Pilkada 2020, Kemendagri telah bersurat kepada semua kepala daerah.

Dalam surat itu, Kemendagri meminta kepala daerah ikut membina ASN yang ada di daerah masing-masing agar tetap menjaga netralitas.

Dia pun menegaskan, tidak akan memberikan toleransi kepada ASN yang tidak netral selama Pilkada 2020.

Apabila ASN terbukti tidak netral, mereka akan diproses dan diberikan sanksi.

"Tidak ada ampun bagi ASN yang terbukti tidak netral. Jika terbukti tidak netral, diproses sanksinya, maka tidak ada pembelaan dari Kemendagri," ucap Safrizal.

"Karenanya, terhadap indikasi yang ditujukan ke ASN berdasarkan laporan, akan segera diproses Bawaslu berdasarkan kewenangan, nanti hukumannya berdasarkan kriteria ketelibatan ASN terhadap pelanggaran netralitas ASN," kata dia.

Baca juga: Beda Pilihan dengan Kakak di Pilkada Surabaya, Whisnu: Kita Selesaikan Setelah Menang

Sebelumnya, Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Provinsi Jawa Timur melaporkan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini ke Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Senin (16/11/2020).

Risma diduga melakukan pelanggaran etik profesi untuk kepentingan kampanye salah satu paslon di Pilkada Surabaya 2020.

Ketua KIPP Provinsi Jawa Timur Novli Thyssen mengatakan, laporan mereka telah didaftarkan ke Kemendagri pada Senin siang.

"Laporan sudah diterima staf bagian pengaduan," ujar Novli ketika dikonfirmasi Kompas.com, Senin.

"Laporan ini terkait pelanggaran etik profesi penyalahgunaan fasilitas negara yang bersumber dari APBD untuk kepentingan kampanye salah satu paslon dalam Pilkada Surabaya 2020," kata dia. 

Dia pun merinci dugaan pelanggaran yang dilakukan Risma.

Pertama, berdasarkan hasil pemantauan KIPP, pada 2 September 2020 telah terjadi kegiatan politik pemberian rekomendasi PDI-P kepada pasangan bakal calon wali kota dan wakil wali kota Surabaya 2020 atas nama Eri Cahyadi dan Armuji.

Baca juga: Risma: Aku Sudah Berjuang Mengirimkan Surat ke Mana-mana, Tanya Pemimpinmu

Kegiatan penyerahan rekomendasi itu dilaksanakan di Taman Harmoni yang merupakan fasilitas milik Pemerintah Kota Surabaya.

Kemudian, pelaksanaan kegiatan tersebut pada hari kerja aktif yang juga dihadiri oleh Risma. 

"Kehadiran Wali Kota Risma dalam kegiatan itu mengatasnamakan pengurus DPP PDI P tidak dapat dibenarkan, karena berlangsung di hari kerja aktif sebagai Wali Kota Surabaya," tutur Novli.

Dari hasil pemantauan itu, KIPP meminta informasi izin cuti Risma kepada Gubernur Jawa Timur.

Sementara itu, Gubernur Jawa Timur, kata Novli, mengatakan bahwa  tidak ada izin cuti kerja yang diajukan oleh Wali Kota Surabaya kepada Gubernur Jawa Timur pada tanggal 2 September 2020.

Keterangan ini sebagaimana termuat dalam surat Pemerintah Provinsi Jawa Timur nomor 131/17381/011.2/2020.

Oleh karena itu, kata Novli, keikutsertaan Risma pada acara penyerahan dukungan kepada paslon Eri-Armuji patut diduga melanggar ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2018 tentang Tata Cara Pengunduran Diri dalam Pencalonan Anggota DPR, Anggota DPD, Anggota DPRD, Presiden, dan Wakil Presiden, serta Cutid dalam Pelaksanaan Kampanye Pemilihan Umum.

"Selain itu, juga melanggar Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 273/487/SJ tahun 2020 tentang tata cara mekanisme dalam pengajuan izin cuti kerja untuk mengikuti kegiatan kampanye politik," tutur Novli.

Baca juga: Satgas Covid-19: Tidak Ada Lagi Zona Merah di Jawa Timur

Selain itu, kebijakan Risma memfasilitasi acara pemberian rekomendasi di Taman Harmoni yang merupakan aset Pemerintah Kota Surabaya untuk kegiatan kampanye diduga menyalahi aturan Pasal 71 Ayat 3 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota.

"Berdasarkan uraian tersebut di atas, KIPP Jawa Timur melaporkan Wali Kota Risma untuk segera diperiksa dan diproses pelanggarannya," tutur Novli.

KIPP juga berencana melaporkan Risma kepada Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN)

"Besok akan melaporkan ke KASN," ucap Novli.

Baca juga: Setelah Diumumkan PDI-P, Eri Cahyadi-Armuji Deklarasi di Taman Harmoni

Pilkada Surabaya 2020 diikuti dua paslon. Adapun paslon nomor urut 1 Eri Cahyadi-Armuji diusung partai tunggal PDI-P dan didukung Partai Solidaritas Indonesia (PSI).

Paslon ini akan melawan Machfud Arifin-Mujiaman yang diusung delapan partai koalisi yakni PKS, PPP, PKB, Golkar, Nasdem, Demokrat, PAN, dan Gerindra.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

KPK Akan Ladeni Argumen Eks Karutan yang Singgung Kemenangan Praperadilan Eddy Hiariej

KPK Akan Ladeni Argumen Eks Karutan yang Singgung Kemenangan Praperadilan Eddy Hiariej

Nasional
Menlu Retno Beri Penjelasan soal Tekanan agar Indonesia Normalisasi Hubungan dengan Israel

Menlu Retno Beri Penjelasan soal Tekanan agar Indonesia Normalisasi Hubungan dengan Israel

Nasional
'One Way', 'Contraflow', dan Ganjil Genap di Tol Trans Jawa Sudah Ditiadakan

"One Way", "Contraflow", dan Ganjil Genap di Tol Trans Jawa Sudah Ditiadakan

Nasional
Kakorlantas Minta Maaf jika Ada Antrean dan Keterlambatan Selama Arus Mudik dan Balik Lebaran 2024

Kakorlantas Minta Maaf jika Ada Antrean dan Keterlambatan Selama Arus Mudik dan Balik Lebaran 2024

Nasional
KPK Sebut Tak Wajar Lonjakan Nilai LHKPN Bupati Manggarai Jadi Rp 29 Miliar dalam Setahun

KPK Sebut Tak Wajar Lonjakan Nilai LHKPN Bupati Manggarai Jadi Rp 29 Miliar dalam Setahun

Nasional
Serahkan Kesimpulan ke MK, KPU Bawa Bukti Tambahan Formulir Kejadian Khusus Se-Indonesia

Serahkan Kesimpulan ke MK, KPU Bawa Bukti Tambahan Formulir Kejadian Khusus Se-Indonesia

Nasional
Tim Hukum Anies-Muhaimin Serahkan 35 Bukti Tambahan ke MK

Tim Hukum Anies-Muhaimin Serahkan 35 Bukti Tambahan ke MK

Nasional
PPP Siap Gabung, Demokrat Serahkan Keputusan ke Prabowo

PPP Siap Gabung, Demokrat Serahkan Keputusan ke Prabowo

Nasional
PDI-P Jaring Nama Potensial untuk Pilkada DKI 2024, yang Berminat Boleh Daftar

PDI-P Jaring Nama Potensial untuk Pilkada DKI 2024, yang Berminat Boleh Daftar

Nasional
Hasto Sebut 'Amicus Curiae' Megawati Bukan untuk Intervensi MK

Hasto Sebut "Amicus Curiae" Megawati Bukan untuk Intervensi MK

Nasional
Iran Serang Israel, Jokowi Minta Menlu Retno Upayakan Diplomasi Tekan Eskalasi Konflik Timur Tengah

Iran Serang Israel, Jokowi Minta Menlu Retno Upayakan Diplomasi Tekan Eskalasi Konflik Timur Tengah

Nasional
Nilai Tukar Rupiah Terus Melemah, Gubernur BI Pastikan Akan Ada Intervensi

Nilai Tukar Rupiah Terus Melemah, Gubernur BI Pastikan Akan Ada Intervensi

Nasional
PDI-P Dukung PPP Lakukan Komunikasi Politik supaya 'Survive'

PDI-P Dukung PPP Lakukan Komunikasi Politik supaya "Survive"

Nasional
PPP Siap Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran, PAN: Jangan Cuma Bicara, tapi Akui Kemenangan 02

PPP Siap Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran, PAN: Jangan Cuma Bicara, tapi Akui Kemenangan 02

Nasional
Kesimpulan Tim Ganjar-Mahfud: Jokowi Lakukan Nepotisme dalam 3 Skema

Kesimpulan Tim Ganjar-Mahfud: Jokowi Lakukan Nepotisme dalam 3 Skema

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com