JAKARTA, KOMPAS.com - Dirjen Aplikasi dan Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Samuel Aprijani meminta majelis hakim konstitusi menolak seluruh permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Permohonan diajukan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) bersama warga Jayapura, Papua, Arnoldus Berau.
"Menolak permohonan pengujian para pemohon seluruh atau setidaknya dinyatakan pemohon pengujian para pemohon tidak dapat diterima," kata Samuel yang mewakili Presiden RI untuk memberikan keterangan dalam sidang di Mahkamah Konstitusi (MK) melalui telekonferensi, Selasa (17/11/2020).
Baca juga: Di Sidang MK, Pemerintah Anggap Dalil Pemohon Uji Materi Pasal Pemblokiran UU ITE Tidak Tepat
Selain itu, pemerintah juga meminta MK menyatakan para pemohon tidak punya kedudukan hukum dan menerima keterangan presiden seluruhnya.
Serta menyatakan Pasal 40 ayat (2b) UU ITE tidak bertentangan dengan Pasal 1 ayat 3, Pasal 2D ayat 1, Pasal 28F UU Dasar 1945 dan mempunyai kekuatan kekuatan hukum yang mengikat.
"Atau dalam hal yang mulia majelis hakim di Mahkamah Konstitusi berpendapat lain mohon keputusan yang bijak dan yang seadil-adilnya," ujar dia.
AJI bersama seorang warga Jayapura, Papua, bernama Arnoldus Berau menggugat Pasal 40 Ayat (2b) UU ITE.
Pasal tersebut berbunyi: "Dalam melakukan pencegahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2a), Pemerintah berwenang melakukan pemutusan akses dan/atau memerintahkan kepada Penyelenggara Sistem Elektronik untuk melakukan pemutusan akses terhadap Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar hukum".
Baca juga: AJI dan Warga Papua Gugat Pasal soal Pemblokiran di UU ITE
Pemohon menilai, kewenangan untuk menafsirkan sebuah informasi dan/atau dokumen elektronik yang bermuatan melanggar hukum berada di wilayah hakim, bukan pemerintah.
Kewenangan hakim terkait hal ini diatur melalui Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.
Oleh karenanya, menurut pemohon, dengan berlakunya Pasal 40 Ayat (2b) UU ITE, pemerintah memiliki kewenangan yang terlalu luas.
Baca juga: LP3ES Ungkap Cara Tetap Kritisi Pemerintah Tanpa Terkena UU ITE
Pemerintah juga dinilai telah mengambil kewenangan pengadilan dalam menegakkan hukum dan keadilan untuk memeriksa, mengadili, dan memutus atas tafsir dari informasi dan atau dokumen elektronik yang melanggar hukum.
Tidak hanya itu, menurut pemohon, berlakunya Pasal 40 Ayat (2b) UU ITE telah menimbulkan ketidakpastian hukum.
Kewenangan yang dimiliki pemerintah tersebut juga dianggap menyulitkan publik untuk menerima dan menyampaikan informasi dalam rangka berpartisipasi mengawasi pemerintah.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.