JAKARTA, KOMPAS.com - Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) resmi mengajukan permohonan uji materi terhadap Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Permohonan itu teregistrasi pada 12 November 2020 dengan Nomor Perkara: 101/PUU-XVIII/2020.
Selain KSPI, ada juga beberapa serikat buruh yang menjadi pemohon uji materi, yakni Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI), Federasi Serikat Pekerja farmasi dan Kesehatan Reformasi.
Baca juga: KSPI Beberkan Bukti Cacat Formil UU Cipta Kerja yang Diajukan ke MK
Serta ada juga pemohon yang berprofesi sebagai karyawan tetap, pekerja kontrak dan pekerja alih daya.
"Para pemohon mengajukan permohonan pengujian materill sebagian ketentuan dalam pasal 81, pasal 82 dan pasal 83 Undang-Undang (UU) Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja terhadap Undang-Undang Dasar 1945," seperti dikutip dari berkas permohonan yang diakses melalui laman www.mkri.id, Jumat (13/11/2020) malam.
Pasal 81 yang dipersoalkan pemohon yakni aturan tentang lembaga pelatihan kerja yang menghapus ketentuan pasal 13 UU Ketenagakerjaan.
Terkait pelaksana penempatan tenaga kerja antara lain mengubah ketentuan pasal 37 UU Ketenagakerjaan, pada pokoknya telah menghilangkan persyaratan badan hukum bagi lembaga swasta yang menjadi pelaksana penempatan tenaga kerja.
Baca juga: Masih Ada Kesalahan di UU Cipta Kerja, Ini Sejumlah Catatan dari KSPI
Kemudian mengenai tenaga kerja asing yang dianggap berpotensi merugikan hak konstitusional para pemohon atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
Berikutnya, perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT), salah satunya terkait penghapusan aturan perjanjian kerja kontrak dapat diadakan paling lama 2 tahun dan hanya bisa diperpanjang dua kali.
Kemudian, pemohon juga mempermasalahkan tentang pekerjaan alih daya (outsourcing), waktu kerja, cuti untuk pekerja, upah dan upah minimum.
Serta pemutusan hubungan kerja (PHK), penghapusan sanksi pidana bagi pengusaha yang tidak memberikan uang pesangon, uang penghargaan dan uang pengganti hak kepada pekerja atau buruh yang di PHK dan tidak diikutsertakan dalam program pensiun.
Baca juga: Sidang Uji Materi, Pemohon Persoalkan Dugaan Pelanggaran Formil Pembentukan UU Cipta Kerja
Sementara, Pasal 82 dan 83 terkait jaminan sosial. Salah satunya terkait adanya norma baru jaminan kehilangan pekerjaan yang diklaim pemerintah sebagai suitener dari UU Cipta Kerja kluster ketenagakerjaan.
Namun ketentuan itu berpotensi sulit diimplementasikan karena adanya potensi penerapan outsourcing dan pekerja kontrak yang masif serta adanya upah per jam.
"Sehingga mengakibatkan pekerja berpotensi tidak lagi mendapatkan jaminan sosial khususnya jaminan pensiun dan jaminan kesehatan," dikutip dari berkas permohonan.
Baca juga: Di Sidang MK, Pemohon Beberkan Kerugian karena UU Cipta Kerja
Adapun, hingga saat ini UU Cipta Kerja digugat oleh empat pihak yakni Dewan Pimpinan Pusat Federasi Serikat Pekerja Singaperbangsa.
Kemudian pengugat atas nama Hakiimi Irawan Bangkid Pamungkas, Novita Widyana, Elin Dian Sulistiyowati, Alin Septiana, dan Ali Sujito.
Selanjutnya penggugat atas nama Zakarias Horota, Agustinus R. Kambuaya dan terakhir penggugat dari Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.