JAKARTA, KOMPAS.com - Perkumpulan Pembela Kebebasan Berekspresi Asia Tenggara atau yang dikenal dengan nama SAFEnet menunjukkan hasil laporan situasi hak digital di Indonesia sepanjang 2019.
Berdasarkan laporan tersebut, pendokumentasian sepanjang 2019 menunjukkan bahwa kriminalisasi terhadap ekspresi tetap marak terjadi.
Direktur Eksekutif SAFEnet Damar Juniarto mengatakan, terdapat 24 kasus pemidanaan dengan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Jumlah tersebut, kata dia, menurun dibandingkan kasus setahun sebelumnya yang mencapai 25 kasus.
Menariknya, Damar menyoroti adanya latar belakang kasus korban yang berasal dari jurnalis dan media.
"Jurnalis dan media menjadi korban terbanyak dari kriminalisasi ini sebanyak 8 kasus, terdiri atas satu media dan tujuh jurnalis menjadi korban," kata Damar dalam diskusi virtual, Jumat (13/11/2020).
Baca juga: Selama 2019, Korban Kriminalisasi UU ITE Terbanyak dari Jurnalis dan Media
Ia melanjutkan, dalam dua tahun terakhir, jumlah media dan jurnalis yang dipidanakan cenderung lebih tinggi dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
Jelas dia bahwa faktanya, pemidanaan terhadap jurnalis tetap terjadi dengan menyalahgunakan sejumlah pasal karet UU ITE, khususnya Pasal 27 ayat 3 tentang (defamasi) dan Pasal 28 ayat 2.
Lalu apa saja kasus UU ITE yang menimpa jurnalis dan media sepanjang 2019? Berikut Kompas.com rangkum 8 kasus tersebut berdasarkan data SAFEnet:
Kasus pertama menimpa media Jawa Pos yang dilaporkan oleh Manajer Persebaya ke Polrestabes Surabaya pada 7 Januari 2019 atas berita berjudul "Green Force Pun Terseret".
SAFEnet menjelaskan, berita tersebut sebenarnya merupakan hasil investigasi jurnalis Jawa Pos atas dugaan mafia bola saat Persebaya bertanding melawan Kalteng Putra pada 12 Oktober 2017.
Jawa Pos dilaporkan dengan Pasal 310-311 KUHP dan Pasal 27 ayat 3 UU ITE karena dianggap melakukan fitnah dan mencemarkan nama baik.
Baca juga: Persebaya Laporkan Jawa Pos ke Polisi atas Dugaan Pencemaran Nama Baik
Padahal, sebut SAFEnet, berita investigasi Jawa Pos adalah bagian dari fungsi pers dalam melakukan kontrol sosial yang dilindungi dalam Pasal 3 UU Nomor 40 Tahun 1999.
Menurut laporan SAFEnet, pemberitaan Jawa Pos telah berdasarkan kaidah jurnalistik dan dilakukan demi kepentingan publik, sehingga tidak bisa dipidana dengan pasal karet UU ITE dan KUHP.
Dua jurnalis di Kendari, Sulawesi Tenggara menjadi korban berikutnya. Jurnalis Detiksultra.com Fadli Aksar dan jurnalis okesultra.com Wiwid Abid Abadi dilaporkan Andi Tendri Awaru, calon anggota Legislatif Partai Amanat Nasional (PAN) Dapil Kendari-Kendari Barat ke Polda Sultra, 8 Januari 2019.