Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

SAFEnet: Pemutusan Internet Salah Satu Alat Penindasan di Abad 21

Kompas.com - 13/11/2020, 17:42 WIB
Nicholas Ryan Aditya,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi


JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif SAFEnet Damar Juniarto mengatakan, pemutusan internet adalah salah satu alat pemerintah untuk menindas hak digital masyarat.

Hal itu merupakan hasil penelitian SAFEnet dalam laporan situasi hak-hak digital Indonesia tahun 2019.

"Selama 4 tahun terakhir, penutupan internet telah menjadi salah satu alat penentu penindasan pemerintah di abad ke-21," kata Damar dalam acara virtual bertajuk "Bertahan di Tengah Pembungkaman", Jumat (13/11/2020). 

Laporan yang diselesaikan SAFEnet pada Juli 2020 itu, menggunakan dasar tiga metode yaitu, pengumpulan data laporan langsung, sumber-sumber sekunder dari kepolisian dan pengadilan, serta berdasarkan pemantauan media.

Baca juga: Kasus Blokir Internet di Papua, Jokowi Divonis Bersalah hingga Batal Ajukan Banding

Damar mengatakan, pemutusan internet di Indonesia pada 2019 terjadi sebanyak tiga kali.

 

Kejadian pertama pada 22-25 Mei 2019 di Jakarta dan sebagian Indonesia lain.

Kemudian, terjadi di Papua dan Papua Barat pada 21 Agustus 2019 dan terakhir 23-29 September 2019 di Wamena dan Jayapura.

Damar menjelaskan, pemadaman internet yang dilakukan sepihak oleh pemerintah menunjukkan adanya pola baru pembatasan akses internet.

"Pemadaman internet menjadi pola baru pemerintah Indonesia dari sebelumnya lebih banyak memblokir akses pada situs atau aplikasi tertentu," jelas dia.

Baca juga: Saksi Ahli: Pemblokiran Internet Tak Dibenarkan dalam Prinsip HAM

Ia melanjutkan, kebijakan ini sebelumnya telah dilakukan beberapa negara lain seperti di wilayah Rakhine Myanmar, Kashmir India, dan Catalan Spanyol.

Pemerintah di tiga negara tersebut, terang Damar, memang menerapkan pola baru untuk melanggar hak atas internet atas dasar keamanan nasional.

Ketimpangan akses masih terjadi

Pemutusan akses internet itu kian melengkapi tantangan lama keterjangkauan akses internet di Indonesia, kesenjangan lokasi, demografi, hingga gender.

"Ketimpangan akses misalnya bagaimana internet masih terfokus di Jawa 55 persen, Sumatera 21 persen, Papua 10 persen, Kalimantan 9 persen, sedangkan Bali dan Nusa Tenggara Timur terkecil 5 persen," ungkapnya.

Baca juga: YLBHI: Putusan PTUN soal Pemblokiran Internet di Papua Jadi Pembelajaran Pemerintah

Adanya ketimpangan akses internet, jelas Damar, juga menimbulkan adanya sejumlah demonstrasi di beberapa daerah misalnya Papua.

Selain itu, dari sisi gender, akses internet di Indonesia juga masih mengalami kesenjangan digital.

Tercatat 72 persen dari laki-laki dewasa memiliki ponsel, sedangkan perempuan dewasa 64 persen.

Adapun pengguna ponsel yang mengakses internet sebesar 43 persen laki-laki, dan 36 persen perempuan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Nasional
Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Nasional
KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

Nasional
Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Nasional
Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Nasional
Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Nasional
PPATK Bakal Tindaklanjuti Informasi Jokowi soal Indikasi Pencucian Uang lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

PPATK Bakal Tindaklanjuti Informasi Jokowi soal Indikasi Pencucian Uang lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

Nasional
Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Koarmada I Siapkan KRI Halasan untuk Tembak Rudal Exocet

Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Koarmada I Siapkan KRI Halasan untuk Tembak Rudal Exocet

Nasional
Yusril: Tak Ada Bukti Kuat Kubu Prabowo-Gibran Curang di Pilpres 2024

Yusril: Tak Ada Bukti Kuat Kubu Prabowo-Gibran Curang di Pilpres 2024

Nasional
Hakim MK Diminta Selamatkan Konstitusi lewat Putusan Sengketa Pilpres 2024

Hakim MK Diminta Selamatkan Konstitusi lewat Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
MK Bakal Unggah Dokumen 'Amicus Curiae' agar Bisa Diakses Publik

MK Bakal Unggah Dokumen "Amicus Curiae" agar Bisa Diakses Publik

Nasional
PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

Nasional
Polri Sebut 8 Teroris yang Ditangkap di Sulteng Pernah Latihan Paramiliter di Poso

Polri Sebut 8 Teroris yang Ditangkap di Sulteng Pernah Latihan Paramiliter di Poso

Nasional
MK Kirim Surat Panggilan untuk Hadiri Pembacaan Putusan Sengketa Pilpres 2024

MK Kirim Surat Panggilan untuk Hadiri Pembacaan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Putusan MK Soal Sengketa Pilpres 2024 Dinilai Bakal Tunjukan Apakah Indonesia Masih Negara Hukum

Putusan MK Soal Sengketa Pilpres 2024 Dinilai Bakal Tunjukan Apakah Indonesia Masih Negara Hukum

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com