JAKARTA, KOMPAS.com - Manajer Kajian Kebijakan Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Boy Even Sembiring mempertanyakan perlindungan negara terhadap hutan-hutan adat di Indonesia.
Hal ini ia utarakan untuk menanggapi persoalan di Papua mengenai perampasan hutan adat yang digunakan untuk memperluas lahan kelapa sawit perusahaan Korea Selatan.
"Tindakan perampasan hutan adat dengan cara seperti ini menjadi potret siapa yang sebenarnya dilindungi negara?" ujar Boy saat dihubungi Kompas.com, Jumat (13/11/2020).
Menurut dia, apapun tindakan perampasan tanah adat yang dilakukan dengan beragam cara dan tipu daya atas dasar izin negara, merupakan bentuk tindakan ahistoris terhadap sejarah Indonesia.
Baca juga: Hutan Adat Papua Habis Diganti Lahan Sawit, AMAN Singgung RUU 10 Tahun Belum Disahkan
Ia mengambil contoh tindakan perusahaan Korea Selatan, Korindo, yang diduga merusak tanah adat di Papua dengan cara membakar secara sengaja dan konsisten.
"Tindakan perampasan tanah adat dengan cara kekerasan maupun tipuan kesejahteraan yang dilakukan Korindo dengan atas izin dari negara merupakan bentuk tindakan ahistoris terhadap sejarah Indonesia, termasuk dalam konteks otonomi khusus di Papua," jelasnya.
Korindo diketahui telah membuka hutan Papua lebih dari 57.000 hektar atau hampir seluas Seoul, ibu kota tempat perusahaan itu berasal.
Ia juga mengatakan, fakta dari tanah Papua ini memperlihatkan logika investasi atau ekonomi kapitalistik dikendalikan negara dan korporasi.
Baca juga: Kisah Pilu Habisnya Hutan Adat di Papua demi Perluasan Lahan Kelapa Sawit...
"Tipu-tipuan ini mengakibatkan konflik dan kemiskinan," ujar Boy.
Dalam investigasi BBC, diketahui bahwa Ketua marga Kinggo, Petrus Kinggo diiming-imingi perusahaan yang katanya hendak membiayai pendidikan anaknya.
Tulis komentar dengan menyertakan tagar #JernihBerkomentar dan #MelihatHarapan di kolom komentar artikel Kompas.com. Menangkan E-Voucher senilai Jutaan Rupiah dan 1 unit Smartphone.
Syarat & Ketentuan