Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Walhi: Ganti Rugi Rp 100.000 Per Hektar untuk Tanah Adat Papua Tak Masuk Akal

Kompas.com - 13/11/2020, 16:13 WIB
Nicholas Ryan Aditya,
Krisiandi

Tim Redaksi


JAKARTA, KOMPAS.com - Manajer Kajian Kebijakan Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Boy Even Sembiring menanggapi terkuaknya bukti-bukti pembakaran hutan di Boven Digoel, Papua, untuk perluasan lahan kelapa sawit yang dilakukan perusahaan Korea Selatan.

Ia menyebut bahwa pernyataan Manajer Humas Korindo, Yulian Mohammad Riza keliru apabila mengatakan tanah di Papua adalah tanah negara.

"Pernyataan Korindo yang menyebut tanah di Papua adalah tanah negara, sebuah kekeliruan besar," kata Boy saat dihubungi Kompas.com, Jumat (13/11/2020).

Baca juga: Perjuangan Warga Kampung Long Isun Lawan Alih Fungsi Lahan demi Lestarinya Hutan Adat

Ia menjelaskan, dalam konteks otonomi khusus (otsus), seharusnya semua wilayah di Papua adalah wilayah adat.

Oleh karenanya, ia dengan tegas mengatakan bahwa uang ganti rugi Rp 100.000 per hektare yang dikeluarkan Korindo tidak masuk akal.

"Pergantian Rp 100.000 per hektar itu sebuah angka yang tidak masuk akal. Mengingat dalam konteks otsus seharusnya semua wilayah di Papua adalah wilayah adat," jelasnya.

Menanggapi kasus di Papua ini, ia mengingatkan kepada masyarakat akan hal yang sama bisa saja terjadi di daerah lain.

Ia mengingatkan agar masyarakat berhati-hati jika ada perusahaan yang mengiming-imingi kesejahteraan.

Hal ini karena tindakan perusahaan tersebut, kata dia, bukan bertujuan kesejahteraan masyarakat melainkan investasi.

"Konteks kejadian di Papua hampir dialami oleh seluruh masyarakat lain di Indonesia. Peralihan tanah dilakukan dengan cara kekerasan atau cara iming-iming tipu kesejahteraan karena investasi," imbuh Boy.

Ia pun beranggapan bahwa berdasarkan fakta yang terjadi di Papua, menunjukkan logika investasi atau ekonomi kapitalistik yang dikendalikan negara dan korporasi.

Dan kondisi ini membuat masyarakat lah yang dikorbankan untuk investasi.

"Tipu-tipuan ini mengakibatkan konflik dan kemiskinan di masyarakat," ucapnya.

Sebelumnya, berdasarkan investigasi BBC yang rilis Kamis (12/11/2020), terkuak bukti-bukti adanya pembukaan hutan untuk perluasan lahan kelapa sawit yang dilakukan Korindo dengan cara membakar sengaja dan konsisten.

Baca juga: Kisah Pilu Habisnya Hutan Adat di Papua demi Perluasan Lahan Kelapa Sawit...

Korindo diketahui telah membuka hutan Papua lebih dari 57.000 hektar atau hampir seluas Seoul, ibu kota tempat perusahaan itu berasal.

Korindo menjelaskan bahwa pihaknya telah membayar sejumlah uang ganti rugi, masing-masing Rp 100.000 per hektar untuk ganti rugi pohon dan lahan.

"Jumlah dari kedua ganti rugi adalah Rp 200.000," kata Manajer Humas Korindo, Yulian Mohammad Riza dalam keterangan tertulis yang diterima BBC.

Baca juga: Kisah Pilu Habisnya Hutan Adat di Papua demi Perluasan Lahan Kelapa Sawit...

Yulian menegaskan, kesepakatan lahan itu juga sudah sesuai dengan regulasi di Indonesia. Ia juga menjelaskan bahwa harus dipahami terkait kepemilikan legal atas tanah terletak pada pemerintah Indonesia, bukan masyarakat adat yang memegang "hak ulayat" atas tanah.

"Pemerintah, bukan penduduk asli, memberikan izin untuk jangka waktu 35 tahun dan kepemilikan legal atas tanah tidak ada hubungannya dengan masyarakat adat," kata dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Nasional
Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

Nasional
Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Nasional
Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nasional
JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

Nasional
Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Nasional
Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Nasional
DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

Nasional
Komisi II Sebut 'Presidential Threshold' Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

Komisi II Sebut "Presidential Threshold" Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

Nasional
Prabowo Nyanyi 'Pertemuan' di Depan Titiek Soeharto: Sudah Presiden Terpilih, Harus Tepuk Tangan walau Suara Jelek

Prabowo Nyanyi "Pertemuan" di Depan Titiek Soeharto: Sudah Presiden Terpilih, Harus Tepuk Tangan walau Suara Jelek

Nasional
Fraksi Golkar Bakal Dalami Usulan Hakim MK soal RUU Pemilu dan Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Fraksi Golkar Bakal Dalami Usulan Hakim MK soal RUU Pemilu dan Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Nasional
Politikus Senior PDI-P Tumbu Saraswati Meninggal Dunia, Penghormatan Terakhir di Sekolah Partai

Politikus Senior PDI-P Tumbu Saraswati Meninggal Dunia, Penghormatan Terakhir di Sekolah Partai

Nasional
Bubar Jalan dan Merapat ke Prabowo, Koalisi Perubahan Dinilai Hanya Jual Gimik Narasi Kritis

Bubar Jalan dan Merapat ke Prabowo, Koalisi Perubahan Dinilai Hanya Jual Gimik Narasi Kritis

Nasional
Ucapkan Selamat ke Prabowo-Gibran, PPP: Tak Ada Lagi Koalisi 01 dan 03

Ucapkan Selamat ke Prabowo-Gibran, PPP: Tak Ada Lagi Koalisi 01 dan 03

Nasional
CSIS: Pemilu 2024 Hasilkan Anggota DPR Muda Paling Minim Sepanjang Sejarah sejak 1999

CSIS: Pemilu 2024 Hasilkan Anggota DPR Muda Paling Minim Sepanjang Sejarah sejak 1999

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com