JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi III DPR Ahmad Sahroni mengatakan, RUU Larangan Minuman Beralkohol belum diperlukan, sehingga harus dipertimbangkan urgensi dibuatnya RUU tersebut.
Hal tersebut disampaikan Sahroni, menanggapi Badan Legislasi (Baleg) DPR yang kembali membahas RUU Larangan Minuman Beralkohol.
Sahroni mengatakan, apabila minuman beralkohol diatur terlalu ketat, minuman itu akan sangat sulit dijangkau sehingga berpotensi munculnya oknum peracik alkohol ilegal.
"Kalau minuman beralkohol ini terlalu ketat peraturannya sehingga sangat sulit terjangkau justru berpotensi menimbulkan munculnya pihak yang nakal yang melakukan pengoplosan alkohol ilegal atau bahkan meracik sendiri. Jadi harus betul-betul dipertimbangkan lagi," kata Sahroni dalam keterangan tertulis, Jumat (13/11/2020).
Sahroni mengatakan, saat ini yang perlu dilakukan adalah ketentuan terkait minuman beralkohol.
Ia mencontohkan, aturan mengenai larangan mengonsumsi minuman beralkohol bagi usia di bawah 21 tahun yang belum maksimal diterapkan.
"Kita lihat, aturan soal larangan konsumsi alkohol di bawah 21 tahun saja belum benar-bener ditegakkan. Begitu juga larangan nyetir kalau mabuk," ujarnya.
Lebih lanjut, Sahroni mengingatkan, pengetatan aturan minuman beralkohol jangan sampai menimbulkan masalah baru seperti maraknya minuman beralkohol ilegal.
"Jangan sampai aturannya diperketat malah jadi makin banyak yang bandel, misalnya, malah mengoplos alkohol sendiri yang bisa berdampak kematian. Ini malah lebih bahaya," kata dia.
Sebelumnya, usulan Rancangan Undang-Undang Larangan Minuman Beralkohol kembali dibahas di Badan Legislasi DPR.
Pada Selasa (10/11/2020), pengusul memaparkan RUU Larangan Minuman Beralkohol yang saat ini masuk sebagai Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas Tahun 2020.
Salah satu pengusul, anggota DPR dari Fraksi PPP Illiza Sa'aduddin Djamal mengatakan, RUU Larangan Minol bertujuan melindungi masyarakat dari dampak negatif akibat pengonsumsian minuman beralkohol.
"RUU ini bertujuan melindungi masyarakat dari dampak negatif, menciptakan ketertiban, dan ketenteraman di masyarakat dari para peminum minuman beralkohol, selain itu adanya RUU ini juga untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat mengenai bahaya minuman beralkohol," kata Illiza saat dihubungi Kompas.com, Rabu (11/11/2020).
Baca juga: RUU Larangan Minuman Beralkohol: Masyarakat yang Konsumsi Terancam Pidana hingga 2 Tahun
Pengusul RUU Larangan Minuman Beralkohol terdiri atas 21 anggota DPR. Sebanyak 18 orang dari Fraksi PPP, dua orang dari Fraksi PKS, dan satu orang dari Fraksi Partai Gerindra.
Surat permohonan pembahasan RUU Larangan Minol sudah dibuat pada 24 Februari 2020.
Namun, baru diterima Baleg DPR pada 17 September, hingga akhirnya dijadwalkan pemaparan pengusul pada 10 November.
Menurut Illiza, soal minuman beralkohol belum diatur secara spesifik dalam undang-undang. Pengaturannya saat ini masuk di KUHP yang deliknya dinilai terlalu umum.
Sementara itu, dia mengatakan aturan larangan minuman beralkohol merupakan amanah konstitusi dan agama bahwa tiap orang berhak hidup sejahtera di lingkungan yang baik.
"Sebab itu melihat realitas yang terjadi seharusnya pembahasan RUU Minuman Beralkohol dapat dilanjutkan dan disahkan demi kepentingan generasi yang akan datang," ujar dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.