Pendapat serupa juga disampaikan oleh Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Parahyangan (Unpar) Asep Warlan. Menurut dia, penganugrahan bintang mahaputera pada enam hakim MK bisa menimbulkan tafsir sebagai bentuk pengkondisian judicial review UU Cipta Kerja.
"Ini bagian dari pengkondisian dari kemungkinan ada JR (uji materi) di MK. Jadi membaca itu memang seperti itu," kata Asep kepada Kompas.com, Rabu (11/11/2020).
Ia menilai, pemberian tanda jasa ini tidak lepas nuansa politis dan balas budi. Di satu sisi, saat ini banyak pihak yang tengah mengajukan uji materiil dan uji formil UU Cipta Kerja. Pemerintah dan DPR diduga memiliki kepentingan untuk menjaga UU ini.
Di sisi lain, pemerintah dan DPR baru saja mengesahkan perpanjangan masa jabatan hakim konstitusi yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2020 tentang MK.
"Jadi tafsir itu tidak salah. Bahwa ini ada kaitannya dengan pengharapan pemerintah dan DPR untuk menjaga Undang-Undang Cipta Kerja ini," ucap dia.
Semetara itu, Istana dan MK sama-sama menepis anggapan itu. Juru Bicara MK Fajar Laksono mengklaim, pemberian bintang mahaputera ke enam hakim konstitusi tidak akan mempengaruhi independesi.
"Tidak ada kaitannya secara dengan pelaksanaan fungsi dan kewenangan MK pasca penganugerahan," kata Fajar kepada Kompas.com, Rabu (11/11/2020).
"Peristiwa apa pun insya Allah tidak akan memengaruhi kejernihan hati serta pikiran dan kemerdekaan hakim konstitusi dalam menjalankan kewenangan konstitusionalnya," kata dia.
Baca juga: Pemberian Bintang Mahaputera kepada Hakim MK Dikhawatirkan Ganggu Independensi
Fajar mengatakan, ihwal tanda kehormatan itu sudah diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945. Siapapun yang sudah dianggap layak dan memenuhi syarat bisa dianugerahi bintang mahaputera.
"Penghargaan tanda kehormatan semacam itu setidaknya justru membuktikan bahwa hakim konstitusi yang menerima penghargaan tersebut diakui secara objektif oleh negara," kata Fajar.
"Berjasa telah dan sedang menjalankan kewenangan dengan sebaik-baiknya dan selurus-lurusnya, termasuk dalam menjaga independensinya," imbuh dia.
Sementara itu, Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden, Donny Gahral Adian menyebut, penganugerahan tanda kehormatan kepada enam hakim MK tak akan menyebabkan konflik kepentingan.
Ia mengatakan, tanda kehormatan itu murni diberikan kepada keenam hakim lantaran telah berkontribusi bagi bangsa dan negara.
"Saya kira tidak ada konflik kepentingan apa-apa. Ini murni penghargaan terhadap darma bakti keenam hakim MK itu bagi bangsa dan negara," kata Donny kepada Kompas.com, Rabu (11/11/2020).
Baca juga: Enam Hakim MK Dapat Bintang Mahaputera, Istana: Jangan Dikaitkan Politik
Donny pun meminta agar tak ada yang menafsirkan penganugerahan tanda kehormatan ini terlampau jauh, apalagi dikaitkan dengan politik.