Belum adanya kesetaraan gender di ruang publik, juga bisa dilihat dari kursi parlemen yang diduduki perempuan cenderung jauh lebih rendah daripada laki-laki.
"Perempuan yang duduki kursi parlemen di daerah lebih tinggi dibanding di pusat. Artinya posisi perempuan dalam ruang publik dan penentuan arah pembangunan masyarakat masih rendah," kata Doktor Honoris Causa dari Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) ini.
Baca juga: Tingkatkan Kesejahteraan Warga Desa, Kemendes Luncurkan Program JPS
Hal lain tentang masalah kesetaraan gender dapat dilihat dari kekerasan seksual. Ini terlihat dari kekerasan yang dialami perempuan di kota lebih tinggi daripada di desa.
Namun, kekerasan di desa cenderung pada pemerkosaan (seksual kontak), sedangkan di kota cenderung pada pelecehan (tanpa kontak seksual).
“Karena itu, dibutuhkan kebijakan represif bagi pelaku dan kebijakan rehabilitatif bagi korban, terutama perempuan muda,” ujar Gus Menteri.
Gus Menteri menyampaikan, Kemendes PDTT telah menyusun beberapa indikator terkait pembangunan Desa Ramah Perempuan.
“Indikator yang dimaksud adalah peraturan desa (Perdes) atau surat keputusan (SK) Kades," kata Gus Menteri.
Perdes dan SK Kades itu mendukung pemberdayaan perempuan minimal 30 persen dan menjamin perempuan untuk mendapatkan pelayanan, informasi, serta pendidikan terkait keluarga berencana (KB) dan kesehatan reproduksi.
Indikator selanjutnya, lanjut Gus Menteri, angka partisipasi kasar (APK) Sekolah Menengah Atas (SMA) Sederajat perempuan mencapai 100 persen.
Baca juga: Hadiri Rapat Evaluasi Pengelolaan Dana Desa, Kemendes Bicara Soal Penyaluran Bantuan dari Kementrian
Kemudian, persentase jumlah perempuan di Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan perangkat desa minimal 30 persen.
“Angka tersebut juga sama pada persentase jumlah perempuan yang menghadiri musyawarah desa (musdes) dan berpartisipasi dalam pembangunan desa," kata Gus Menteri.
Sementara itu, prevalensi kasus kekerasan terhadap anak perempuan mencapai 0 persen, sedangkan kasus kekerasan terhadap perempuan yang mendapat layanan komprehensif mencapai 100 persen.
Baca juga: Cegah Perkawinan Anak, Kemendes PDTT Kembangkan Advokasi Hukum di Desa
Tak kalah penting, kata Gus Menteri, adalah median usia kawin pertama perempuan (pendewasaan usia kawin pertama) harus di atas 18 tahun.
Adapun untuk angka kelahiran pada remaja usia 15-19 tahun age specific fertility rate (ASFR) mencapai 0 persen.
“Sedangkan unmet need KB mencapai 0 persen, dan Pasangan Usia Subur (PUS) memahami metode kontrasepsi modern minimal ada 4 jenis,” jelas Gus Menteri.