JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Senior LP3ES Malik Ruslan menilai, koperasi yang digagas Wakil Presiden pertama RI, Mohammad Hatta atau Bung Hatta, bukan sekedar institusi ekonomi, namun juga mengajarkan pendidikan antikorupsi.
Adapun, koperasi adalah sebuah organisasi ekonomi yang dimiliki dan dioperasikan oleh orang-seorang demi kepentingan bersama.
"Kenapa Bung Hatta menggagas tentang koperasi? Koperasi bagi Bung Hatta itu rupanya bukan hanya alat ekonomi, bukan hanya institusi ekonomi, tetapi juga itu institusi pendidikan," ujar Malik dalam sebuah seminar, Selasa (10/11/2020).
"Lebih khusus lagi itu pendidikan antikorupsi, antikorupsi apa di dalamnya, yakni kejujuran," kata Malik.
Baca juga: Ketua KPK: Dulu Pahlawan Korbankan Jiwa Raga, Saat Ini Kita Mulai dari Sikap Antikorupsi
Selain itu, Malik mengatakan, dalam sebuah koperasi, juga terdapat nilai-nilai kesabaran.
Malik melanjutkan, menurut Bung Hatta, kalau anggota koperasi itu belum mampu membeli satu barang tidak perlu berutang.
Bung Hatta menyarankan untuk bersabar dalam menabung sampai cukup untuk membeli hal yang diinginkan.
Malik menilai, berdasarkan kasus yang ada, sejumlah pejabat negara yang terlibat praktik korupsi adalah mereka yang tidak jujur dalam mengemban amanahnya dan mereka yang tidak sabar dalam memperoleh sesuatu.
Hal ini, menurut Malik, pada akhirnya membuat pejabat terjerat praktik korupsi akibat terlilit utang.
"Ada kasus di Jawa Timur, ada proyek di sana, kepala daerahnya dijanjikan fee dari proyeknya, rupanya fee itu besarnya Rp 500 juta, itu buat cicil mobil," ucap Malik.
"Ada juga kasus di Jakarta itu pejabat lembaga tinggi negara, korupsi itu, sogok itu, lebih dari Rp 1 miliar itu buat bayar apartemen," kata dia.
Baca juga: Di Sekolah Calon Kepala Daerah PDI-P, Pimpinan KPK Ingatkan 4 Prinsip Antikorupsi
Oleh karena itu, nilai-nilai dalam koperasi inilah, menurut Malik, perlu ditiru oleh pejabat negara.
Hal itu, agar penerapan good governance atau suatu penyelenggaraan manajemen pembangunan yang solid dan bertanggung jawab di sistem pemerintahan Indonesia dapat berjalan maksimal.
Malik menilai, penerapan good governance belum berjalan dengan baik. Sebab, banyak koruptor yang ditangkap dan diadili justru berasal dari kalangan pejabat negara.
"Kenapa ini tidak jalan, kenapa itu tidak berfungsi? Kalau dari pemberantasan korupsi menurut saya karena tulang punggung dari good governance itu justru pelaku terbesar korupsi yakni pemerintah dan swasta," ujar Malik
Selain akibat peraturan yang tidak ketat, Malik menilai, alasan mendasar praktik korupsi di Indonesia yakni minimnya moralitas dari dalam diri.
Baca juga: Indeks Perilaku Antikorupsi Meningkat, KPK: Ini Hasil Strategi Pencegahan Korupsi
Menurut dia, cukup banyak aparatur sipil negara (ASN) yang belum terbuka terkait harta kekayaan yang dimiliki.
Meskipun tidak diwajibkan, menurut Malik, seharusnya semua orang yang lulus menjadi ASN perlu melaporkan harta kekayaannya.
"ASN saya lihat masih lemah, orang-orang yang melaporkan harta kekayaan itu hanya yang eselon atas, pejabat negara saja, mestinya, begitu lulus masuk jadi PNS, semua itu langsung melaporkan harta kekayaan," ucap Malik.
"Kenapa mesti begitu, di lembaga itu, korupsi kecil-kecil, memang kecil, tapi kalau diakumulasi seluruh Indonesia itu bisa miliaran, dan itu kalau pertahun bisa jadi triliunan, besar sekali," ujar dia.
Lebih lanjut, Malik mengatakan, berdasarkan kasus-kasus dari praktik korupsi di Indonesia, kerap ditemukan persoalan mark up atau peningkatan harga dalam hal pembelian barang atau pengadaan barang dan jasa.
Menurut dia, menjadi sesuatu hal yang biasa di kalangan aparatur sipil negara.
Padahal, ASN dalam lembaga pemerintah sudah diinjeksi nilai-nilai anti korupsi dalam mekanisme good governance.
"Di situ ada transparansi, ada akuntabilitas, ada rule of law, ini semua nilai-nilai anti korupsi ini pesan-pesan moral semua sebetulnya," kata Malik.
"Ini enggak jalan, persoalan itu kalau ditelusuri, itu orang (pelaku praktik korupsi) belum selesai dengan persoalan moralitas, itu akan selalu menggoncang keyakinan orang, kejujuran orang," tutur dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.