Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kemauan Politik Negara Tuntaskan Kasus Pelanggaran HAM Berat Dipertanyakan

Kompas.com - 10/11/2020, 20:41 WIB
Irfan Kamil,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) menilai, negara belum memiliki keinginan untuk menuntaskan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu.

Pasca-putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) terkait Tragedi Semanggi I dan II, Jaksa Agung ST Burhanddin akan mengajukan banding.

PTUN mengabulkan gugatan keluarga korban Tragedi Semanggi I dan II terhadap pernyataan Jaksa Agung yang menyebut kasus Tragedi Semanggi I dan II bukan merupakan pelanggaran HAM berat.

Baca juga: Jaksa Agung Diminta Patuhi Putusan PTUN Terkait Tragedi Semanggi

Menurut Koordinator Kontras Fatia Maulidiyanti, upaya banding oleh Jaksa Agung menunjukkan negara belum memiliki kemauan politik (political will) dalam menuntaskan kasus pelanggaran HAM berat.

“Belum ada kemauan politik dari negara untuk memberikan hak kepada korban sesuai mandat UU 26/2000 tentang pengadilan HAM dan untuk mengakui adanya pelanggaran HAM berat di Indonesia yang perlu diselesaikan oleh negara,” ujar Fatia saat dihubungi Kompas.com, Kamis (5/11/2020).

Baca juga: YLBHI: Putusan PTUN soal Tragedi Semanggi Harusnya Jadi Alarm Keras bagi Pemerintah

Dalam putusannya, majelis hakim menyatakan pernyataan Burhanuddin sebagai perbuatan melawan hukum. 

Saat Rapat Kerja dengan Komisi III DPR RI pada Januari 2020, Burhanuddin mengatakan bahwa kasus Tragedi Semanggi I dan II bukan merupakan pelanggaran HAM berat.

Pernyataan itu kemudian digugat oleh keluarga korban ke PTUN karena dinilai akan menghambat proses penuntasan kasus yang sedang berjalan.

 

Pihak keluarga korban yang melayangkan gugatan yaitu Maria Katarina Sumarsih, ibunda almarhum Bernardinus Realino Norma Irmawan alias Wawan; dan Ho Kim Ngo, ibunda almarhum Yap Yun Hap.

Bernardinus Realino Norma Irmawan merupakan mahasiswa yang menjadi korban dalam peristiwa Semanggi I, 13 November 1998. Sedangkan Yap Yun Hap adalah mahasiswa UI yang meninggal saat peristiwa Semanggi II, 24 September 1999.

Baca juga: Kemenangan Keluarga Korban Tragedi Semanggi...

Majelis hakim PTUN Jakarta kemudian mengabulkan gugatan pemohon. Putusan ini menjadi kemenangan bagi keluarga korban dalam memperjuangkan hak atas keadilan dan penuntasan kasus.

"Menyatakan tindakan pemerintah berupa penyampaian tergugat dalam Rapat Kerja antara Komisi III DPR RI dan Jaksa Agung adalah perbuatan melawan hukum oleh badan dan/atau pejabat pemerintahan,” dikutip dari putusan dalam dokumen yang diunggah di laman Mahkamah Agung (MA).

Selain itu, majelis hakim mewajibkan Jaksa Agung memberi pernyataan yang sebenarnya dalam rapat dengan Komisi III DPR RI.

"Mewajibkan tergugat untuk membuat pernyataan terkait penanganan dugaan pelanggaran HAM berat Semanggi I dan Semanggi II sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR RI berikutnya, sepanjang belum ada putusan atau keputusan yang menyatakan sebaliknya."

Baca juga: Utang yang Tak Kunjung Lunas: Pelanggaran HAM Berat pada Masa Lalu

Fatia berharap Burhanuddin menerima dan mematuhi putusan PTUN. Menurut Fatia, upaya banding justru membuktikan bahwa kinerja Jaksa Agung patut dipertanyakan.

Pasalnya, Jaksa Agung memiliki peran penting dalam penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat masa lalu.

Fatia menuturkan, upaya banding justru akan menghambat upaya penuntasan. Dengan demikian kemauan politik pemerintah dalam menuntaskan kasus pelanggaran HAM berat akan dipertanyakan.

“Dengan melakukan banding, menunjukkan bahwa Jaksa Agung tidak bertanggung jawab atas ucapan yang diberikan,” ucap Fatia.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Koarmada I Siapkan KRI Halasan untuk Tembak Rudal Exocet

Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Koarmada I Siapkan KRI Halasan untuk Tembak Rudal Exocet

Nasional
Yusril: Tak Ada Bukti Kuat Kubu Prabowo-Gibran Curang di Pilpres 2024

Yusril: Tak Ada Bukti Kuat Kubu Prabowo-Gibran Curang di Pilpres 2024

Nasional
Hakim MK Diminta Selamatkan Konstitusi lewat Putusan Sengketa Pilpres 2024

Hakim MK Diminta Selamatkan Konstitusi lewat Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
MK Bakal Unggah Dokumen 'Amicus Curiae' agar Bisa Diakses Publik

MK Bakal Unggah Dokumen "Amicus Curiae" agar Bisa Diakses Publik

Nasional
PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

Nasional
Polri Sebut 8 Teroris yang Ditangkap di Sulteng Pernah Latihan Paramiliter di Poso

Polri Sebut 8 Teroris yang Ditangkap di Sulteng Pernah Latihan Paramiliter di Poso

Nasional
MK Kirim Surat Panggilan untuk Hadiri Pembacaan Putusan Sengketa Pilpres 2024

MK Kirim Surat Panggilan untuk Hadiri Pembacaan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Putusan MK Soal Sengketa Pilpres 2024 Dinilai Bakal Tunjukan Apakah Indonesia Masih Negara Hukum

Putusan MK Soal Sengketa Pilpres 2024 Dinilai Bakal Tunjukan Apakah Indonesia Masih Negara Hukum

Nasional
Daftar Aset Mewah Harvey Moeis yang Disita Kejagung dalam Kasus Dugaan Korupsi Timah

Daftar Aset Mewah Harvey Moeis yang Disita Kejagung dalam Kasus Dugaan Korupsi Timah

Nasional
Hanya Pihak Berkepentingan yang Boleh Hadir di Sidang Putusan Sengketa Pilpres

Hanya Pihak Berkepentingan yang Boleh Hadir di Sidang Putusan Sengketa Pilpres

Nasional
Soal Maju Kembali di Pilkada Jateng, Sudirman Said: Kan Sudah Pernah

Soal Maju Kembali di Pilkada Jateng, Sudirman Said: Kan Sudah Pernah

Nasional
FPI, PA 212, dan GNPF Ulama Dukung Hakim MK Bikin Putusan yang Seadil-adilnya

FPI, PA 212, dan GNPF Ulama Dukung Hakim MK Bikin Putusan yang Seadil-adilnya

Nasional
Bantah Putusan Bocor, MK: Rapat Hakim Masih sampai Minggu

Bantah Putusan Bocor, MK: Rapat Hakim Masih sampai Minggu

Nasional
Jaga Independensi, MK Sembunyikan Karangan Bunga yang Sindir Sengketa Pilpres 2024

Jaga Independensi, MK Sembunyikan Karangan Bunga yang Sindir Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Busyro Muqqodas Harap Putusan MK Soal Sengketa Pilpres Berpihak pada Etika Kenegaraan

Busyro Muqqodas Harap Putusan MK Soal Sengketa Pilpres Berpihak pada Etika Kenegaraan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com