Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mekanisme Distribusi II untuk Perbaiki UU Cipta Kerja Dinilai Keliru, Ini Alasannya

Kompas.com - 10/11/2020, 17:14 WIB
Nicholas Ryan Aditya,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar hukum tata negara Bivitri Susanti menilai, wacana penggunaan mekanisme Distribusi II untuk memperbaiki kesalahan perumusan dalam Undang-Undang Cipta Kerja merupakan langkah yang keliru.

Sebab, menurut dia, mekanisme Distribusi II tidak ada dalam UU Nomor 12 Tahun 2011 yang telah diubah dengan UU Nomor 15 Tahun 2019 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (PPP).

"Ini langkah yang keliru dan tidak adanya ketentuan ini justru karena prinsipnya, pengundangan itu bukan sekadar pemberian nomor, tetapi punya makna pengumuman ke publik melalui penempatan suatu UU ke Lembaran Negara dan penjelasannya masuk Tambahan Lembaran Negara," kata Bivitri saat dihubungi Kompas.com, Selasa (10/11/2020).

Baca juga: Distribusi II untuk Perbaiki UU Cipta Kerja, Bagaimana Ketentuan dan Mekanismenya?

Ia mengungkapkan bahwa hal tersebut menjadi penting dan kemudian dikenal dengan teori fiksi hukum.

Konsep dari teori itu, kata dia, di mana bila sudah diumumkan, tidak ada orang yang boleh mendaku dirinya tidak mengetahui bahwa UU itu ada sehingga bisa menghindar dari kewajiban menerapkan UU.

"Jadi kalau ada perubahan, harus ditempuh lagi proses pembentukan UU sesuai UU PPP itu," ujarnya.

Selain itu, Bivitri melihat pemerintah menganggap kesalahan dalam UU Cipta Kerja merupakan kesalahan administrasi belaka. Hal itu didapat dari beragam pemberitaan media massa yang ia baca.

Baca juga: Ada Kesalahan Ketik Fatal, Proses UU Cipta Kerja Dinilai Ugal-ugalan

Menurut dia, pernyataan ini justru mengerdilkan makna proses legislasi.

Padahal, jelasnya, proses legislasi tersebut bukan sekadar urusan administrasi, tetapi perwujudan konkret demokrasi perwakilan.

"Ada moralitas demokrasi yang tercederai di sini. Jadi jelas saya sangat tidak setuju dengan Distribusi II ini. Bukan hanya karena tidak ada dalam UU PPP, tetapi juga karena melanggar moralitas demokrasi," kata Bivitri.

Sebelumnya, Badan Legislasi ( Baleg) DPR berwacana menggunakan mekanisme Distribusi II untuk memperbaiki kesalahan perumusan Undang-Undang Cipta Kerja Nomor 11 Tahun 2020.

Baca juga: Pro-Kontra Mekanisme Distribusi II untuk Perbaiki UU Cipta Kerja

Wakil Ketua Baleg DPR Willy Aditya menyatakan, mekanisme Distribusi II mungkin dilakukan meski tak diatur dalam UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

Menurut Willy, mekanisme itu juga telah berulang kali digunakan.

Sebagai contoh, untuk memperbaiki Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban dan Undang-Undang Nomor 49 Tahun 2008 tentang Pembentukan Kabupaten Mesuji di Provinsi Lampung.

"Perbaikan atas UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja masih dapat dilakukan dan dibolehkan," ujar Willy saat dihubungi, Senin (9/11/2020).

 Baca juga: Baleg DPR: Perbaikan Kelalaian Penulisan UU Cipta Kerja dengan Mekanisme Distribusi II

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Menakar Nasib Ketua KPU Usai Diadukan Lagi ke DKPP Terkait Dugaan Asusila

Menakar Nasib Ketua KPU Usai Diadukan Lagi ke DKPP Terkait Dugaan Asusila

Nasional
Tak Lagi Solid, Koalisi Perubahan Kini dalam Bayang-bayang Perpecahan

Tak Lagi Solid, Koalisi Perubahan Kini dalam Bayang-bayang Perpecahan

Nasional
TPN Ganjar-Mahfud Sebut 'Amicus Curiae' Bukan untuk Intervensi MK

TPN Ganjar-Mahfud Sebut "Amicus Curiae" Bukan untuk Intervensi MK

Nasional
Percepat Kinerja Pembangunan Infrastruktur, Menpan-RB Setujui 26.319 Formasi ASN Kementerian PUPR

Percepat Kinerja Pembangunan Infrastruktur, Menpan-RB Setujui 26.319 Formasi ASN Kementerian PUPR

Nasional
Kubu Prabowo Siapkan Satgas untuk Cegah Pendukung Gelar Aksi Saat MK Baca Putusan Sengketa Pilpres

Kubu Prabowo Siapkan Satgas untuk Cegah Pendukung Gelar Aksi Saat MK Baca Putusan Sengketa Pilpres

Nasional
TKN Prabowo-Gibran Akan Gelar Nobar Sederhana untuk Pantau Putusan MK

TKN Prabowo-Gibran Akan Gelar Nobar Sederhana untuk Pantau Putusan MK

Nasional
Jelang Putusan Sengketa Pilpres: MK Bantah Bocoran Putusan, Dapat Karangan Bunga

Jelang Putusan Sengketa Pilpres: MK Bantah Bocoran Putusan, Dapat Karangan Bunga

Nasional
Skenario Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Sengketa Pilpres 2024

Skenario Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Kejagung Terus Telusuri Aset Mewah Harvey Moeis, Jet Pribadi Kini dalam Bidikan

Kejagung Terus Telusuri Aset Mewah Harvey Moeis, Jet Pribadi Kini dalam Bidikan

Nasional
Yusril Tegaskan Pencalonan Gibran Sah dan Optimistis dengan Putusan MK

Yusril Tegaskan Pencalonan Gibran Sah dan Optimistis dengan Putusan MK

Nasional
Soal Tawaran Masuk Parpol, Sudirman Said: Belum Ada karena Saya Bukan Anak Presiden

Soal Tawaran Masuk Parpol, Sudirman Said: Belum Ada karena Saya Bukan Anak Presiden

Nasional
Sudirman Said Beberkan Alasan Tokoh Pengusung Anies Tak Ajukan 'Amicus Curiae' seperti Megawati

Sudirman Said Beberkan Alasan Tokoh Pengusung Anies Tak Ajukan "Amicus Curiae" seperti Megawati

Nasional
Soal Peluang Anies Maju Pilkada DKI, Sudirman Said: Prabowo Kalah 'Nyapres' Tidak Jadi Gubernur Jabar

Soal Peluang Anies Maju Pilkada DKI, Sudirman Said: Prabowo Kalah "Nyapres" Tidak Jadi Gubernur Jabar

Nasional
Beda Sikap PSI: Dulu Tolak Proporsional Tertutup, Kini Harap Berlaku di Pemilu 2029

Beda Sikap PSI: Dulu Tolak Proporsional Tertutup, Kini Harap Berlaku di Pemilu 2029

Nasional
Banjir “Amicus Curiae”, Akankah Lahir “Pahlawan” Pengadilan?

Banjir “Amicus Curiae”, Akankah Lahir “Pahlawan” Pengadilan?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com