Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Masyumi Dulu yang Bukan Masyumi Sekarang...

Kompas.com - 10/11/2020, 08:18 WIB
Rakhmat Nur Hakim,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Deklarasi Masyumi Reborn pada 7 November meramaikan jagat politik nasional. Nama partai yang pernah dibubarkan Presiden Soekarno itu dihidupkan kembali oleh Cholil Ridwan yang malang melintang di Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII).

Namun, penggunaan nama Masyumi untuk menamai partai politik juga pernah terjadi pada 1999. Saat itu, pemilu pertama di era reformasi diikuti oleh dua partai yang menggunakan nama Masyumi yakni Partai Masyumi dan Partai Masyumi Baru.

Namun, selepas Pemilu 1999, kedua partai tersebut tak pernah muncul kembali di pemilu berikutnya hingga Pemilu 2019.

Baca juga: Yusril: Pemilu 1999 Ada Partai Masyumi Baru, Hasilnya Tak Menggembirakan

Berbeda dengan era Natsir

Menanggapi kemunculan Masyumi Reborn, peneliti Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Wasisto Raharjo Jati menilai, deklarasi Masyumi yang dulu berbeda dengan Masyumi Reborn yang sekarang.

Ia menilai, pendirian Partai Masyumi di era oleh Mohammad Natsir merupakan upaya untuk menyatukan aspirasi politik kalangan Islam modernis.

Saat itu di era Orde Lama, umat Islam khususnya kalangan Islam modernis memiliki agenda membangun negara berbasiskan nilai-nilai Islam. Hal itu terlihat sejak penyusunan Piagam Jakarta yang kini menjadi pembukaan UUD 1945.

Saat itu kelompok Islam berupaya memasukkan tujuh kata, yakni "Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya".

Baca juga: Tanggapi Masyumi Reborn, Yusril Singgung Hak Politik hingga Kegagalan di Pemilu 1999

Golongan Islam yang memperjuangkan tujuh kata tersebut lalu bersama-sama mendirikan Partai Masyumi untuk mewujudkan visi politik Islam mereka.

Upaya golongan agama membangun negara dengan nilai-nilai Islam selanjutnya terlihat lewat debat antara Natsir dan Soekarno yang menggambarkan pertarungan politik golongan agama dan nasionalis saat itu.

"Jadi Masyumi lama itu didirikan atas dasar kepentingan ideologis. Namun kalau kita bandingkan dengan Masyumi baru sekarang ini, tentu bukan warna ideologi yang dipertimbangkan, namun lebih pada kepentingan," kata Wasisto kepada Kompas.com, Senin (9/11/2020).

Baca juga: Partai Masyumi Reborn Dideklarasikan, Amien Rais hingga Rizieq Shihab Diajak Bergabung

Ia menambahkan, narasi politik yang dibangun Masyumi sekarang lebih untuk mendikotomikan pemilih Muslim dan non-Muslim, atau Muslim yang religius dengan Muslim yang kurang religius.

Ia menilai, Masyumi di era Orde Lama tak seperti itu. Menurut dia, Masyumi lama lebih didasarkan pada kehendak bersama kalangan Islam modernis untuk mengejawantahkan visi Islam dalam sebuah negara, bukan sekadar mendikotomikan pemilih Muslim dan non-Muslim.

"Kalau untuk pertimbangan pemilih Muslim, saya pikir agak ragu karena pemilih Muslim kita (sekarang) itu ideologinya tidak terlalu kuat seperti tahun 1945-1965," ujar dia.

Yusril Ihza Mahendra, saat ditemui di kantornya, Kasablanka Office Tower, Jakarta, Jumat (12/7/2019). KOMPAS.com/ KRISTIAN ERDIANTO Yusril Ihza Mahendra, saat ditemui di kantornya, Kasablanka Office Tower, Jakarta, Jumat (12/7/2019).

Sementara itu, Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) sekaligus murid Natsir, Yusril Ihza Mahendra, menilai bahwa orientasi politik rakyat saat ini sudah berubah.

Ia menilai rakyat tidak lagi terbelah pada perbedaan ideologi yang tajam seperti tahun 1945-1960.

Sebagai murid Natsir, ia pun mendirikan partai baru di era reformasi tapi tak menggunakan nama Masyumi. Yusril memilih mendirikan partai yang tak mengandung nama Masyumi karena menurut dia zaman telah berubah.

Baca juga: Masyumi Reborn Dinilai Harus Cari Tokoh untuk Jadi Simbol Raih Suara

Ia mengakui PBB adalah partai baru yang menimba inspirasi dari Partai Masyumi. Namun, ia menolak untuk menggunakan nama Masyumi karena situasi politik reformasi sangat berbeda dengan tahun 1945-1960 ketika Masyumi ada.

Ia pun mengatakan kesulitan mengelola partai Islam ialah saat memperoleh dana sebab sebagian besar umat Islam hidup dalam kekurangan.

"Yang punya dana besar itu para cukong, para pengusaha dalam maupun dalam negeri. Sepanjang pengalaman saya, tidak ada ada para cukong dan para pengusaha besar itu yang sudi mendanai Partai Islam. Makanya, partai-partai Islam itu hidupnya "ngos-ngosan"," tutur Yusril.

Ia menambahkan, zaman sekarang sangat jarang ada anggota partai membayar iuran anggota seperti zaman dulu.

Baca juga: Pengamat Khawatirkan Masyumi Reborn Hanya Jadi Sebatas LSM jika...

Dinilai sulit berkembang

Hal senada disampaikan pengajar komunikasi politik Universitas Paramadina Hendri Satrio. Dia menilai, saat ini tak mudah bagi partai politik berbasis agama untuk mendapatkan suara dalam pemilihan, meski ceruk pasarnya dirasa besar.

"Walaupun ceruk partai berbasis agama ini besar, tapi tidak semata-mata yang berbasis agama ini akan mudah mendapatkan suara," kata Hendri saat dihubungi Kompas.com, Senin (9/11/2020).

Menurut Hendri, parpol berbasis agama kini tidak mudah mendapatkan suara karena adanya partai nasionalis yang lebih merebut suara masyarakat.

"Kan terbukti, yang tiga besar itu nasionalis semua. Ya, ada PDI-P, kemudian Golkar, Gerindra," ujarnya.

Baca juga: Masyumi Reborn Dinilai Sulit Bertahan, Perlu Ikut Bersihkan Citra Partai Politik

Pertarungan antara partai politik berbasis agama ini juga dirasa kian sengit. Ia mengambil contoh Partai Ummat buatan Amien Rais akan bertarung dalam perolehan suara dengan Partai Amanat Nasional (PAN).

"Ummat dulu, lah, misalnya, yang diperebutkan ini basisnya PAN, Muhammadiyah, atau loyalis-loyalisnya Amien. Pasti Ummat akan bertarung dengan PAN, ceruk pasar yang diperebutkan ya itu," kata dia.

Sementara itu, lanjutnya, ceruk pasar yang akan diperebutkan Masyumi Reborn adalah yang ditargetkan oleh Partai Bulan Bintang sebelumnya.

Baca juga: Gerindra Ragukan Masyumi Reborn Kelanjutan Masyumi Sebelumnya

Oleh sebab itu, kata dia, walaupun ceruk pasar besar, tidak akan memudahkan bagi parpol berbasis agama Islam yang baru untuk merebut suara.

Ia pun berpendapat jika saat ini perebutan suara untuk parpol berbasis agama sudah dimiliki oleh tiga besar partai yaitu Partai Keadilan Sejahtera (PKS), PAN, dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).

Sebabnya, ia menilai akan sulit bagi partai politik baru berbasis agama untuk bertarung dalam memperebutkan suara masyarakat.

"Belum lagi ada Partai Gelora. Artinya, dengan partai politik yang sekarang ada yang kuat, seperti PKS, PAN, dan PKB. Sebetulnya, pemilik suara yang menginginkan partai berbasis agama itu sudah cukup," ucap Hendri.

Baca juga: Soal Masyumi Reborn, DPP PDI-P: Partai Baru Akan Jadi Mitra Berdemokrasi yang Sehat

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tok! Kasasi KPK Kabul, Eltinus Omaleng Dihukum 2 Tahun Penjara

Tok! Kasasi KPK Kabul, Eltinus Omaleng Dihukum 2 Tahun Penjara

Nasional
Penetapan Prabowo di KPU: Mesra dengan Anies hingga Malu-malu Titiek Jadi Ibu Negara

Penetapan Prabowo di KPU: Mesra dengan Anies hingga Malu-malu Titiek Jadi Ibu Negara

Nasional
Gibran Bertemu Ma'ruf Amin, Saat Wapres Termuda Sowan ke yang Paling Tua

Gibran Bertemu Ma'ruf Amin, Saat Wapres Termuda Sowan ke yang Paling Tua

Nasional
Anies Dinilai Masih Berpeluang Maju Pilkada Jakarta, Mungkin Diusung Nasdem dan PKB

Anies Dinilai Masih Berpeluang Maju Pilkada Jakarta, Mungkin Diusung Nasdem dan PKB

Nasional
Petuah Jokowi-Ma'ruf ke Prabowo-Gibran, Minta Langsung Kerja Usai Dilantik

Petuah Jokowi-Ma'ruf ke Prabowo-Gibran, Minta Langsung Kerja Usai Dilantik

Nasional
Kejagung Periksa 3 Saksi Terkait Kasus Korupsi Timah, Salah Satunya Pihak ESDM

Kejagung Periksa 3 Saksi Terkait Kasus Korupsi Timah, Salah Satunya Pihak ESDM

Nasional
Tak Dukung Anies Maju Pilkada Jakarta, PKS Dinilai Ogah Jadi “Ban Serep” Lagi

Tak Dukung Anies Maju Pilkada Jakarta, PKS Dinilai Ogah Jadi “Ban Serep” Lagi

Nasional
2 Prajurit Tersambar Petir di Mabes TNI, 1 Meninggal Dunia

2 Prajurit Tersambar Petir di Mabes TNI, 1 Meninggal Dunia

Nasional
Usung Perubahan Saat Pilpres, PKB-Nasdem-PKS Kini Beri Sinyal Bakal Gabung Koalisi Prabowo

Usung Perubahan Saat Pilpres, PKB-Nasdem-PKS Kini Beri Sinyal Bakal Gabung Koalisi Prabowo

Nasional
[POPULER NASIONAL] Anies-Muhaimin Hadir Penetapan Presiden-Wapres Terpilih Prabowo-Gibran | Mooryati Soedibjo Tutup Usia

[POPULER NASIONAL] Anies-Muhaimin Hadir Penetapan Presiden-Wapres Terpilih Prabowo-Gibran | Mooryati Soedibjo Tutup Usia

Nasional
Sejarah Hari Posyandu Nasional 29 April

Sejarah Hari Posyandu Nasional 29 April

Nasional
Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Nasional
Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Nasional
Temui Jokowi, Prabowo dan Gibran Tinggalkan Istana Setelah 2 Jam

Temui Jokowi, Prabowo dan Gibran Tinggalkan Istana Setelah 2 Jam

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com