Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Yusril saat Jadi Mensesneg: Selalu Cek Draf RUU Sebelum Diteken SBY

Kompas.com - 06/11/2020, 19:17 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Yusril Ihza Mahendra bercerita tentang kebiasaannya memeriksa setiap rancangan undang-undang (RUU) saat masih menjabat sebagai Menteri Sekretaris Negara (Menseneg) di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Yusril menyebut, dirinya selalu mempelajari draf RUU yang akan ditandatangani presiden. Ia memastikan bahwa tak ada lagi kesalahan pengetikan dalam draf hingga presiden membubuhkan tanda tangan.

"Saya selalu membawa naskah RUU yang sudah disetujui bersama itu. Setelah kami pelajari, saya membaca, cross check semua, nggak ada salah lagi, saya datang menghadap, 'Pak, ini sudah selesai RUU-nya tolong Pak SBY tanda tangan'," kata Yusril di acara "Rosi" yang ditayangkan YouTube Kompas TV, Kamis (5/11/2020).

Menurut Yusril, SBY juga selalu berulang kali memastikan ke dirinya bahwa tak ada lagi kesalahan pengetikan dalam draf UU yang akan ia diteken. Jika sudah yakin, barulah SBY memberikan tanda tangan.

"Pak Yusril, Pak yusril sudah baca belum? Ada salah lagi nggak? Sudah baca betul-betul, Pak Yusril?," kata Yusril menirukan SBY.

"Sudah, Pak, sudah berkali-kali saya baca, nggak salah," jawab Yusril saat itu.

"Kalau begitu, bismillah saya teken, saya percaya sama Pak Yusril," lanjut Yusril mengenang SBY.

Baca juga: Perbaikan Salah Ketik UU Cipta Kerja, Pakar Hukum: Sebaiknya Terbitkan Perppu

 

Menurut Yusril, dibutuhkan trust atau kepercayaan terkait hal ini. Sebab, dengan banyaknya tugas yang harus diemban, seorang presiden tak mungkin membaca keseluruhan draf rancangan undang-undang.

"Ini masalah serius, tapi Presiden itu memang tidak mungkin membaca semuanya," ujar dia.

Oleh karenanya, mengutip pernyataan Presiden RI kedua Soeharto, Yusril menyebut, seorang yang ditunjuk menjadi Menseneg tak boleh sembarangan.

Seorang Mensesneg harus terbiasa dengan urusan kesekretariatan negara. Hal itu, ia sebut, tak bisa dipelajari dari kampus ataupun buku.

"Tidak bisa orang nyelonong masuk ke situ, padahal banyak hal-hal yang tidak bisa dipelajari di buku ataupun di kampus. Itu hanya bisa kita pelajari melalui pengalaman pengalaman selama kita bekerja di Sekretariat Negara itu," kata dia.

Yusril melanjutkan, saat menjabat sebagai Mensesneg  dirinya beberapa kali menemukan ada kesalahan pengetikan dalam sebuah draf rancangan undang-undang.

Salah ketik terjadi ketika draf RUU sudah disepakati pemerintah dan DPR melalui rapat paripurna, tetapi belum diteken presiden.

Menurut Yusril, Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja menjadi undang-undang pertama yang terdapat kesalahan pengetikan setelah naskahnya ditandatangani Kepala Negara.

"Pengalaman-pengalaman saya di masa-masa yang lalu juga sempat terjadi. Hanya memang belum ditandatangani oleh presiden," kata Yusril.

"Pertama kali terjadi (UU Cipta Kerja) sudah ditandatangani presiden terus disadari ada kesalahan," lanjutnya.

Baca juga: UU Cipta Kerja Jadi Undang-undang Pertama yang Salah Ketik Setelah Diteken Presiden

 

Sebelumnya, pemerintah mengakui adanya kesalahan pengetikan dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

Hal itu diklaim pemerintah sebagai kekeliruan teknis administratif saja sehingga tak berpengaruh pada implementasi UU Cipta Kerja.

"Hari ini kita menemukan kekeliruan teknis penulisan dalam UU No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Namun, kekeliruan tersebut bersifat teknis administratif sehingga tidak berpengaruh terhadap implementasi UU Cipta Kerja," kata Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno dalam keterangan tertulis, Selasa (3/11/2020).

Sementara, berdasarkan penelusuran Kompas.com, Selasa (3/11/2020), ditemukan kesalahan ketik yang cukup fatal pada Pasal 6 di Bab Peningkatan Ekosistem Investasi dan Kegiatan Berusaha.

Pasal 6 menyebutkan, peningkatan ekosistem investasi dan kegiatan berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 Ayat (1) huruf a meliputi (a) penerapan perizinan berusaha berbasis risiko; (b) penyederhanaan persyaratan dasar perizinan berusaha; (c) penyederhanaan perizinan berusaha sektor; dan (d) penyederhanaan persyaratan investasi.

Namun, rujukan ke Pasal 5 Ayat (1) tidak jelas karena dalam UU Cipta Kerja Pasal 5 tidak memiliki ayat.

Pasal 5 hanya berbunyi, ruang lingkup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 meliputi bidang hukum yang diatur dalam undang-undang terkait.

Kemudian, ada pula kesalahan ketik dalam Pasal 175 di Bab Pelaksanaan Administrasi Pemerintahan untuk Mendukung Cipta Kerja.

Baca juga: Ungkap Sebab UU Cipta Kerja Salah Ketik, Istana: Omnibus Tak Familiar

 

Pasal 175 angka 6 mengubah Pasal 53 UU Administrasi Pemerintahan Nomor 30 Tahun 2014. Pasal 53 itu terdiri atas 5 ayat yang mengatur soal syarat sah keputusan pemerintahan.

Ayat (1) berbunyi, batas waktu kewajiban untuk menetapkan dan/atau melakukan keputusan dan/atau tindakan diberikan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

Ayat (2), jika ketentuan peraturan perundang-undangan tidak menentukan batas waktu kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1), badan dan/atau pejabat pemerintahan wajib menetapkan dan/atau melakukan keputusan dan/atau tindakan dalam waktu paling lama 5 hari kerja setelah permohonan diterima secara lengkap oleh badan dan/atau pejabat pemerintahan.

Ayat (3), dalam hal permohonan diproses melalui sistem elektronik dan seluruh persyaratan dalam sistem elektronik dan seluruh persyaratan dalam sistem elektronik telah terpenuhi, sistem elektronik menetapkan keputusan dan/atau tindakan sebagai keputusan atau tindakan badan atau pejabat pemerintahan yang berwenang.

Ayat (4), apabila dalam batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), badan dan/atau pejabat pemerintahan tidak menetapkan dan/atau melakukan keputusan dan/atau tindakan, permohonan dianggap dikabulkan secara hukum.

Ayat (5), ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk penetapan keputusan dan/atau tindakan yang dianggap dikabulkan secara hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam Peraturan Presiden.

Semestinya, ketentuan dalam ayat (5) merujuk pada ayat (4). Bukan pada ayat (3) sebagaimana yang ditulis dalam UU Cipta Kerja.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Korlantas Kaji Pengamanan Lalu Lintas Jelang World Water Forum Ke-10 di Bali

Korlantas Kaji Pengamanan Lalu Lintas Jelang World Water Forum Ke-10 di Bali

Nasional
Jokowi Dukung Prabowo-Gibran Rangkul Semua Pihak Pasca-Pilpres

Jokowi Dukung Prabowo-Gibran Rangkul Semua Pihak Pasca-Pilpres

Nasional
Pakar Sebut Semua Lembaga Tinggi Negara Sudah Punya Undang-Undang, Hanya Presiden yang Belum

Pakar Sebut Semua Lembaga Tinggi Negara Sudah Punya Undang-Undang, Hanya Presiden yang Belum

Nasional
Saksi Ungkap SYL Minta Kementan Bayarkan Kartu Kreditnya Rp 215 Juta

Saksi Ungkap SYL Minta Kementan Bayarkan Kartu Kreditnya Rp 215 Juta

Nasional
Saksi Sebut Bulanan untuk Istri SYL dari Kementan Rp 25 Juta-Rp 30 Juta

Saksi Sebut Bulanan untuk Istri SYL dari Kementan Rp 25 Juta-Rp 30 Juta

Nasional
Tata Kelola Dana Pensiun Bukit Asam Terus Diperkuat

Tata Kelola Dana Pensiun Bukit Asam Terus Diperkuat

Nasional
Jelang Disidang Dewas KPK karena Masalah Etik, Nurul Ghufron Laporkan Albertina Ho

Jelang Disidang Dewas KPK karena Masalah Etik, Nurul Ghufron Laporkan Albertina Ho

Nasional
Kejagung Diminta Segera Tuntaskan Dugaan Korupsi Komoditi Emas 2010-2022

Kejagung Diminta Segera Tuntaskan Dugaan Korupsi Komoditi Emas 2010-2022

Nasional
PKB-Nasdem-PKS Isyaratkan Gabung Prabowo, Pengamat: Kini Parpol Selamatkan Diri Masing-masing

PKB-Nasdem-PKS Isyaratkan Gabung Prabowo, Pengamat: Kini Parpol Selamatkan Diri Masing-masing

Nasional
Saksi Sebut Dokumen Pemeriksaan Saat Penyelidikan di KPK Bocor ke SYL

Saksi Sebut Dokumen Pemeriksaan Saat Penyelidikan di KPK Bocor ke SYL

Nasional
Laporkan Albertina ke Dewas KPK, Nurul Ghufron Dinilai Sedang Menghambat Proses Hukum

Laporkan Albertina ke Dewas KPK, Nurul Ghufron Dinilai Sedang Menghambat Proses Hukum

Nasional
TKN Sebut Pemerintahan Prabowo Tetap Butuh Oposisi: Katanya PDI-P 'Happy' di Zaman SBY...

TKN Sebut Pemerintahan Prabowo Tetap Butuh Oposisi: Katanya PDI-P "Happy" di Zaman SBY...

Nasional
KPK Belum Terima Salinan Resmi Putusan Kasasi yang Menang Lawan Eltinus Omaleng

KPK Belum Terima Salinan Resmi Putusan Kasasi yang Menang Lawan Eltinus Omaleng

Nasional
'Groundbreaking' IKN Tahap Keenam: Al Azhar, Sekolah Bina Bangsa, dan Pusat Riset Standford

"Groundbreaking" IKN Tahap Keenam: Al Azhar, Sekolah Bina Bangsa, dan Pusat Riset Standford

Nasional
Karpet Merah Parpol Pengusung Anies untuk Prabowo...

Karpet Merah Parpol Pengusung Anies untuk Prabowo...

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com