Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Tentukan Pilihanmu
0 hari menuju
Pemilu 2024
Kompas.com - 06/11/2020, 18:19 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara di Ditjen Anggaran Kementerian Keuangan, Rofyanto Kurniawan, mengakui bahwa dalam pelaksanaan bantuan sosial penanganan Covid-19 terjadi permasalahan di lapangan.

"Dalam pelaksanannya ya, bansos-bansos ini tentunya di lapangan pasti ada permasalahan," kata Rofyanto dalam diskusi virtual, Jumat (6/11/2020).

Ia mencontohkan, misalnya dalam satu lingkup rukun tetangga (RT), dikatakan bahwa hanya 2-3 rumah tangga miskin yang terdaftar dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).

Baca juga: Masyarakat Diminta Lapor secara Mandiri jika Berhak Masuk DTKS

Artinya, kata dia, 2-3 rumah tangga itulah yang berhak mendapatkan bantuan sosial dari pemerintah.

Padahal, lanjut Rofyanto, ada rumah tangga lain yang mungkin lebih berhak mendapatkan.

"Mungkin di sinilah akhirnya ada deviasi, atau mungkin artinya ya perubahan-perubahan dari petugas-petugas yang memberikan bansosnya ini di lapangan," kata dia.

Kendati demikian, ia tetap berharap semua bansos dapat sampai ke tangan masyarakat yang benar-benar membutuhkan.

Baca juga: Lanjutkan Penyaluran Bansos, Pemerintah Perluas Cakupan Data

Hanya saja, ia tak memungkiri hambatan tersebut terjadi karena keterbatasan data dari DTKS.

Oleh karena itu, ia mengatakan saat ini pemerintah akan memprioritaskan pembenahan data tersebut untuk penyaluran bansos pada 2021.

Waktu penyelesaian data dibutuhkan waktu hingga 2021. Hal ini, kata dia, karena pemerintah ingin agar semua bansos sampai pada masyarakat yang benar membutuhkan.

Adapun kriteria rumah tangga miskin yang mendapatkan bantuan Program Keluarga Harapan (PKH), tiap daerah memiliki perbedaan.

"Misalkan di suatu provinsi atau kabupaten, satu penduduk miskin, ya satu orang itu kebutuhannya minimal untuk memenuhi kebutuhan pokok, tiap bulan sekitar Rp 350.000. Otomatis, kalau satu rumah tangga, terdiri dari empat orang, suami istri dengan dua anak, penghasilannya dikali 4 yaitu Rp 1,4 juta per bulan," ujar Rofyanto.

Baca juga: Pemutakhiran DTKS, Mensos Ajukan Tambah Anggaran Rp 875 Miliar

Lebih lanjut, apabila ada satu rumah tangga yang memiliki penghasilan di bawah Rp 1,4 juta di daerah tersebut, otomatis akan dikategorikan sebagai rumah tangga miskin.

"Yang seharusnya perlu di-support, perlu didukung, baik itu melalui program PKH maupun bansos," ujar dia.

Berubah karena Covid-19

Namun, ia berpendapat bahwa sejak Covid-19, setiap rumah tangga bisa saja berubah penghasilannya. Ada yang tadinya tidak dikategorikan rumah tangga miskin, tetapi sekarang menjadi miskin.

Hal ini pula yang membuat adanya perubahan atau ketidakvalidan DTKS 2020. Oleh karenanya, jelas Rofyanto, pemerintah tengah membenarkan DTKS tersebut agar dapat berguna ketika penyaluran bansos pada 2021.

"Mudah-mudahan, kalau ini sudah beres, penyimpangan-penyimpangan atau masalah mungkin bisa berkurang," pungkasnya.

Melihat situs resmi Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) DTKS untuk Program Perlindungan Sosial adalah sistem data elektronik yang memuat informasi sosial, ekonomi, dan demografi dari sekitar 99 juta individu dengan status kesejahteraan terendah di Indonesia.

DTKS digunakan untuk memperbaiki kualitas penetapan sasaran program-program perlindungan sosial.

DTKS membantu perencanaan program, memperbaiki penggunaan anggaran, dan sumber daya program perlindungan sosial.

Dengan menggunakan data dari DTKS, jumlah dan sasaran penerima manfaat program dapat dianalisa sejak awal perencanaan program. Hal ini akan membantu mengurangi kesalahan dalam penetapan sasaran program perlindungan sosial.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Video rekomendasi
Video lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+


Rekomendasi untuk anda
27th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

Terkini Lainnya

Lukas Enembe 'Mogok' Minum Obat, KPK akan Koordinasi dengan IDI

Lukas Enembe "Mogok" Minum Obat, KPK akan Koordinasi dengan IDI

Nasional
Kemenag: Insya Allah Besok Mulai Puasa, Malam Ini Shalat Tarawih

Kemenag: Insya Allah Besok Mulai Puasa, Malam Ini Shalat Tarawih

Nasional
Kalah Berturut-turut dari Gugatan Prima, Pakar Kepemiluan: Tim Hukum KPU Harus Dievaluasi Menyeluruh

Kalah Berturut-turut dari Gugatan Prima, Pakar Kepemiluan: Tim Hukum KPU Harus Dievaluasi Menyeluruh

Nasional
Hilal 1 Ramadan 1444 H Tidak Terlihat di Papua karena Mendung

Hilal 1 Ramadan 1444 H Tidak Terlihat di Papua karena Mendung

Nasional
Pengamat Sebut Kesepakatan Tiga 'King Maker' Bisa Tentukan Terbentuknya Duet Prabowo-Ganjar

Pengamat Sebut Kesepakatan Tiga "King Maker" Bisa Tentukan Terbentuknya Duet Prabowo-Ganjar

Nasional
Lukas Enembe 'Mogok' Minum Obat, Tulis Surat untuk Firli Cs

Lukas Enembe 'Mogok' Minum Obat, Tulis Surat untuk Firli Cs

Nasional
Hakim Agung Gazalba Saleh Diduga Terima Gratifikasi Puluhan Miliar, Diubah Jadi Aset

Hakim Agung Gazalba Saleh Diduga Terima Gratifikasi Puluhan Miliar, Diubah Jadi Aset

Nasional
KPK Sebut Persidangan Ungkap Sekretaris MA Diduga Turut Serta dalam Rangkaian Besar Suap

KPK Sebut Persidangan Ungkap Sekretaris MA Diduga Turut Serta dalam Rangkaian Besar Suap

Nasional
Ketua Bawaslu Minta ASN Hati-hati Saat Foto bersama Peserta Pemilu, Bisa Kena Sanksi

Ketua Bawaslu Minta ASN Hati-hati Saat Foto bersama Peserta Pemilu, Bisa Kena Sanksi

Nasional
Lukas Enembe Disebut Tolak Minum Obat dari Dokter KPK

Lukas Enembe Disebut Tolak Minum Obat dari Dokter KPK

Nasional
Soal Kemungkinan Tinggalkan Gerindra jika Prabowo Pilih Ganjar, PKB: Tak Bisa Berandai-andai

Soal Kemungkinan Tinggalkan Gerindra jika Prabowo Pilih Ganjar, PKB: Tak Bisa Berandai-andai

Nasional
KPK Duga Lukas Investasikan Uang 'Panas' ke Sejumlah Kegiatan Usaha

KPK Duga Lukas Investasikan Uang 'Panas' ke Sejumlah Kegiatan Usaha

Nasional
Erick Thohir Jadi Cawapres Favorit Versi Indo Barometer, Diikuti Khofifah dan Cak Imin

Erick Thohir Jadi Cawapres Favorit Versi Indo Barometer, Diikuti Khofifah dan Cak Imin

Nasional
Menerka Isi Diskusi Megawati dan Jokowi di Istana

Menerka Isi Diskusi Megawati dan Jokowi di Istana

Nasional
Budi Gunawan 'Endorse' Prabowo, Pengamat: Sangat Mungkin Kepala BIN Tahu Banyak Elite Akan Dukung, Termasuk Megawati

Budi Gunawan "Endorse" Prabowo, Pengamat: Sangat Mungkin Kepala BIN Tahu Banyak Elite Akan Dukung, Termasuk Megawati

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke