Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Walhi Nilai Pemerintah Keliru Memahami Penguasaan Negara

Kompas.com - 06/11/2020, 16:45 WIB
Irfan Kamil,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Nur Hidayati menilai, ada pemahaman mendasar yang keliru dari pemerintah terkait penguasaan negara.

Sehingga, ketika akan melakukan pembangunan di suatu wilayah, pemerintah merasa berhak melakukannya meskipun terdapat masyarakat lokal atau masyarakat adat yang mendiami wilayah tersebut.

Padahal, keberadaan dan hak-hak mereka tercantum dalam undang-undang.

“Pemahaman mendasar itu menurut kami masih salah di banyak kalangan pemerintah, menganggap bahwa hak menguasai negara itu seolah-olah menjadi hak milik pemerintah, padahal sebenarnya negara dan rakyat,” ujar Nur Hidayati dalam diskusi bertajuk ‘Demokrasi Lingkungan: Kemunduran Demokrasi dan Perlindungan Lingkungan Hidup di Indonesia’, Jumat (6/11/2020).

Baca juga: Meskipun Diundang, Walhi Enggan Terlibat Dalam Pembahasan Aturan Turunan UU Cipta Kerja

Nur Hidayati mengatakan, hak pemerintah adalah mengelola negara, mengelola bukan berarti merasa berhak untuk memiliki negara.

“Sehingga, ketika kemudian berbagai proyek-proyek pembangunan atau industrialisasi masuk ke dalam kawasan masyarakat adat, pemerintah tidak bertanya terlebih dahulu persetujuan masyarakat,” ujar Nur.

Menurut Nur, masyarakat bukan hanya tidak dilibatkan terkait persetujuan pembangunan yang akan dilakukan di lingkungan mereka, tapi juga masyarakat tidak mendapatkan akses informasi apapun terkait dampak dari pembangunan tersebut.

Baca juga: Walhi: Krisis Kemanusiaan dan Kerusakan Lingkungan Hidup Makin Dalam akibat UU Cipta Kerja

Kendati setiap pembangunan karap menimbulkan dampak positif bagi kehidupan masyarakat setempat misalnya akses ekonomi, namun, seringkali pemerintah atau pembuat proyek tidak memberikan akses informasi terkait dampak negatifnya pada masyarakat setempat.

“Ini kemudian terjadi friksi antara pemerintah atau perusahaan-perusahaan yang ingin melakukan pembangunan di sana dengan masyarakat yang menolak,” ucap Nur Hidayati

Ia menambahkan, ketika terjadi pergesekan antara pemerintah dan masyarakat seringkali hak atas keadilan atau hak atas akses pengadilan yang adil kemudian menjadi sulit.

Sebab, menurut Nur, di dalam berbagai kasus-kasus lingkungan, dan kasus-kasus konflik agraria seringkali masyarakat yang menjadi korban.

Baca juga: Walhi Kecam Pembangunan Jurassic Park Komodo, Tak Berbasis Keilmuan

“Dia yang kemudian harus banyak melakukan upaya untuk membuktikan keberadaan diri mereka, jadi ibarat mereka sudah jatuh tertimpa tangga,” papar Nur Hidayati

“Karena di sistem peradilan kita yang menggugat itu yang harus membuktikan bahwa gugatan itu benar,” kata dia.

Nur menyebut, banyak sekali masyarakat yang tidak memiliki pengakuan secara resmi dari pemerintah mengenai hak atas tanahnya, atau mereka tidak memiliki surat-surat yang memadai.

Sementara, perusahaan yang datang kerap dilengkapi dengan legalitas yang sudah dikeluarkan oleh pemerintah berupa izin atau HGU (hak guna usaha).

“Terjadi asimetri disini, ketidakseimbangan posisi antara masyarakat yang tidak difasilitasi oleh negara hak-hak tersebut, dengan satu kelompok privat sektor ataupun inisiator pembangunan lain yang sepenuhnya difasilitasi oleh negara,” ucap Nur Hidayati.

“Akibatnya, ketika hal ini terjadi, ketika masuk ke pengadilan, ke sistem hukum, banyak kemudian masyarakat yang dikalahkan,” tutur dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

Nasional
Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Nasional
Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Nasional
Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Nasional
Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited  Capai Rp 17,43 Miliar

Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited Capai Rp 17,43 Miliar

Nasional
KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

Nasional
Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Nasional
Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Nasional
Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Nasional
Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Nasional
KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

Nasional
Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Nasional
Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com