JAKARTA, KOMPAS.com - Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Jakarta (YLBH) mengatakan, putusan PTUN Jakarta terhadap Jaksa Agung Sanitiar (ST) Burhanuddin semestinya menjadi alarm keras bagi pemerintah dalam penyelesaian kasus dugaan pelanggaran HAM.
ST Burhanuddin dinyatakan melakukan perbuatan melawan hukum karena pernyataannya bahwa Tragedi Semanggi I dan II bukan pelanggaran HAM berat.
"Putusan PTUN Jakarta ini seharusnya menjadi alarm keras bagi pemerintah. Jika pemerintah tidak segera bertindak, Indonesia akan semakin jauh dari cita-cita pada tuntutan kelima reformasi tentang 'supremasi hukum' yang telah diperjuangkan dengan nyawa korban," kata Ketua Bidang Advokasi YLBHI Muhammad Isnur dalam keterangan pers, Jumat (6/11/2020).
Selain itu, Isnur mengatakan, tindakan Jaksa Agung yang disebut PTUN mengandung kebohongan juga harus menjadi catatan serius Presiden Joko Widodo.
Baca juga: Kontras Minta Jaksa Agung Patuhi Putusan PTUN
Dia berpendapat, selama ini kinerja ST Burhanuddin sebagai Jaksa Agung pun banyak mendapatkan kritik.
"Dinyatakannya tindakan Jaksa Agung sebagai perbuatan melawan hukum yang mengandung kebohongan (bedrog) juga seharusnya menjadi catatan serius bagi presiden untuk mempertimbangkan layak atau tidaknya Jaksa Agung mengemban jabatannya," ujarnya.
Isnur menuturkan, putusan PTUN ini sekaligus membuktikan bahwa JA tidak menggunakan wewenang semaksimal mungkin untuk memberikan keadilan bagi korban dalam penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat masa lalu.
"Pemerintah justru melanggar hukum dan mengabaikan fakta sehingga menyuburkan praktik impunitas," kata dia.
Baca juga: Soal Putusan PTUN, Kontras Nilai Jaksa Agung Langgar Sejumlah Aturan Perundangan
Dia sepakat dengan pernyataan Komnas HAM dalam persidangan yang menegaskan bahwa hambatan dalam penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat bukan karena teknis hukum, tetapi memang ketiadaan kehendak politik (political will) yang serius.
Isnur pun mengatakan jalan satu-satunya yang dapat ditempuh yaitu meminta komunitas HAM internasional dan lembaga HAM antarbangsa lainnya untuk turut mendorong pemerintah Indonesia menyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat.
"Jika pemerintah tak kunjung menyelesaikan perkara pelanggaran HAM berat masa lalu sehingga nasib korban terkatung-katung tanpa keadilan, jalan sempit satu-satunya yang mesti ditempuh adalah meminta komunitas HAM internasional dan lembaga-lemabaga HAM antarbangsa untuk turut andil karena sikap unwilling pemerintah menuntaskannya," kata Isnur.
Baca juga: Usai Putusan PTUN, Jaksa Agung Diminta Lebih Optimal Tuntaskan Pelanggaran HAM
Diberitakan, PTUN Jakarta mengabulkan gugatan keluarga korban Tragedi Semanggi I dan II terhadap Jaksa Agung ST Burhanuddin.
Majelis hakim menyatakan pernyataan Jaksa Agung terkait Tragedi Semanggi I dan II sebagai perbuatan melawan hukum.
"Adalah perbuatan melawan hukum oleh badan dan/atau pejabat pemerintahan," demikian bunyi putusan dalam dokumen yang diunggah ke laman Mahkamah Agung, Rabu (4/11/2020).
Kemudian, majelis hakim juga mewajibkan Jaksa Agung membuat pernyataan terkait penanganan kasus Semanggi I dan II sesuai keadaan sebenarnya dalam rapat dengan Komisi III DPR berikutnya. Selain itu, majelis hakim menghukum tergugat untuk membayar biaya perkara sejumlah Rp 285.000.
Baca juga: Anggota Komisi III: Harusnya Jaksa Agung Terima Putusan PTUN soal Tragedi Semanggi
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.