Terkait opsi penerbitan perppu, pemerintah memastikan hal itu tak akan ditempuh. Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden, Donny Gahral Adian, menyebut, tak ada ihwal kegentingan memaksa bagi pemerintah untuk menerbitkan Perppu terkait UU Cipta Kerja.
"Perppu tidak, karena tidak ada kegentingan yang memaksa untuk menerbitkan Perppu," kata Donny saat dihubungi Kompas.com, Kamis (5/11/2020).
Donny mengatakan, opsi yang paling memungkinkan untuk memperbaiki kesalahan pengetikan ini adalah legislative review. Terbuka kemungkinan untuk pemerintah dan DPR duduk bersama merevisi UU ini.
Baca juga: Istana Sebut Tak Akan Terbitkan Perppu untuk Perbaiki Salah Ketik UU Cipta Kerja
Kendati demikian, kata Donny, hingga saat ini belum ada pembicaraan lebih lanjut terkait revisi UU Cipta Kerja. Pemerintah tengah fokus untuk menghadapi gugatan sejumlah pihak terhadap UU Cipta Kerja di MK.
Sementara, opsi legislative review baru akan akan dibahas setelah proses judicial review di MK selesai.
Donny melanjutkan, kesalahan pengetikan yang ada di UU Cipta Kerja akan dibiarkan sebagaimana adanya. Ia menyebut bahwa kesalahan itu tak berpengaruh pada implementasi UU tersebut.
"Ya dibiarkan as it is (apa adanya) karena kan tidak berpengaruh pada implementasi seperti kata Pak Mensesneg kemarin," kata dia.
3. Respons DPR
Senada dengan pemerintah, Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Supratman Andi Agtas mengatakan, kesalahan perumusan yang ada di dalam UU Cipta Kerja masih dapat diperbaiki.
Menurut dia, perbaikan di Pasal 6 dan Pasal 175 angka 6 tidak akan mengubah substansi UU Cipta Kerja.
"Karena ini masalahnya hanya soal pengetikan menyangkut pasal rujukan. Saya kira tidak masalah dilakukan perbaikan," ujar Supratman saat dihubungi, Rabu (4/11/2020).
Baca juga: Baleg DPR: Baru Kali Ini Salah Ketik UU Ditemukan Setelah Diteken Presiden
Supratman mengatakan, perbaikan terhadap kesalahan pengetikan pada naskah UU sudah menjadi konsesi tersendiri.
Meski tak diatur secara tegas di UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, ia menyebut telah ada kesepakatan bahwa perbaikan boleh dilakukan sepanjang tidak mengubah substansi undang-undang.
Kendati demikian, Supratman mengakui baru kali ini ditemukan keteledoran dalam UU yang telah diteken presiden. Pada kasus-kasus sebelumnya, kelalaian ditemukan sebelum ditandatangani presiden.
"Memang kalau untuk setelah ditandatangani presiden, ini baru pertama kalinya dilakukan. Tapi kalau sebelum presiden tanda tangan, hampir semua kok UU seperti itu. Karena Mensesneg harus baca dulu. Jadi mekanisme yang namanya perbaikan typo dan sebagainya selalu dilakukan," tuturnya.