JAKARTA, KOMPAS.com - Forum Masyarakat Peduli Parlemen (Formappi) mencatat, sepanjang Masa Sidang I Tahun 2020/2021, DPR tidak mampu menyelesaikan Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2020.
Peneliti Bidang Kelembagaan Formappi, I Made Leo Wiratma, hanya sedikit RUU dalam Prolegnas Prioritas 2020 yang disahkan hingga penutupan Masa Sidang I 2020/2021 pada 5 Oktober.
"Optimisme Ketua DPR yang ingin menyelesaikan seluruh RUU yang ada dalam Daftar Prolegnas Prioritas Tahun 2020 hingga berakhirnya Masa Sidang I tidak tercapai," kata Made dalam konferensi pers daring, Kamis (5/11/2020).
Baca juga: Komnas Perempuan Minta DPR Masukkan RUU PKS ke Prolegnas Prioritas 2021
Menurut catatan Kompas.com, hanya ada tiga RUU dalam Prolegnas Prioritas 2020 yang disahkan DPR.
Ketiganya yaitu RUU Mineral dan Batu Bara, RUU Bea Materai, dan RUU Cipta Kerja. Sementara itu, berdasarkan evaluasi, ada 37 RUU dalam Prolegnas Prioritas 2020.
"11 RUU di antaranya RUU yang masih mungkin bisa diselesaikan DPR hingga akhir tahun karena sudah memasuki tahapan pembentukan, mulai dari penyusunan hingga pembahasan," ujar Made.
"RUU Prioritas lainnya yang belum digarap sama sekali sangat sulit mengharapkan penyelesaiannya," tambahnya.
Made pun menyampaikan catatan Formappi tentang pembahasan dan pengesahan omnibus law RUU Cipta Kerja.
Dia mengatakan, pernyataan Ketua DPR Puan Maharani untuk membuka ruang patisipasi publik dalam membahas RUU Cupta Kerja tidak terbukti.
"DPR justru tidak membuka ruang secara luas bagi partisipasi publik dalam pembahasan, sehingga memunculkan gelombang protes dan demonstrasi di berbagai daerah," tuturnya.
Made menyebut berbagai rapat dengar pendapat umum (RDPU) yang digelar DPR hanya formalitas belaka.
Pembahasan RUU dilakukan tergesa-gesa, bahkan di tengah pandemi Covid-19. Ia berpendapat pembentukan RUU Cipta Kerja tidak wajar.
"Pembahasan pun dilakukan tergesa-gesa dalam waktu yang sangat singkat, bahkan di masa pandemi. Hal ini tidak biasa (abnormal) karena pembahasan sebuah RUU biasanya membutuhkan waktu yang panjang, minimal tiga kali masa sidang," kata Made.
Baca juga: Aktivis Anti Kekerasan Seksual Jateng Minta DPR Masukkan RUU PKS ke Prolegnas Prioritas 2021
Pengesahan RUU Cipta Kerja, RUU Mineral dan Batu Bara, serta RUU Mahkamah Konstitusi yang merupakan RUU kumulatif terbuka disebut menunjukkan sikap DPR yang mengutamakan kepentingan tertentu.
Made menilai pengesahan RUU kontroversial itu sarat kepentingan politik.
"Selain RUU Cipta Kerja, beberapa RUU lain seperti RUU Minerba, RUU KPK, dan RUU MK bisa menjadi contoh bagaimana dorongan kepentingan sepihak DPR dan pemerintah. Seringnya pembahasan RUU kontroversial seolah-olah menjadi era normal baru bagi DPR," ujarnya.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.