JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) Wijayanto menilai, kondisi demokrasi di Indonesia saat ini mengalami kemunduran.
Kemunduran tersebut, kata Wijayanto, disebabkan kebijakan-kebijakan yang diambil pemerintahan Jokowi yang hanya fokus pada beberapa sektor.
"Kondisi demokrasi di Indonesia ini namanya tidak sempurna atau mundur, semua ini merujuk pada research, kebijakan ekonomi seperti apa yang diambil pemerintah akan dampak bagi situasi demokrasi," kata Wijayanto dalam diskusi secara virtual, Kamis (5/11/2020).
Baca juga: Pemilu AS Mirip Pilpres 2019, Pengamat: Kritik untuk Demokrasi Indonesia yang Anomali
Wijayanto menyampaikan, kebijakan pemerintahan Jokowi yang berdampak pada iklim demokrasi itu terlihat dalam riset yang berjudul Jokowi and The New Developmentalism yang dilakukan The Australian National University.
Wijayanto mengatakan, riset tersebut menyebutkan bahwa Presiden Jokowi mengambil kebijakan yang fokus pada sektor pembangunan infrastruktur.
Namun, pemerintah mengabaikan persoalan lain di Indonesia seperti perlindungan hak asasi manusia dan pemberantasan korupsi.
"Model pembangunan Jokowi lebih fokus pada infrastruktur sehingga mengabaikan masalah lain seperti misalnya masalah perlindungan HAM, pemberantasan korupsi dan lainnya," ujar dia.
Tak hanya dari sisi pembangunan infrastruktur, Wijayanto menilai, kemunduran demokrasi terlihat dari keinginan pemerintah dalam proses pembentukan Omnibus Law UU Cipta Kerja.
Baca juga: Survei Indo Barometer: 56,4 Persen Responden Puas atas Jalannya Demokrasi Indonesia
Menurut Wijayanto, pemerintah tetap melanjutkan pembahasan RUU Cipta Kerja meski menuai penolakan dan kritik dari akademisi dan organisasi masyarakat.
"Omnibus Law ini tidak hanya bermasalah dari sisi substansi dan legal formal, tapi ada demo, lalu mereka yang kritis di-teror, dan dosen yang kritis juga mendapat kontrol dan teguran di kampus, itu termasuk kemunduran dan mengorbankan demokrasi juga," ucap dia.
Berdasarkan hal tersebut, Wijayanto mengatakan, saat ini dibutuhkan masyarakat sipil yang terkonsolidasi dan cerdas dalam mengkritisi kebijakan pemerintah.
"Kita jangan terfragmentasi, kita harus berkoalisi dan menyadari isu bersama," kata dia.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.