JAKARTA, KOMPAS.com – Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid meminta Jaksa Agung Sanitiar (ST) Burhanuddin segera mengoreksi pernyataan yang menyebut kasus Tragedi Semanggi I dan II bukan merupakan pelanggaran HAM berat.
Ia berharap Jaksa Agung tidak menyangkal putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) yang mengabulkan gugatan keluarga korban. Sebab menurut Usman, penyangkalan itu akan berdampak pada tertundanya upaya penyelesaian kasus.
“Kalau menyangkal kembali, meskipun dengan langkah hukum yang sah, maka itu tetap berdampak pada penundaan keadilan dalam kasus Trisakti, Semanggi I dan II,” ujar Usman Hamid saat dihubungi Kompas.com, Kamis (5/11/2020).
Baca juga: Kemenangan Keluarga Korban Tragedi Semanggi...
Usman mengatakan, putusan PTUN telah memecah kebuntuan terkait upaya penuntasan kasus pelanggaran HAM berat.
Sebab, PTUN memutuskan Jaksa Agung telah bertindak melawan hukum dengan menyebut kasus Tragedi Semanggi I dan II bukan pelanggaran HAM berat.
“Putusan ini membawa harapan bagi kondisi hak asasi manusia yang sedang suram, khususnya bagi upaya memecahkan kebuntuan penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat masa lalu,” ucap Usman.
Baca juga: Utang yang Tak Kunjung Lunas: Pelanggaran HAM Berat pada Masa Lalu
Pasca-putusan PTUN, Usman meminta Presiden Joko Widodo menegur Jaksa Agung agar mematuhi putusan tersebut.
Di sisi lain, Usman mendorong Komisi III untuk menyikapi putusan dengan kembali memanggil Jaksa Agung.
Ia meminta Komisi III mendesak adanya langkah-langkah hukum sesuai kewajiban Jaksa Agung di bawah UU Pengadilan HAM, yaitu melakukan penyidikan.
“Jika Jaksa Agung tidak mau melakukan koreksi, Presiden perlu memberikan sanksi,” tutur Usman.
Baca juga: Amnesty Sebut Putusan PTUN Pecahkan Kebuntuan Penyelesaian Kasus Pelanggaran HAM
Sebelumnya, pernyataan ST Burhanuddin terkait Tragedi Semanggi I dan II dinyatakan sebagai perbuatan melawan hukum oleh Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta, Rabu (4/11/2020).
Dalam Rapat Kerja dengan Komisi III DPR RI pada Januari 2020, Burhanuddin mengatakan bahwa kasus Tragedi Semanggi I dan II bukan merupakan pelanggaran HAM berat.
Pernyataan itu kemudian digugat oleh keluarga korban ke PTUN karena dinilai akan menghambat proses penuntasan kasus yang sedang berjalan.
Pihak keluarga korban yang melayangkan gugatan yaitu Maria Katarina Sumarsih, ibunda almarhum Bernardinus Realino Norma Irmawan alias Wawan; dan Ho Kim Ngo, ibunda almarhum Yap Yun Hap.
Bernardinus Realino Norma Irmawan merupakan mahasiswa yang menjadi korban dalam peristiwa Semanggi I, 13 November 1998. Sedangkan Yap Yun Hap adalah mahasiswa UI yang meninggal saat peristiwa Semanggi II, 24 September 1999.