JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Charta Politika Yunarto Wijaya mengatakan, sindiran sejumlah pihak yang menyebut Pilpres Amerika Serikat (AS) mirip dengan kondisi Pilpres 2019 di Indonesia sebenarnya merupakan kritik atas sistem demokrasi Indonesia yang penuh dengan anomali atau ketidaknormalan.
Yunarto menyebutkan, sebenarnya ada satu sisi positif dari sindiran itu, yakni demokrasi yang terjadi saat ini di Indonesia sudah sangat transparan dan terpantau di ruang-ruang sosial media.
"Negatifnya, kita jadi punya banyak rekam jejak kondisi anomali dalam berdemokrasi. Banyak yang bisa dijadikan humor politik di kemudian hari," ujar Yunarto ketika dihubungi Kompas.com, Kamis (5/11/2020).
Baca juga: Saat Pilpres AS Dianggap Begitu Mirip Pilpres 2019 di Indonesia...
Anomali yang dimaksud, misalnya terjadi pada Pilpres 2019 maupun Pilpres 2014.
Yunarto menyebut ada salah satu capres yang sujud syukur sebelum hasil resmi Pilpres diumumkan, saling klaim hasil Pilpres ataupun tidak terima dengan hasil Pilpres.
"Termasuk saat calon yang kalah menjadi menteri. Jadi sebenarnya sindiran itu kan otokritik dari anomali dalam demokrasi kita," ucap Yunarto.
Lebih lanjut, dia pun menyoroti fenomena di Indonesia dan AS itu sebagai evaluasi untuk sistem demokrasi.
Sebab, penolakan atas hasil pilpres dianggap ada kaitannya dengan penolakan produk dari sistem demokrasi.
Baca juga: Anggota Komisi I: Klaim Trump Menang Pilpres AS Dapat Timbulkan Ketegangan Politik
Padahal, kata Yunarto, selama ini sistem demokrasi sudah dijalankan dengan tatanan yang mapan, dengan sejumlah nilai yang disepakati bersama.
"Yang terjadi seperti di Indonesia atau AS, jangan-jangan terjadi pula di negara demokrasi lain. Apakah ini artinya demokrasi harus ditata ulang ?" ucap Yunarto.
Diberitakan, dua calon presiden di Amerika Serikat (AS), Donald Trump dan Joe Biden, saling mengklaim kemenangan dalam Pilpres AS 2020.
Hal ini terjadi setelah Biden dan Trump memiliki selisih tipis dalam perolehan suara elektoral dalam proyeksi hasil Pilpres AS.
Baca juga: Trump atau Biden, Pemenang Pilpres AS Disebut Tak Berdampak Langsung ke Indonesia
Tidak hanya itu, Donald Trump bahkan mengancam akan mengajukan gugatan ke Mahkamah Agung (Supreme Court) jika kalah dari Joe Biden, karena dia merasa dicurangi.
Kondisi ini mendapat sorotan luas di media sosial baik oleh masyarakat, akademisi, pegiat politik, hingga jurnalis karena kesamaannya dengan kondisi di Indonesia.
Salah satunya, jurnalis senior ABC Australia David Lipson. Melalui akun Twitter-nya yang terverifikasi, David yang merupakan kepala biro AS untuk ABC Australia menyebutkan, saling klaim kemenangan itu mirip dengan kondisi pilpres di Indonesia.
"Feeling like Indonesian politics rn," tulis David.
David Lipson sendiri pernah berpengalaman sebagai jurnalis yang meliput di Indonesia pada 2018-2019. Dia pun pernah meliput Pilpres 2019 yang saat itu diikuti oleh Joko Widodo-Ma'ruf Amin dan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
Twit David Lipson itu lantas ditanggapi oleh Ross Tapsell. Dia merupakan pengajar senior di School of Culture, History and Languange Australian National University (ANU).
Ross Tapsell juga dikenal memiliki konsentrasi studi terhadap kondisi sosial politik di Indonesia.
Dalam kicauannya, Tapsell menyindir bahwa kondisinya tak akan terlalu sama persis dengan Indonesia apabila nantinya calon yang kalah tidak masuk ke kabinet calon yang menang.
"Absolutely. But it's not truly Indonesian politics unless Trump ends up Biden's Secretary of Defense," tulis Ross.
Apa yang dituliskan Ross ini merujuk kepada Prabowo Subianto sebagai capres yang kalah dalam pemilu akhirnya masuk di kabinet Joko Widodo yang memenangi Pemilu 2019.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.