JAKARTA, KOMPAS.com – Direktur Amnesty International Indonesia Usman Hamid menyambut baik putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta yang mengabulkan gugatan keluarga korban Tragedi Semanggi I dan II terhadap Jaksa Agung Sanitiar (ST) Burhanuddin.
Gugatan tersebut terkait pernyataan Burhanuddin pada Januari 2020 yang mengatakan bahwa Tragedi Semanggi I dan II bukan termasuk pelanggaran HAM berat dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR.
“Putusan ini membawa harapan bagi kondisi hak asasi manusia yang sedang suram, khususnya bagi upaya memecahkan kebuntuan penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat masa lalu,” ujar Usman Hamid saat dihubungi Kompas.com, Kamis (5/11/2020).
Baca juga: Jaksa Agung Diminta Tak Ajukan Banding Atas Putusan PTUN
“Kami menyambut positif putusan pengadilan yang menyatakan bahwa tindakan Jaksa Agung dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR RI awal tahun lalu sebagai tindakan yang melawan hukum,” ujar dia.
Usman mengatakan, putusan PTUN ini merupakan putusan kesekian kali dari pengadilan yang kembali memberikan koreksi atas kekeliruan pemerintah.
Sebab, pada Juni lalu, pengadilan juga mengkoreksi kebijakan pemerintah atas pemblokiran internet di Papua.
Dengan putusan itu, Amesty meminta Jaksa Agung untuk mengoreksi ucapannya. Sebab, penyangkalan Jaksa Agung berdampak pada proses penuntasan kasus HAM masa lalu.
“Kalau menyangkal kembali, meskipun dengan langkah hukum yang sah, maka itu tetap berdampak pada penundaan keadilan dalam kasus Trisakti, Semanggi I dan II,” papar Usman.
Lebih lanjut, Usman meminta Jajaran kantor Presiden untuk mengingatkan Presiden Joko Widodo agar menegur Jaksa untuk patuh pada keputusan pengadilan tersebut.
“Jika Jaksa Agung tidak mau melakukan koreksi, Presiden perlu memberikan sanksi,” tutur Usman.
Di sisi lain, Usman mendorong Komisi III untuk menyikapi putusan pengadilan tersebut dengan kembali memanggil Jaksa Agung.
Baca juga: PTUN Putuskan Jaksa Agung Melawan Hukum, Presiden Jokowi Diminta Beri Teguran
Ia meminta Komisi III mendesak adanya langkah-langkah hukum sesuai kewajiban Jaksa Agung di bawah UU Pengadilan HAM, yaitu melakukan penyidikan.
“Jika Jaksa Agung kembali beralasan adanya syarat formil dan material, maka Jaksa Agung seharusnya memerintahkan jajarannya untuk memenuhi syarat-syarat tersebut,” ucap Usman.
“Bahkan sebenarnya UU memerintahkan Jaksa Agung sendiri sebagai penyidik. Ia bisa meminta bantuan jajarannya untuk melengkapi apa yang tidak dapat dilakukannya secara teknis,” tutur dia.
Sebelumnya, Jaksa Agung ST Burhanuddin mengatakan, peristiwa Semanggi I dan II bukan pelanggaran berat HAM.