Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini 3 Mekanisme yang Bisa Ditempuh untuk Perbaiki Salah Ketik di UU Cipta Kerja

Kompas.com - 04/11/2020, 23:06 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Andalas, Feri Amsari, mengatakan, perbaikan kesalahan pengetikan dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja tak bisa berdasar pada kesepakatan antara pemerintah dengan DPR saja.

Setidaknya, ada 3 mekanisme yang bisa ditempuh, yakni melalui executive review, legislative review, atau judicial review.

Menempuh executive review artinya presiden harus menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) yang mengoreksi pasal bermasalah.

"Kalau Perppu yang berupaya mengoreksi pasal yang salah itu ya tentu bisa saja, tapi kan untuk sekelas Perppu masa cuma memperbaiki satu pasal, perbaiki juga lah masalah yang lebih besar di UU itu," kata Feri kepada Kompas.com, Rabu (4/11/2020).

Baca juga: FSPS Harap MK Kabulkan Seluruh Permohonan Uji Materi UU Cipta Kerja

 

Jika legislative review yang ditempuh, maka lembaga legislatif, dalam hal ini DPR, mencabut UU Cipta Kerja atau menerbitkan undang-undang yang membatalkan berlakunya UU tersebut.

Sementara, mekanisme judicial review dilakukan melalui lembaga peradilan yakni Mahkamah Konstitusi (MK), Mahkamah Agung (MA), ataupun Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

Menurut Feri, sejumlah kesalahan yang terjadi dalam pembentukan UU Cipta Kerja dapat dijadikan alasan kuat untuk mengajukan gugatan ke PTUN. Oleh PTUN, UU ini berpotensi dinyatakan batal demi hukum lantaran pembentukannya cacat prosedur.

"Kalau kemudian Mensesneg dan DPR melakukan perbaikan dengan kesepakatan tanpa prosedur yang jelas bukan tidak mungkin itu menambah alasan untuk menggugatnya ke Peradilan Tata Usaha Negara atau ke MK," ujarnya.

Baca juga: Pakar Sebut Kesalahan di UU Cipta Kerja Tak Bisa Direvisi dengan Kesepakatan Saja

 

Feri mengungkap, beberapa tahun lalu MK pernah membatalkan UU Pemda karena kesalahan yang serupa dengan yang ada di UU Cipta Kerja, yakni perihal pengaitan satu pasal dengan yang lain. Putusan serupa, juga bisa terjadi pada UU Cipta Kerja seandainya MK menilai ada pasal dalam UU tersebut yang menimbulkan ketidakjelasan.

Ia mengatakan, sebenarnya terdapat mekanisme perbaikan salah ketik yang hanya berdasar kesepakatan antara pemerintah dan DPR saja tanpa melalui executive, legislative, atau judicial review. Tetapi, mekanisme itu ditempuh hanya jika kesalahan pengetikan terjadi di satu atau dua huruf saja atau typo.

Sementara, kesalahan pengetikan yang terjadi dalam UU Cipta Kerja berupa pengaitan antara satu pasal dengan yang lain.

Oleh karenanya, mekanisme kesepakatan perbaikan itu tidak dapat dilakukan lantaran kesalahan ini bertentangan dengan azas kecermatan dan bisa menimbulkan kesalahan interpretasi.

Baca juga: Walhi: Krisis Kemanusiaan dan Kerusakan Lingkungan Hidup Makin Dalam akibat UU Cipta Kerja

 

"Kalau salah yang dimaksud seperti typo, masih jelas tujuannya, arahnya seperti apa. Tapi kesalahan seperti yamg dilakukan terhadap Pasal 6 dan 5 (UU Cipta Kerja) itu nggak bisa dipahami oleh publik luas karena akan menimbulkan interpretasi yang berbeda-beda," ujar Feri.

Feri pun menilai, kesalahan pengetikan yang ada di UU Cipta Kerja sangat serius dan fatal. Oleh karenanya, menurut dia, UU ini semestinya batal demi hukum.

"Sejak awal karena tata caranya berantakan mestinya ada mekanisme yang kemudian menyatakan itu batal demi hukum," kata dia.

Halaman:


Terkini Lainnya

Pakar Hukum Dorong Percepatan 'Recovery Asset' dalam Kasus Korupsi Timah yang Libatkan Harvey Moeis

Pakar Hukum Dorong Percepatan "Recovery Asset" dalam Kasus Korupsi Timah yang Libatkan Harvey Moeis

Nasional
Sidak ke Kalteng, Satgas Pangan Polri Minta Pasar Murah Diintensifkan Jelang Lebaran

Sidak ke Kalteng, Satgas Pangan Polri Minta Pasar Murah Diintensifkan Jelang Lebaran

Nasional
Puspen TNI Sebut Denpom Jaya Dalami Dugaan Prajurit Aniaya Warga di Jakpus

Puspen TNI Sebut Denpom Jaya Dalami Dugaan Prajurit Aniaya Warga di Jakpus

Nasional
Bea Cukai dan Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Gagalkan Peredaran Serbuk MDMA dan Kokain Cair

Bea Cukai dan Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Gagalkan Peredaran Serbuk MDMA dan Kokain Cair

Nasional
TNI Kirim Payung Udara, Bisa Angkut 14 Ton Bantuan untuk Warga Gaza Via Udara

TNI Kirim Payung Udara, Bisa Angkut 14 Ton Bantuan untuk Warga Gaza Via Udara

Nasional
Tersangka Kasus Korupsi Timah Diyakini Bisa Bertambah 2-3 Kali Lipat jika Diusut Lewat TPPU

Tersangka Kasus Korupsi Timah Diyakini Bisa Bertambah 2-3 Kali Lipat jika Diusut Lewat TPPU

Nasional
Pakar Hukum Duga Ada 'Orang Kuat' Lindungi Kasus Korupsi Timah yang Jerat Harvey Moeis

Pakar Hukum Duga Ada "Orang Kuat" Lindungi Kasus Korupsi Timah yang Jerat Harvey Moeis

Nasional
Gerindra: Prabowo Tidak Cuma Janji Kata-kata, Dia 'The New Soekarno'

Gerindra: Prabowo Tidak Cuma Janji Kata-kata, Dia "The New Soekarno"

Nasional
TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

Nasional
Terseretnya Nama Jokowi dalam Pusaran Sengketa Pilpres 2024 di MK...

Terseretnya Nama Jokowi dalam Pusaran Sengketa Pilpres 2024 di MK...

Nasional
Serangan Balik KPU dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK...

Serangan Balik KPU dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK...

Nasional
Soal Flu Singapura, Menkes: Ada Varian Baru Tapi Tidak Mematikan Seperti Flu Burung

Soal Flu Singapura, Menkes: Ada Varian Baru Tapi Tidak Mematikan Seperti Flu Burung

Nasional
Kasus yang Jerat Suami Sandra Dewi Timbulkan Kerugian Rp 271 Triliun, Bagaimana Hitungannya?

Kasus yang Jerat Suami Sandra Dewi Timbulkan Kerugian Rp 271 Triliun, Bagaimana Hitungannya?

Nasional
Menkes Minta Warga Tak Panik DBD Meningkat, Kapasitas RS Masih Cukup

Menkes Minta Warga Tak Panik DBD Meningkat, Kapasitas RS Masih Cukup

Nasional
Kursi Demokrat di DPR Turun, AHY: Situasi di Pemilu 2024 Tidak Mudah

Kursi Demokrat di DPR Turun, AHY: Situasi di Pemilu 2024 Tidak Mudah

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com