Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Walhi: Krisis Kemanusiaan dan Kerusakan Lingkungan Hidup Makin Dalam akibat UU Cipta Kerja

Kompas.com - 04/11/2020, 19:43 WIB
Tsarina Maharani,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Manajer Kajian Kebijakan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Boy Even Sembiring, mengatakan UU Cipta Kerja Nomor 11 Tahun 2020 makin memperdalam kondisi krisis kemanusiaan akibat kerusakan lingkungan hidup.

Menurut Boy, hal ini tercermin dari pengubahan dan penghapusan sejumlah pasal terhadap UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Pelindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH).

"(UU Cipta Kerja) bukan kebijakan permanen untuk memulihkan, tapi memperdalam krisis kemanusiaan dengan membiarkan laju kerusakan lingkungan hidup terus berlangsung. Bahkan lebih parah dari kondisi sebelum (Presiden Jokowi) memimpin," kata Boy saat dihubungi, Rabu (4/11/2020).

Baca juga: Poin Pasal 81 UU Cipta Kerja Digugat ke MK, Ini Alasan Serikat Pekerja Singaperbangsa

Ia menyoroti soal penggunaan frasa "persetujuan lingkungan" dalam UU Cipta Kerja. Sementara itu, dalam UU PPLH menggunakan frasa "perizinan".

Boy berpendapat, penggunaan frasa "persetujuan lingkungan" berarti keputusan kelayakan lingkungan hanya sekadar jadi prosedur penerbitan izin usaha.

"Posisinya tidak lagi menjadi keputusan tata usaha negara. Konsekuensinya, dibatasinya ruang rakyat untuk menguji layak atau tidak layaknya suatu izin berdasarkan daya dukung dan daya tampung lingkungan atau sesuai ketepatan prosedur," jelasnya.

Selanjutnya, Boy menyoal beberapa pengubahan rumusan pasal di UU PPLH. Di antaranya, yaitu Pasal 25 dan 26.

Dua pasal tersebut mengatur soal dokumen analisis dampak lingkungan (amdal).

Melalui Pasal 22 angka 4, UU Cipta Kerja mengubah Pasal 25 UU PPLH dengan membatasi masyarakat terdampak langsung yang terlibat dalam pembuatan dokumen amdal.

Sebelumnya, Pasal 25 mempersilakan masyarakat secara umum memberikan tanggapan dan masukan terhadap rencana usaha/kegiatan.

"Masyarakat yang berada di aliran daerah alirang sungai yang sama atau masyarakat yang berpotensi terkena dampak karena kerusakan lingkungan akibat aktivitas jangka menengah dan panjang dari aktivitas usaha tidak lagi dibuka ruang untuk memyampaikan usul," kata Boy.

Berikutnya, melalui Pasal 22 angka 5, UU Cipta Kerja mengubah Pasal 26 UU PPLH. Salah satu perubahannya yaitu menghapus Pasal 26 ayat (2).

Ayat tersebut menyatakan bahwa pelibatan masyarakat dalam pembuatan dokumen amdal harus dilakukan secara transparan dan lengkap serta diberitahukan sebelum kegiatan dilaksanakan.

"Sehingga tidak ada kriteria apa yang dimaksud dengan partipasi," lanjut Boy.

Baca juga: Soal Salah Ketik di UU Cipta Kerja, Setneg Sebut Itu Pelajaran Berharga

Karena itu, Boy pun menilai krisis lingkungan hidup bakal makin dalam dengan hadirnya UU Cipta Kerja.

Menurut Boy, janji kampanye Jokowi tidak sesuai dengan kebijakan yang lahir saat ini, tetapi ia mengaku sudah dapat menduganya.

"Ambigu dalam janji kampanye 2014 sudah dapat kami maknai bahwa kebijakan permanen yang dimaksud bukan untuk memulihkan kritis atau krisis, tapi menaruhnya dalam kondisi yang jauh lebih dalam," ujarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

[POPULER NASIONAL] Para Ketum Parpol Kumpul di Rumah Mega | 'Dissenting Opinion' Putusan Sengketa Pilpres Jadi Sejarah

[POPULER NASIONAL] Para Ketum Parpol Kumpul di Rumah Mega | "Dissenting Opinion" Putusan Sengketa Pilpres Jadi Sejarah

Nasional
Sejarah Hari Bhakti Pemasyarakatan 27 April

Sejarah Hari Bhakti Pemasyarakatan 27 April

Nasional
Tanggal 26 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 26 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Golkar Ungkap Faktor Keadilan Jadi Rumusan Prabowo Bentuk Komposisi Kabinet

Golkar Ungkap Faktor Keadilan Jadi Rumusan Prabowo Bentuk Komposisi Kabinet

Nasional
Soal Gugatan PDI-P ke PTUN, Pakar Angkat Contoh Kasus Mulan Jameela

Soal Gugatan PDI-P ke PTUN, Pakar Angkat Contoh Kasus Mulan Jameela

Nasional
Prabowo: Kami Akan Komunikasi dengan Semua Unsur untuk Bangun Koalisi Kuat

Prabowo: Kami Akan Komunikasi dengan Semua Unsur untuk Bangun Koalisi Kuat

Nasional
PDI-P Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda, KPU: Pasca-MK Tak Ada Pengadilan Lagi

PDI-P Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda, KPU: Pasca-MK Tak Ada Pengadilan Lagi

Nasional
Sedang di Yogyakarta, Ganjar Belum Terima Undangan Penetapan Prabowo-Gibran dari KPU

Sedang di Yogyakarta, Ganjar Belum Terima Undangan Penetapan Prabowo-Gibran dari KPU

Nasional
Pakar Nilai Gugatan PDI-P ke PTUN Sulit Dikabulkan, Ini Alasannya

Pakar Nilai Gugatan PDI-P ke PTUN Sulit Dikabulkan, Ini Alasannya

Nasional
Airlangga Klaim Pasar Respons Positif Putusan MK, Investor Dapat Kepastian

Airlangga Klaim Pasar Respons Positif Putusan MK, Investor Dapat Kepastian

Nasional
PDI-P Sebut Proses di PTUN Berjalan, Airlangga Ingatkan Putusan MK Final dan Mengikat

PDI-P Sebut Proses di PTUN Berjalan, Airlangga Ingatkan Putusan MK Final dan Mengikat

Nasional
Golkar Belum Mau Bahas Jatah Menteri, Airlangga: Tunggu Penetapan KPU

Golkar Belum Mau Bahas Jatah Menteri, Airlangga: Tunggu Penetapan KPU

Nasional
Prabowo: Kami Berhasil di MK, Sekarang Saatnya Kita Bersatu Kembali

Prabowo: Kami Berhasil di MK, Sekarang Saatnya Kita Bersatu Kembali

Nasional
Kepala BNPT: Waspada Perkembangan Ideologi di Bawah Permukaan

Kepala BNPT: Waspada Perkembangan Ideologi di Bawah Permukaan

Nasional
KPK Dalami 2 LHKPN yang Laporkan Kepemilikan Aset Kripto, Nilainya Miliaran Rupiah

KPK Dalami 2 LHKPN yang Laporkan Kepemilikan Aset Kripto, Nilainya Miliaran Rupiah

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com